PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR 16/PJ/2016

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Peserta mengerti tahap-tahap pada ADC
Advertisements

KIMIA UNSUR-UNSUR TRANSISI
PERTEMUAN 3 Algoritma & Pemrograman
Penyelidikan Operasi 1. Konsep Optimisasi.
KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
Penyusunan Data Baseline dan Perhitungan Capaian Kegiatan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DIREKTORAT.
BALTHAZAR KREUTA, SE, M.SI
PENGEMBANGAN KARIR DOSEN Disarikan dari berbagai sumber oleh:
Identitas, persamaan dan pertidaksamaan trigonometri
ANGGOTA KELOMPOK WISNU WIDHU ( ) WILDAN ANUGERAH ( )
METODE PENDUGAAN ALTERNATIF
Dosen Pengampu: Muhammad Zidny Naf’an, M.Kom
GERAK SUGIYO, SPd.M.Kom.
Uji Hipotesis Luthfina Ariyani.
SOSIALISASI PEKAN IMUNISASI NASIONAL (PIN) POLIO 2016
PENGEMBANGAN BUTIR SOAL
Uji mana yang terbaik?.
Analisis Regresi linear berganda
PEERSIAPAN DAN PENERAPAN ISO/IEC 17025:2005 OLEH: YAYAN SETIAWAN
E Penilaian Proses dan Hasil Belajar
b. Kematian (mortalitas)
Ilmu Komputasi BAGUS ADHI KUSUMA
Uji Hipotesis dengan SPSS
OVERVIEW PERUBAHAN PSAK EFFEKTIF 2015
Pengolahan Citra Berwarna
Teori Produksi & Teori Biaya Produksi
Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi
PERSIAPAN UN MATEMATIKA
Kriptografi.
1 Bab Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi.
Ekonomi untuk SMA/MA kelas XI Oleh: Alam S..
ANALISIS PENDAPATAN NASIONAL DALAM PEREKONOMIAN TIGA SEKTOR
Dosen: Atina Ahdika, S.Si., M.Si.
Anggaran biaya konversi
Junaidi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi
Pemodelan dan Analisis
Bab 4 Multivibrator By : M. Ramdhani.
Analisis Regresi – (Lanjutan)
Perkembangan teknologi masa kini dalam kaitannya dengan logika fazi
DISTRIBUSI PELUANG KONTINU
FETAL PHASE Embryolgy II
Yusuf Enril Fathurrohman
3D Viewing & Projection.
Sampling Pekerjaan.
Gerbang Logika Dwi Indra Oktoviandy (A )
SUGIYO Fisika II UDINUS 2014
D10K-6C01 Pengolahan Citra PCD-04 Algoritma Pengolahan Citra 1
Perpajakan di Indonesia
Bab 2 Kinerja Perusahaan dan Analisis Laporan Keuangan
Penyusunan Anggaran Bahan Baku
MOMENTUM, IMPULS, HUKUM KEKEKALAN MOMENTUM DAN TUMBUKAN
Theory of Computation 3. Math Fundamental 2: Graph, String, Logic
Strategi Tata Letak.
Theory of Computation 2. Math Fundamental 1: Set, Sequence, Function
METODE PENELITIAN.
(Skewness dan kurtosis)
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dasar-dasar piranti photonik
Klasifikasi Dokumen Teks Berbahasa Indonesia
Mekflu_1 Rangkaian Pipa.
Digital to Analog Conversion dan Rekonstruksi Sinyal Tujuan Belajar 1
SEKSI NERACA WILAYAH DAN ANALISIS BPS KABUPATEN TEMANGGUNG
ASPEK KEPEGAWAIAN DALAM PENILAIAN ANGKA KREDIT
RANGKAIAN DIODA TK2092 Elektronika Dasar Semester Ganjil 2015/2016
Ruang Euclides dan Ruang Vektor 1.
Bab Anuitas Aritmetrik dan Geometrik
Penyelidikan Operasi Pemrograman Dinamik Deterministik.
Kesetimbangan Fase dalam sistem sederhana (Aturan fase)
ANALISIS STRUKTUR MODAL
Transcript presentasi:

PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR 16/PJ/2016 SERI PPh 21 PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR 16/PJ/2016 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh 21DAN/ATAU PPh 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI DIDI RAAFI KPP PRATAMA SLEMAN

