Konflik, Manajemen Konflik, Dan Negoisasi Bab 14 Konflik, Manajemen Konflik, Dan Negoisasi Fajar S 1401150075 Panji Rahman 1401154159 Dhimas Ilham Prakoso 1401154173 Made leo Aditya 1401154271 Ruthis Thira 1401150009
A.Definisi Konflik Zaman telah berubah dengan pesat. Semua bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni mengalami kemajuan yang signifikan, seiring dengan progresivitas tersebut, konflik pun tetap omnipresent. Artinya, konflik ada di mana saja, kapan pun waktunya, siapapun kita. Dalam organisasi apa pun yang terlibat di dalamnya, kita pasti berhadapan dengan konflik. Dari aspek sumber daya manusia (SDM) misalnya, dapat diidentifikasi berbagai kompleksitas. Contohnya, kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas tanggung jawab, kompleksitas kedudukan, kompleksitas status, kompleksitas hak, kompleksitas wewenang, dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial terjadinya konflik, sebagian besar kalangan menganggap bahwa semua konflik yang terjadi pasti berdampak negatif. Banyak definisi tentang konflik yang diberikan oleh ahli manajemen. Hal ini bergantung pada sudut tinjauan yang digunakan dan persepsi para ahli tersebut tentang konflik dalam organisasi. Definisi dibawah ini menunjukkan perbedaan-perbedaan tersebut : The condition of objective incompability between values or goals, as the behavior of deliberately interfering with another goal achievement, and emotional in terms if hostility (Luthans, 1985:386). A proccess in which an effort is purposely made by A to offset the efforts of B by some form blocking that will result in frustating B in attaining his or her goals or furthering his or her interest (Robbins, 1996: 428) Disagreement between individuals or groups within the organization stemming from the need to share scarce resources or engage in interdependent work activities, or cultures (Stoner dan Freeman, 1989: 391) All kinds of opposition or antagonistic interaction. It based on scarcity of power, resources or social position, and differing value systems (Kreitner dan Kinicki, 1995: 283) Selain beberapa pendapat di atas, ada beberapa teori yang mengartikan konflik sebagai berikut. Pertentangan, (Dubrin, 1984: 346), mengacu pada pertentangan antar individu, kelompok atau organisasi yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat yang saling menghalangi dalam pencapaian tujuan. Perilaku, Tjosfold (Champoux, 1996: 295), memandang konflik dalam organisasi sebagai perilaku yang berlawanan dan bertentangan. Sebagai hubungan, Martinez dan Fule (2000: 274) menyatakan konflik adalah suatu hubungan yang terjadi antara dua orang, kelompok, organisasi, maupun golongan. Sebagai situasi, Nelson dan Quick (1997: 178) melihat konflik sebagai suatu situasu yang tujuan, sikap, emosi, dan tingkah laku yang bertentangan menimbulkan oposisi dan sengketa antara dua kelompok atau lebih.
B.Pandangan terhadap konflik Terdapat perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan karena jika dibiarkan, konflik akan merugikan organisasi. Pertentangan pendapat ini oleh (Robbins, 1996: 431) disebut sebagai the conflict paradox, yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, namun di sisi lain, kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisir. Berikut beberapa pandangan tentang konflik. Pandangan tradisional, pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Pandangan ini konsisten dengan sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Pandangan hubungan manusia, pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an. Pandangan interaksionis, pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif.