MATERI KETENTUAN UMUM PEMOTONG PPh 21 DAN/ATAU PPh 26 PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh 21 DAN/ATAU PPh 26 PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh 21 DAN/ATAU PPh 26 DASAR PENGENAAN DAN PEMOTONGAN PPh 21 DAN/ATAU PPh 26 TARIF PEMOTONGAN PAJAK DAN PENERAPANNYA TARIF PEMOTONGAN PPh 21 BAGI PENERIMA TIDAK BER- NPWP SAAT TERUTANG PPh 21 DAN/ATAU PPh 26 HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONGAN PPh 21 DAN/ATAU PPh 26 SERTA PENERIMA PPh YANG DIPOTONG PAJAK KETENTUAN PERALIHAN

KETENTUAN UMUM Pasal 1 PPH 21 PPH 26 PAJAK ATAS PENGHASILAN GAJI, UPAH, HONORARIUM, DLL DENGAN NAMA & DALAM BENTUK APAPUN PEKERJAAN/ JABATAN JASA KEGIATAN OP DN OP LN

KETENTUAN UMUM Pasal 1 PEGAWAI OP BEKERJA PADA PEMBERI KERJA BERDASARKAN PERJANJIAN TERTULIS/TIDAK TERTULIS MELAKSANAKAN PEKERJAAN ATAU KEGIATAN TERTENTU MEMPEROLEH IMBALAN BERDASARKAN PERIODE TERTENTU ATAU PENYELESAIAN PEKERJAAN TERMASUK OP MELAKUKAN PEKERJAAN DALAM JABATAN DALAM NEGERI

KETENTUAN UMUM Pasal 1 PEGAWAI TETAP MENERIMA PENGHASILAN DALAM JUMLAH TERTENTU SECARA TERATUR TERMASUK ANGGOTA DEKOM DAN DEWAS YANG TIDAK MERANGKAP SEBAGAI PEGAWAI TETAP TERMASUK PEGAWAI KONTRAK JANGKA WAKTU TERTENTU MENERIMA PENGHASILAN TERTENTU SECARA TERATUR

UPAH HARIAN, MINGGUAN, SATUAN, ATAU BORONGAN Pasal 1 KETENTUAN UMUM PEGAWAI TIDAK TETAP MENERIMA PENGHASILAN APABILA BEKERJA BERDASARKAN JUMLAH HARI, UNIT HASIL PEKERJAAN, PENYELESAIAN JENIS PEKERJAAN ATAS PERMINTAAN PEMBERI KERJA UPAH HARIAN, MINGGUAN, SATUAN, ATAU BORONGAN

IMBALAN: HONORARIUM, FEE, KOMISI, PENGHASILAN SEJENIS LAINNYA Pasal 1 KETENTUAN UMUM BUKAN PEGAWAI OP SELAIN PEGAWAI TETAP DAN TIDAK TETAP MEMPEROLEH PENGHASILAN DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN SEBAGAI IMBALAN JASA BERDASARKAN PERINTAH/PERMINTAAN PEMBERI KERJA IMBALAN: HONORARIUM, FEE, KOMISI, PENGHASILAN SEJENIS LAINNYA

KETENTUAN UMUM Pasal 1 PESERTA KEGIATAN OP TERLIBAT SUATU KEGIATAN TERTENTU MENERIMA PENGHASILAN SEHUBUNGAN KEIKUTSERTAANNYA DALAM KEGIATAN TERMASUK PESERTA RAPAT, SIDANG, SEMINAR, LOKAKARYA, PEDIDIKAN, OLAHRAGA, DLL IMBALAN: UANG SAKU, REPRESENTASI, UANG RAPAT, HONORARIUM, HADIAH, PENGHARGAAN, DLL

KETENTUAN UMUM Pasal 1 PENGHASILAN TERATUR PENGHASILAN PEGAWAI TETAP DIBERIKAN SECARA PERIODIK BERDASARKAN KETENTUAN PEMBERI KERJA GAJI, UPAH, TUNJANGAN, IMBALAN SECARA PERIODIK TERMASUK UANG LEMBUR

PENGHASILAN TIDAK TERATUR Pasal 1 KETENTUAN UMUM PENGHASILAN TIDAK TERATUR SELAIN PENGHASILAN TERATUR DITERIMA SEKALI DALAM SETAHUN ATAU PERIODE LAINNYA BONUS, THR, JASA PRODUKSI, GRATIFIKASI, IMBALAN SEJENISNYA

PEMOTONG PPH 21/26 Pasal 2 PEMOTONG PPh 21/26 PEMBERI KERJA: OP, BADAN, CABANG/UNIT JIKA MELAKUKAN SEBAGIAN/SELURUH ADM PEMBAYARAN BENDAHARA PEMERINTAH DANA PENSIUN, BPJS, BADAN LAIN YANG MEMBAYARKAN PENSIUN BERKALA DAN THT/JHT OP MELAKUKAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MEMBAYARKAN HONOR, FEE, KOMISI, DLL PENYELENGGARA KEGIATAN

BUKAN PEMOTONG PPH 21/26 Pasal 2 BUKAN PEMOTONG PPh 21/26 KANTOR PERWAKILAN NEGARA ASING ORGANISASI INT’L SESUAI PMK ORGANISASI INT’L SESUAI PERJANJIAN INT’L OP SEMATA-MATA MEMPEKERJAKAN OP YANG MELAKUKAN PEKERJAAN RUMAH TANGGA

PENERIMA DIPOTONG PPH 21/26 Pasal 3 PENERIMA DIPOTONG PPH 21/26 PEGAWAI PENERIMA UANG PESANGON, PENSIUN/UANG MANFAAT PENSIUN, THT/JHT, TERMASUK AHLI WARISNYA BUKAN PEGAWAI YANG MENERIMA PENGHASILAN SEHUBUNGAN PEMBERIAN JASA ANGGOTA DEKOM/DEWAS YANG TIDAK MERANGKAP SEBAGAI PEGAWAI TETAP MANTAN PEGAWAI PESERTA KEKGIATAN: PERLOMBAAN, RAPAT, KEPANITIAAN, DIKLAT, KUNKER, DLL

BUKAN PEGAWAI TENAGA AHLI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS: PENGACARA, AKUNTAN, ARSITEK, DOKTER, KONSULTAN, NOTARIS PEMAIN MUSIK, PEMBAWA ACARA, PENYANYI, BINTANG FILM, SENIMAN, DLL OLAHRAGAWAN PENASIHAT, PENGAJAR, PELATIH, MODERATOR PENGARANG, PENELITI, PENERJEMAH PEMBERI JASA SEGALA BIDANG AGEN IKLAN PENGAWAS/PENGELOLA PROYEK PEDAGANG PERANTARA PENJAJA BARANG PETUGAS DL ASURANSI DISTRIBUTOR MLM, DIRECT SELLING Pasal 3 ( c )

TIDAK DIPOTONG PPH 21/26 Pasal 4 TIDAK DIPOTONG PPh 21/26 PEJABAT PERWAKILAN/KONSULAT NEGARA ASING PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INT’L SESUAI PERJANJIAN INT’L (PASAL 2 AYAT (2) HURUF C) BUKAN WNI TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA/PEKERJAAN LAIN ADANYA ASAS TIMBAL BALIK

PENGHASILAN DIPOTONG PPh 21/26 PENGHASILAN PEGAWAI TETAP: TERATUR/ TIDAK TERATUR PENGHASILAN PENERIMA PENSIUN SECARA TERATUR PENGHASILAN UANG PESANGON/UANG MANFAAT PENSIUN, THT, JHT YANG DIBAYAR SEKALIGUS PENGHASILAN PEGAWAI TIDAK TETAP DIBAYAR SECARA BULANAN IMBALAN KEPADA BUKAN PEGAWAI IMBALAN PESERTA KEGIATAN HONOR/IMBALAN TIDAK TERATUR DENKOM/DENWAS JASA PRODUKSI, TANTIEM TIDAK TERATUR MANTAN PEGAWAI PENARIKAN DANA PENSIUN OLEH PESERTA PENSIUN (PEGAWAI) Pasal 5 (1)

NATURA SEBAGAI PENGHASILAN DIBAYARKAN OLEH WP DIKENAKAN PPh BERSIFAT FINAL WP DIKENAKAN PPh NORMA KHUSUS (DEEMED PROFIT) Pasal 5 (2)

CARA MENGHITUNG PENGHASILAN DALAM HAL: MENGGUNAKAN MATA UANG ASING MAKA DIKONVERSI PADA NILAI TUKAR YANG DITETAPKAN MENKEU PADA SAAT PEMBAYARAN ATAU DIBEBANKAN SEBAGAI BIASAYA NATURA DIILAI SEBESAR HARGA PASAR BARANG ATAU NILAI WAJAR KENIKMATAN Pasal 7