C. Jenis – jenis konflik 1. Konflik dilihat dari fungsinya Berdasarkan fungsinya, Robbins (1196:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja kelompok. Adapun konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian. 2. Konflik dilihat dari pihak yang terlibat di dalamnya Berdasarkan pihak yang terlibat di dalam konflik, stoner dan freeman (1989:393), membagi konflik menjadi enam macam. Konflik dalam diri individu. Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya Konflik antar individu. Konflik ini terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dan individu yang lain. Konflik antara individu dan kelompok. Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma – norma kelompok tempat ia bekerja. Konflik antarkelompok dalam organisasi yang sama. Konflik ini terjadi karena masing – masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing – masing berupaya untuk mencapainya. Konflik antarorganisasi. Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampat negatif bagi organisasi lainnya. Konflik antarindividu. Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. 3. Konflik dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi (1192:74) membagi konflik menjadi empat macam. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Konflik garis-staf, yaitu konflik konflik yang terjadi antara karyawan lini, yang biasanya memegang posisi komando, dan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasihat dalam organisasi. Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
D. Faktor – faktor penyebab timbulnya konflik 1. Komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. 2. Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam arti mencakup ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat kebergantungan antara kelompok. 3. Variabel pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi sistem nilai yang dimiliki tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan dan berbeda dengan individu yang lain
E. Konflik dan kaitannya dengan kualitas pelayanan organisasi Manajemen pelayanan publik dalam organisasi publik umumnya memberikan layanan berupa jasa yang memiliki karakteristik, yaitu tidak nyata, tidak terpisahkan, tidak dapat disimpan, dan bervariasi. Kualitas layanan, dengan demikian didefinisikan sebagai hasil persepsi dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual pemberi layanan. Apabila layanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, kualitas layanan yang dipersepsikan akan baik dan memuaskan. Setiap pimpinan suatu institusi publik menghendaki agar tercapai suatu pelayanan jasa yang unggul, yaitu sikap atau cara karyawan dalam melayani masyarakat pelanggan secara memuaskan, terdapat lima faktor yaitu : Keandalan, kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan tepat pada waktunya Responsif, kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat Keyakinan, kemampuan untuk menumbulkan kepercayaan pada diri pelanggan melalui perilaku ramah dan sopan Empati, kepedulian atau kemampuan untuk memberikan perhatian pribadi pada pelanggan Berwujud, mengacu pada fasilitas fisik, yaitu kemampuan dalam menyediakan peralatan, personal, dan media komunikasi yang dibutuhkan pelanggan
F. Mengelola konflik dalam organisasi Para manajer menghabiskan banyak waktu dan energi untuk menangani konflik. Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. 1. Model diagnosis konflik pandangan kontinum dari Leonard Greenhalgh Menurut Greenhalgh (1999:391), konflik bukanlah suatu fenomena yang objektif dan nyata, tetapi ia ada dalam benak orang – orang yang terlibat dalam konflik tersebut. Oleh karena itu, untuk menangani konflik, seseorang harus bersikap empati, yaitu memahami keadaan sebagaimana yang dilihat oleh para pelaku penting yang terlibat konflik. a. Masalah – masalah yang dipertanyakan Jika masalah yang menjadi sumber konflik adalah masalah prinsip, konflik sulit dipecahkan karena mengorbankan prinsip dipandang sebagai mengorbankan integritas pribadi. Jika hal ini terjadi, bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah meminta semua pihak untuk mengakui bahwa mereka saling memahami pandangan masing – masing walaupun masih percaya dengan pandangannya sendiri. b. Ukuran taruhan Semakin bersar nilai yang dipertaruhkan dalam perdebatan, semakin sulit konflik dipecahkan. Misalnya, kebijakan akuisisi yang oleh manajer dianggap membahayakan kedudukannya. Dalam kasus ini, pendekatan persuasif dengan cara menunda penyelesaian, hingga semua pihak menjadi kurang emosional, sangat baik untuk dilakukan. c. Saling kebergantungan pihak – pihak yang terlibat Pihak – pihak yang terlibat dalam suatu konflik dapat memandang diri mereka sendiri dalam suatua rangkaian saling kebergantungan “berjumlah nol “ hingga “berjumlah positif”. Saling kebergantungan berjumlah nol adalah persepsi bahwa jika suatu pihak memperoleh sesuatu dari proses interaksi, hal tersebut berarti pengorbanan bagi pihak lain.