TIDAK TERMASUK PENGHASILAN DIPOTONG PPh 21 PEMBAYARAN MANFAAT/SANTUNAN ASURANSI: KESEHATAN, KECELAKAAN, JIWA, DWIGUNA, BEASISWA NATURA/KENIKMATAN YANG DIBERIKAN WP/PEMERINTAH*) IURAN PENSIUN KEPADA DANA PENSIUN BERIZIN MENKEU YANG DIBAYAR PEMBERI KERJA ZAKAT YANG DITERIMA OP DARI BADAN/AMIL ZAKAT DIBENTUK/DISAHKAN PEMERINTAH, TERMASUK IURAN PEMELUK AGAMA LAIN *) PPh DITANGGUNG PEMBERI KERJA/PEMERINTAH Pasal 8 (1)

DPP PPh 21 PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP) JUMLAH MELEBIHI Rp450 RIBU DAN BELUM MELEBIHI Rp4,5 JUTA SEBULAN (PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA LEPAS YANG MENERIMA UANG HARIAN, MINGGUAN, SATUAN, BORONGAN) 50% DARI PENGHASILAN BRUTO BAGI BUKAN PEGAWAI DENGAN IMBALAN TIDAK BERKESINAMBUNGAN JUMLAH PENGHASILAN BRUTO, SELAIN POIN 1,2, DAN 3 TERMASUK BAGI SUBYEK PAJAK LN Pasal 9 (1,2)

PENGHASILAN KENA PAJAK PEGAWAI TETAP PENERIMA PENSIUNAN BERKALA PEGAWAI TIDAK TETAP PENGHASILAN DIBAYAR BULANAN ATAU JUMLAH KUMULATIF MELEBIHI Rp4,5 JUTA SEBULAN BUKAN PEGAWAI DENGAN PENGHASILAN BERKESINAMBUNGAN Pasal 9 (1A)

CARA MENGHITUNG DPP PPh 21 PEGAWAI TETAP PENERIMA PENSIUN BERKALA PKP = PENGHASILAN NETO DIKURANGI PTKP Pasal 10 (2)

CARA MENGHITUNG DPP PPh 21 PEGAWAI TIDAK TETAP PENGHASILAN DIBAYAR BULANAN ATAU JUMLAH KUMULATIF MELEBIHI Rp4,5 JUTA SEBULAN PKP = PENGHASILAN BRUTO DIKURANGI PTKP SEBENARNYA Pasal 10 (2)

CARA MENGHITUNG DPP PPh 21 BUKAN PEGAWAI DENGAN PENGHASILAN BERKESINAMBUNGAN PKP = 50% DARI PENGHASILAN BRUTO DIKURANGI PTKP PER BULAN SYARAT MEMPEROLEH PTKP (13 AYAT 1): MEMILIKI NPWP DAN HANYA MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI SATU PEMBERI KERJA SERTA TIDAK MEMPEROLEH PENGHASILAN LAINNYA Pasal 10 (2)

CARA MENGHITUNG PENGHASILAN NETO PEGAWAI TETAP PENGHASILAN BRUTO DIKURANGI BIAYA JABATAN DAN IURAN DIBAYAR PEGAWAI KE DANA PENSIUN BIAYA JABATAN = 5% X PENGHASILAN BRUTO MAKSIMAL Rp500 RIBU/BULAN MAKSIMAL Rp6 JUTA/TAHUN Pasal 10 (3) Pasal 10

CARA MENGHITUNG PENGHASILAN NETO PENERIMA PENSIUN BERKALA PENGHASILAN BRUTO DIKURANGI BIAYA PENSIUN BIAYA PENSIUN = 5% X PENGHASILAN BRUTO MAKSIMAL Rp200 RIBU/BULAN MAKSIMAL Rp2,4 JUTA/TAHUN Pasal 10 (4) Pasal 10

CARA MENGHITUNG PENGHASILAN BRUTO BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN TIDAK MEMPEKERJAKAN ORANG LAIN PENGHASILAN BRUTO = SELURUH JUMLAH PENGHASILAN DITERIMA MEMPEKERJAKAN ORANG LAIN PENGHASILAN BRUTO = JUMLAH PEMBAYARAN DIKURANGI BAGIAN GAJI KARYAWAN DIPEKERJAKAN, KECUALI TIDAK BISA DIPISAHKAN SELAIN MENYERAHKAN JASA JUGA BARANG PENGHASILAN BRUTO = JUMLAH PEMBAYARAN JASA, KECUALI TIDAK BISA DIPISAHKAN Pasal 10 (5) Pasal 10

CARA MENGHITUNG PENGHASILAN BRUTO BUKAN PEGAWAI DOKTER PENGHASILAN BRUTO = JASA DOKTER DIBAYAR PASIEN SEBELUM DIKURANGI BIAYA-BIAYA ATAU BAGI HASIL DENGAN RS/KLINIK Pasal 10 (6)

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK Rp54 JUTA UNTUK DIRI WP OP Rp4,5 JUTA UNTUK TAMBAHAN WP KAWIN Rp4,5 JUTA UNTUK TAMBAHAN SETIAP ANGGOTA KELUARGA SEDARAH DAN SEMENDA GARIS KETURUNAN LURUS SERTA ANAK ANGKAT (TANGGUNGAN SEPENUHNYA)  MAKSIMAL 3 ORANG Pasal 11 (1)

PTKP BUKAN PEGAWAI Rp4,5 JUTA UNTUK DIRI WP OP Rp375 RIBU UNTUK TAMBAHAN WP KAWIN Rp375 RIBU UNTUK TAMBAHAN SETIAP ANGGOTA KELUARGA SEDARAH DAN SEMENDA GARIS KETURUNAN LURUS SERTA ANAK ANGKAT (TANGGUNGAN SEPENUHNYA)  MAKSIMAL 3 ORANG Pasal 11 (2)

PTKP BAGI KARYAWATI KARYAWATI KAWIN  PTKP UNTUK DIRI SENDIRI KARYAWATI TIDAK KAWIN  PTKP UNTUK DIRI SENDIRI DITAMBAH PTKP UNTUK KELUARGA YANG MENJADI TANGGUNGAN SEPENUHNYA KARYAWATI MENUNJUKKAN KETERANGAN TERTULIS SERENDAH-RENDAHNYA KECAMATAN (SUAMINYA TIDAK MENERIMA/MEMPEROLEH PENGHASILAN) MAKA PTKP KARYAWATI TERSEBUT SEBAGAIMANA PASAL 11 (1) Pasal 11 (3)

PENENTUAN PTKP BERDASARKAN KEADAAN PADA AWAL TAHUN KALENDER KECUALI, PEGAWAI YANG BARU DATANG DAN MENETAP DI INDONESIA BERDASARKAN KEADAAN PADA AWAL BULAN DARI BAGIAN TAHUN KALENDER TERSEBUT Pasal 11 (5,6)

PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA LEPAS TIDAK DIBAYAR SECARA BULANAN; ATAU JUMLAH KUMULATIF BELUM MELEBIHI Rp4,5 JUTA SEBULAN TIDAK DIPOTONG PPh 21 JIKA BELUM MELEBIHI Rp450 RIBU SEHARI ATAU RATA-RATA SEHARI DIPOTONG PPh 21 DALAM HAL MELEBIHI Rp450 RIBU SEHARI ATAU RATA-RATA SEHARI RATA-RATA SEHARI = UPAH MINGGUAN, UPAH SATUAN, UPAH BORONG PER HARI Pasal 12 (1,2)

PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA LEPAS JUMLAH KUMULATIF MELEBIHI Rp4,5 JUTA SEBULAN PENGHASILAN KENA PAJAK= PENGHASILAN BRUTO DIKURANGI PTKP SEBENARNYA PTKP SEBENARNYA = PTKP UNTUK JUMLAH HARI SEBENARNYA (PTKP PER TAHUN DIBAGI 360 HARI) JIKA PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA LEPAS MEMBAYAR SENDIRI IHT/JHT MAKA IURAN TERSEBUT DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO Pasal 12 (3,4,5,6)

TARIF PEMOTONGAN PAJAK DAN PENERAPANNYA

TARIF PASAL 17 (1) HURUF a PEGAWAI TETAP PENERIMA PENSIUN BERKALA DIBAYARKAN SECARA BULANAN PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS DIBAYARKAN SECARA BULANAN PENGHASILAN KUMULATIF DIBAYARKAN NON BULANAN MELEBIHI Rp10,2 JUTA SEBULAN DENGAN PTKP DISETAHUNKAN Pasal 14 (1)