2. Lima gaya penanganan konflik dari Kreitner dan Kinicki d. Kontinuitas interaksi Dimensi kontinuitas interaksi berhubungan dengan waktu yang semua pihak melihat diri mereka sendiri berhubungan satu sama lain. Jika mereka memvisualisasikan interaksi yang terjadi sebagai interaksi jangka panjang atau suatu hubungan yang terus menerus, konflik yang terjadi akan lebih mudah diselesaikan. e. Struktur pihak – pihak yang terlibat Konflik lebih mudah dipecahkan juka suatu pihak mempunyai seorang pemimpin yang kuat yang dapat menyatukan pengikutnya untuk menerima dan melaksanakan kesepakatan. Jika kepemimpinannya lemah, sub – subkelompok serikat pekerja yang paling merasa berkewajiban untuk mematuhi semua kesepakatan akan melakukan protes tanpa memerhatikan apa yang telah disepakati oleh pemimpin mereka, dan karena itu konflik sulit dipecahkan. f. Keterlibatan pihak ketiga Orang – orang cenderung terlibat secara emosional dalam konflik. Keterlibatan ini dapat menimbulkan beberapa pengaruh, antara lain : Persespi bisa menjadi rusak, munculnya proses pemikiran dan argumentasi yang tidak rasional, pendirian yang tidak beralasan, komunikasi rusak, dan munculnya serangan – serangan terhadap pribadi. Peranan yang dimainkan oleh pihak ketiga dapat berwujud bermacam – macam bentuk, mulai dari wasit yang mengawasi komunikasi, sampai penghubung semua pihak, jika komunikasi langsung sulit dilakukan. Peranan penengah pada dasarnya adalah menjaga agar semua pihak berinteraksi dalam cara yang beralasan dan konstruktif. g. Kemajuan konflik Sulit mengatasi konflik jika semua pihak yang terlibat tidak siap untuk suatu rekonsiliasi. Jika masing – masing pihak merasa bahwa diri mereka paling dirugikan, konflik sulit dipecahkan. Oleh karena itu, hal penting yang harus dilakukan adalah membujuk pihak – pihak yang terlibat agar menyadari bahwa mereka sama – sama menderita akibat konflik. 2. Lima gaya penanganan konflik dari Kreitner dan Kinicki a. Integrating Dalam gaya ini, pihak – pihak yang berkepentingan secara bersama – sama mengidentifisikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan, dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. b. Obliging seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. c. Dominating orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong sesorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah.” d. Avoiding taktik menghindar cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. e. Compromising Gaya ini menempatkan sesorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain.
G.Negoisasi Memahami negoisasi Sering orang awam akan menangkap kesan bahwa negoisasi merupakan istilah lain untuk mengatakan “keterlibatan dalam konflik”. a. Mengapa perlu organisasi ? Negoisasi diperlukan dalamkehidupan manusia karena sifatnya yang begitu erat dengan filosofi kehidupan manusia bahwa setiap manusia memiliki sifat dasar untuk mempertahankan kepentingannya. b. Negoisasi tidaklah untuk mencari pemenang dan pecundang Dalam setiap negoisasi terdapat kesempatan untuk menggunakan kemampuan sosial dan komunikasi efektid dan kreatif untuk membawa kedua belah pihak ke arah hasil positif bagi kepentingan bersama. 2. Kemampuan bernegoisasi Meskipun secara lahiriah manusia telah dibekali kemampuan bernegoisasi, untuk bernegoisasi denganbaik, kemampuan dasar tersebut perlu dikembangkan. Beberapa kemampuan dasar bernegoisasi yang baik sebagai berikut : a. Kemampuan menentukan serangkain tujuan. b. Kemampuan mencari kemungkinan dari pilihan banyak. c. Kemampuan mempersiapkan dengan baik. d. Kompetensi interaktif. e. Kemampuan menentukan prioritas.
3. Mengembangkan filosofi sama – sama menang dalam negoisasi Masing – masing pihak di dalam suatu negoisasi tentu ingin menang. Konsep negoisasi sama – sama menang tidak sekedar didasrkan pada pertimbangan etika. Bagian – bagian berikut memberikan tuntunan yang memadai dalam melakukan negoisasi. a. Pokok masalah yang dinegoisasikan b. Persiapan negoisasi c. Mencapai suasana yang tepat d. Taktik – taktik negoisasi e. Gaya – gaya negoisasi f. Mencari penyelesaian g. Situasi fall back h. Perilaku dalam negoisasi i. Mengakhiri negoisasi