PRAKIRAAN PENGHASILAN NETO SETAHUN KECUALI MASA PAJAK TERAKHIR PPh TERUTANG SETAHUN DIKURANGI PPh 21 DIPOTONG PENGHASILAN NETO TERATUR SETAHUN= PENGHASILAN TERATUR X 12 BULAN TERDAPAT PENGHASILAN TIDAK TERATUR: PENGHASILAN NETO SETAHUN = (PENGHASILAN TERATUR X 12 BULAN) DITAMBAH PENGHASILAN TIDAK TERATUR Pasal 14 (2)

PPh 21 DIPOTONG SETIAP MASA PENGHASILAN BERSIFAT TERATUR = PPh TERUTANG SETAHUN DIBAGI 12 BULAN PENGHASILAN BERSIFAT TIDAK TERATUR = SELISIH PPh TERUTANG DENGAN MEMPERHITUNGKAN PENGHASILAN TIDAK TERATUR “DENGAN” PPh TERUTANG ATAS PENGHASILAN TERATUR Pasal 14 (3)

PEGAWAI TETAP BEKERJA SETELAH JANUARI PRAKIRAAN PENGHASILAN NETO = PENGHASILAN TERATUR X SISA BULAN SEJAK MULAI BEKERJA PPh 21 DIPOTONG SETIAP MASA = PPh TERUTANG DISETAHUNKAN DIBAGI SISA BULAN SEJAK MULAI BEKERJA Pasal 14 (4)

PPh 21 DIPOTONG UNTUK MASA PAJAK TERAKHIR SELISIH PPh TERUTANG UNTUK SETAHUN DIKURANGI PPh 21 YANG TELAH DIPOTONG PADA MASA-MASA SEBELUMNYA Pasal 14 (5)

KEWAJIBAN SUBYEKTIF PEGAWAI TETAP HANYA MELIPUTI BAGIAN TAHUN PAJAK PPh 21 DIPOTONG = PKP YANG DISETAHUNKAN SEBANDING JUMLAH BULAN DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK YANG BERSANGKUTAN Pasal 14 (6)

PEGAWAI TETAP BERHENTI SEBELUM DESEMBER JIKA PPh 21 DIPOTONG LEBIH BESAR DARI PPh 21 TERUTANG MAKA KELEBIHAN TERSEBUT DIKEMBALIKAN KE PEGAWAI BERSAMAAN DENGAN PEMBERIAN BUKTI POTONG PPh 21 (PALING LAMBAT AKHIR BULAN SELANJUTNYA) Pasal 14 (7)

TARIF PPh 21 PEGAWAI TIDAK TETAP/LEPAS DIBAYAR NON BULANAN TARIF LAPIS PERTAMA PASAL 17 (1) HURUF a: (5%) UNTUK: PENGHASILAN BRUTO SEHARI MELEBIHI Rp450 RIBU; ATAU PENGHASILAN BRUTO DIKURANGI PTKP SEBENARNYA (KUMULATIF Rp4,5 JUTA – Rp10,2 JUTA) PENGHASILAN KUMULATIF SEBULAN MELEBIHI Rp10,2 JUTA MAKA DIKENAKAN TARIF PASAL 17 (1) HURUF a DENGAN PTKP DISETAHUNKAN Pasal 15

TARIF PROGRESIF ATAS JUMLAH KUMULATIF DARI: PKP  50% X (Ph NETO – PTKP) ATAS BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN DAN BERHAK PTKP 50% X Ph BRUTO, ATAS BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN YANG TIDAK BERHAK PTKP Ph BRUTO BERSIFAT TIDAK TERATUR BAGI ANGGOTA DEWKOM/DENWAS YANG TIDAK MERANGKAP PEGAWAI TETAP Ph BRUTO BERSIFAT TIDAK TERATUR (JASA PRODUKSI, TANTIEM, BONUS, DLL) BAGI MANTAN PEGAWAI Ph BRUTO PENARIKAN DANA PENSIUN STATUS PEGAWAI Pasal 16 (1)

TARIF PROGRESIF ATAS JUMLAH DARI: 50% X Ph BRUTO ATAS SETIAP PEMBAYARAN KEPADA BUKAN PEGAWAI TIDAK BERKESINAMBUNGAN Ph BRUTO SETIAP PEMBAYARAN UTUH DAN TIDAK DIPECAH DITERIMA PESERTA KEGIATAN Pasal 16 (2)

KETENTUAN KHUSUS PPh 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, TNI, POLRI, DAN PENSIUNANNYA YANG DIBEBANKAN PADA APBD/N PPh 21 BAGI PEGAWAI ATAS UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, THT ATAU JHT YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS