PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KODE MK : UNO 101 SKS : 3 (3-0) ANTON BUDIARTO, S.H., M.H.
Indonesia-ku tercinta……..
NKRI HARGA MATI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL ( UU RI 20/2003) “PENDIDIKAN NASIONAL BERFUNGSI MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN MEMBENTUK WATAK SERTA PERADABAN BANGSA YANG BERMARTABAT DALAM RANGKA MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA” (Ps 3 UU RI No 20 tahun 2003) PENDIDIKAN NASIONAL BERTUJUAN : “…UNTUK BERKEMBANGNYA POTENSI PESERTA DIDIK AGAR MENJADI MANUSIA YANG BERIMAN BAN BERTAQWA KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA, SEHAT, BERILMU, CAKAP, KREATIF, MANDIRI, DAN MENJADI WARGANEGARA YANG DEMOKRATIS DAN BERTANGGUNG JAWAB” ( Ps 3 UU RI No.20 Tahun 2003)
(Ps 37 AYAT 1 UU No 20 tahun 2003) (Ps 37 AYAT 2 UU No.20 tahun 2003) “KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH” WAJIB MEMUAT : a. PENDIDIKAN AGAMA b. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN c. BAHASA (Ps 37 AYAT 1 UU No 20 tahun 2003) “KURIKULUM PENDIDIKAN TINGGI” WAJIB MEMUAT : a. PENDIDIKAN AGAMA; b. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN; c. BAHASA. (Ps 37 AYAT 2 UU No.20 tahun 2003)
“Penjelasan Pasal 37 Ayat (1) UU RI No.20 Tahun 2003: “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”
VISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI (Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 ) ~ SUMBER NILAI DAN ~ PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM STUDI DALAM MENGANTARKAN MAHASISWA, UNTUK ~ MENGEMBANGKAN KEPRIBADIANNYA SELAKU WARGANEGARA YANG BERPERAN AKTIF ~ MENEGAKKAN DEMOKRASI MENUJU MASYARAKAT MADANI
MISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI (Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002) Membantu mahasiswa selaku warganegara, agar mampu : ~ mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa Indonesia, ~ mewujudkan kesadaran berbangsa dan bernegara, ~ menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan.
KOMPETENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI (Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 ) Mengantarkan mahasiswa selaku warganegara, memiliki : a. Wawasan kesadaran bernegara, untuk : - bela negara. - cinta tanah air. b. Wawasan kebangsaan, untuk : - kesadaran berbangsa - mempunyai ketahanan nasional. c. Pola pikir, sikap yang komprehensif- Integral pada seluruh aspek kehidupan nasional. BERTUJUAN UNTUK MENGUASAI : ~ Kemampuan berfikir, ~ Bersikap rasional, dan dinamis, ~ Berpandangan luas sebagai manusia intelektual.
TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI (Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002) Agar mahasiswa : Memiliki motivasi menguasai materi pendidikan kewarganegaraan, Mampu mengkaitkan dan mengimplementasikan dalam peranan dan kedudukan serta kepentingannya, sebagai individu, anggota keluarga/masyarakat dan warganegara yang terdidik. Memiliki tekad dan kesediaan dalam mewujudkan kaidah-kaidah nilai berbangsa dan bernegara untuk menciptakan masyarakat madani.
Masyarakat Madani Masyarakat madani (almujtama’al-madani) adalah masyarakat bermoral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan stabilitas masyarakat, dimana masyarakat memiliki motivasi dan inisiatif indivudual. Masyarakat madani adalah masyarakat yang secara umum memiki ciri-ciri berbudaya, berperadaban, demokratis, dan berkeadilan. Masyarakat madani adalah masyarakat masyarakat yang berperadaban(ber-“madaniyah”), karena tunduk dan patuh pada ajaran kepatuhan yang dinyatakan dalam supermasi hhukum dan peraturan. Masyarakat madani adalah suatu sistem sosial yang subur yang didasarkan pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat, serta masyarakat mendorongkan daya usaha dan inisiatif individu, baik dari segi pemikiran, seni, ekonomi, maupun taknologi.
ATRIBUT MASYARAKAT MADANI INDONESIA BER-KETUHANAN YANG MAHA ESA, BERKEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB, BERSATU DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA, DEMOKRATIS-KONSTITUSIONAL, BERKEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA, BERBHINNEKA TUNGGAL IKA, MENJUNJUNG TINGGI HAK DAN KEWAJIBAN AZASI MANUSIA, MENCINTAI PERDAMAIAN DUNIA.
HISTORIS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA SEJAK 1960-AN SAMPAI SAAT INI CIVICS/KEWARGAAN NEGARA : SMA/SMP 62, SD 68, SMP 1969, SMA 1969 PENDIDIKAN KEWARGAAN NEGARA (PKN) : SD 68, PPSP 73 PENDIDIKAN MORAL PANCASILA (PMP) : SD, SMP,SMU 1975, 1984. PENDIDIKAN PANCASILA : PT 1970-an - 2000-an PENDIDIKAN KEWIRAAN : PT 1960-an - 2001 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN : PT 2002 - Sekarang PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn) : SD, SMP, SMU 1994-Sekarang PENDIDIKAN KEWARGAAN : IAIN/STAIN 2002 - sekarang (rintisan) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) : SD, SMP, SMU, PT (UU No.20 Thn 2003 ttg SISDIKNAS)
NOMENKLATUUR/TERMINOLOGI: PENDIDIDKAN KEWARGANEGARAAN DI DUNIA CIVICS, CIVIC EDUCATION (USA) CITIZENSHIP EDUCATION (UK) TA’LIMATUL MUWWATANAH, (TIMTENG) TARBIYATUL WATONIYAH EDUCACION CIVICAS (MEXICO) SACHUNTERRICHT (JERMAN) CIVICS, SOCIAL STUDIES (AUSTRALIA) SOCIAL STUDIES (USA, NEW ZEALAND) LIFE ORIENTATION (AFRIKA SELATAN) PEOPLE AND SOCIETY (HONGARIA) CIVICS AND MORAL EDUCATION (SINGAPORE) OBSCESVOVEDINIE (RUSIA) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (INDONESIA)
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian 1) Setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan 2) Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. 3) Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara merupakan salah satu komponen yg tidak dapat dipisahkan dari Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian dalam susunan kurikulum inti perguruan tinggi di Indonesia.
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEPANJANG PERJALANAN SEJARAH BANGSA INDONESIA MENGALAMI PASANG SURUT, MENGALAMI KONDISI DAN TUNTUTAN YG BERBEDA SESUAI DENGAN ZAMANNYA. KONDISI & TUNTUTAN YANG BERBEDA TERSEBUT DITANGGAPI BANGSA INDONESIA DENGAN KESAMAAN NILAI-NILAI PERJ. BGS YG DILANDASI OLEH JIWA, TEKAD & SEMANGAT KEBANGSAAN. - KESEMUANYA ITU TUMBUH MENJADI KUAT YG MAMPU MENDORONG PROSES TERWUJUDNYA NKRI. - SEMANGAT PERJUANGAN BANGSA INDONESIA YANG TAK KENAL MENYERAH MERUPAKAN KEKUATAN MENTAL SPIRITUAL YANG DAPAT MELAHIRKAN SIKAP & PERILAKU HEROIK & PATRIOTIK YANG HARUS DIMILIKI OLEH SETIAP WARGA NEGARA NKRI. NILAI-NILAI PERJUANGAN BANGSA MASIH RELEVAN DALAM PECAHKAN SETIAP PERMASALAHAN DALAM BERMASYRAKAT, BERBANGSA & BERNEGARA SERTA SUDAH TERBUKTI KEANDALANNYA.
GLOBALISASI YANG DIWARNAI PERKEMBANGAN IPTEK (INFORMASI, KOM, 2 GLOBALISASI YANG DIWARNAI PERKEMBANGAN IPTEK (INFORMASI, KOM, TANSP) MEMBUAT DUNIA MENJADI TRANSPARAN ( “BORDERLESS COUNTRY” ) OLEH SEBAB ITU ISU GLOBALISASI (DEMOKRASI, HAM, LH) AKAN PENGARUHI STRUKTUR KEHIDUPAN (POLA PIKIR, SIKAP DAN TINDAK) MASYARAKAT INDONESIA TERMASUK MENTAL SPIRITUAL. UNTUK MENGHADAPI GLOBALISASI DALAM MENGISI KEMERDEKAAN, DIPERLUKAN PERJUANGAN NON FISIK SESUAI BIDANG PROFESI MASING-MASING. PERJUANGAN INI HRS DILANDASI NILAI-NILAI PERJUANGAN BANGSA INDONESIA --> SEHINGGA KITA MEMILIKI WAWASAN, CINTA TANAH AIR, UTAMAKAN PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA. PERJUANGAN NON FISIK TERSEBUT MEMERLUKAN SARANA KEGIATAN PENDIDIKAN BAGI SETIAP WNI KHUSUSNYA MAHASISWA SEBAGAI CALON CENDEKIAWAN MELALUI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN.
LANDASAN HUKUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 1) UUD 1945 a) Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita-cita tujuan dan aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaanya). b) Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan. c) Pasal 27 (3), hak dan kewajiban warga negara dalam upaya pembelaan negara. d) Pasal 30 (1), hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. e) Pasal 31 (1), hak warga negara mendapatkan pendidikan. 2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3) Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
OBJEK PEMBAHASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN a) Objek Material. Segala hal yang berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang non-empirik, yang meliputi wawasan, sikap dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan negara. b) Objek Formal. Mencakup dua segi, yaitu segi hubungan antara warga negara dan negara (termasuk hubungan antar warga negara) dan segi pembelaan negara. Rumpun Keilmuan. Pendidikan Kewarganegaraan bersifat interdisipliner (antar bidang) bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu Kewarganegaraan diambil dari berbagai disiplin ilmu.
MATERI HAM & Rule of Law Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan Geopolitik Indonesia Demokrasi Indonesia Politik & Strategi Nasional Filsafat Pancasila Identitas Nasional Hak dan Kewajiban Warga Negara Geostrategi Indonesia 20
FILSAFAT PANCASILA
PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT Ilmu pengetahuan yang mendalam dan mendasar mengenai Pancasila, dan merupakan suatu kajian nilai-nilai yang terdapat dalam masing-masing sila, mencari intinya, hakikat dari inti dan pokok-pokok yang terkandung di dalamnya yaitu : Nilai Ketuhanan; Nilai Kemanusiaan; Nilai Persatuan; Nilai Kerakyatan; Nilai Keadilan. Nilai itu selanjutnya menjadi sumber nilai bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara Indonesia.
PENGERTIAN NILAI Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik, dan berguna bagi manusia. Nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas yang menyangkut jenis dan minat. Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku manusia. CIRI-CIRI NILAI : suatu realitas abstrak, bersifat normatif, sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak.
Prof. Notonegoro, ada 3 (tiga) macam nilai : 1. Nilai materiil, sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia; 2. Nilai vital, sesuatu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan; 3. Nilai kerokhanian, yang dibedakan : - nilai kebenaran berdumber pada akal piker manusia (rasio, budi, cipta); - nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia; - nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak karsa, hati nurani manusia; - nilai religius (ketuhanan) bersifat mutlak bersumber pada keyakinan manusia.
PERBUATAN Perbuatan manusia (actus hominis), diluar pengamatan manusia. Perbuatan insani (actus humanus), dibawah pengawasan manusia.
PROSES TERJADINYA PERBUATAN INSANI Kehendak : tetarik – memilih memutuskan Jiwa/rokhani kebaikan yang dimengerti Budi : pengertian – pertimbangan Manusia Nafsu–pengetahuan indriyani Catur rasa daya umum daya gambar Badan/Jasmani daya ingat daya penduga Pancaindera OBYEK
idea + logos = ilmu tentang gagasan atau cita-cita. IDEOLOGI idea + logos = ilmu tentang gagasan atau cita-cita. cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap dan harus dicapai sehingga cita-cita itu merupakan dasar, pandangan/paham Sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat Sebagai pemersatu masyarakat dan dengan demikian dapat menjadi prosedur penyelesaian konflik yang terjadi
IDEOLOGI vs. FILOSOFI Ideologi tidak sama dengan Filosofi Ideologi adalah cara pandang ideal bagi sekelompok masyarakat (ideal way of life for society) Filosofi adalah cara pandang mengarungi kehidupan (the way of living life) Ideologi bersifat startegis-politis Filosofi bersifat strategis-humanis
KARAKTERISTIK IDEOLOGI Mempunyai kekuatan (have power) Mampu menuntun dalam evaluasi (guidance of evaluation) Menyediakan petunjuk dalam beraksi (guidance of action) Harus logis (logic)
6 CARA PEMANFAATAN IDEOLOGI Sebagai sekumpulan ide yang normatif Sebagai bentuk struktur logika internal Sebagai ide dalam interaksi manusia Sebagai ide dalam struktur organisasi Sebagai cara persuasif Sebagai tempat interaksi sosial
JENIS IDEOLOGI POLITIK Anarkisme Demokrasi Kristen Komunisme Komunitarianisme Konservatisme Fasisme Politik Hijau Islamisme Liberalisme Libertarianisme Nasionalisme Demokasi Sosial Sosialisme
PANCASILA Pancasila : Sebagai dasar filsafat atau dasar falsafah negara (philosophische grondslag) dari negara Indonesia berupa nilai-nilai budaya bangsa, dan sebagai ideologi nasional yang terbuka. Pancasila adalah dasar (filsafat) negara, sedang UUD 1945 adalah dasar (hukum) negara Indonesia. Nilai dasar Pancasila bersifat tetap, dapat dijabarkan sesuai dengan dinamika perkembangan dan tuntutan masyarakat
MAKNA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA Pancasila sebagai dasar (filsafat) negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara. Nilai dasar Pancasila bersifat abstrak, normatif dan nilai itu menjadi motivator kegiatan dalam penyelenggaraan bernegara.
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOLOGI TERBUKA a. Nilai Dasar Asas-asas yang kita terima sebagai dalil dam bersifat mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar dan tidak perlu dipertanyakan lagi. b. Nilai Instrumental Pelaksanaan umum dari nilai dasar, berbentuk norma sosial, dan norma hukum yang terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara. C. Nilai Praksis Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan, yang merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.
PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA DAN DINAMIS Nilai-nilai dan cita-citanya bersumber dari kekayaan budaya masyarakat sendiri. Nilai itu bukan keyakinan sekelompok orang, tetapi hasil kesepakatan. Isinya tidak langsung operasional.
DIMENSI IDEOLOGI TERBUKA DAN DINAMIS Dimensi Realitas Nilai-nilai ideologi bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Merupakan nilai dasar yang abadi dan tidak boleh diubah. Dimensi Idealitis Ideologi selain memberi penafsiran atau pemahaman atas kenyataan, juga mempunyai sifat futuristik yaitu memberi gambaran akan masa depan yang ingin diwujudkan. Dimensi Fleksibilitas Memiliki keluwesan yang memungkinkan untuk pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat dan jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
IDEOLOGI TERTUTUP Nilai-nilai yang terkandung merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat, bukan berasal dari masyarakat Berlakunya nilai ideologi dipaksakan di masyarakat. Isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan atas tuntutan-tuntutan yang konkret, operasional dan diajukan dengan mutlak.
MAKNA NILAI PANCASILA Nialai Ketuhanan Adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antar umat beragama. Nilai Kemanusiaan Kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani. Manusia perlu diperlakukan sesuai dengan harkat martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang sama derajatnya dan sama hak dan kewajiban asasinya.
Nilai Persatuan Usaha kearah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam NKRI. Mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia. Menghayati semboyan Bhineka Tunggal Ika. Nilai Kerakyatan Suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Demokrasi yang lebih mengutamakan pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat. Nilai Keadilan Sebagai dasar sekaligus tujuan yaitu terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah ataupun batiniah. Negara Indonesia yang berkeadilan.
Pancasila selain berkedudukan sebagai Staatsfundamentalnorm, juga sebagai Cita Hukum (rechtidee) yang menguasai hukum dasar negara baik tertulis maupun tidak tertulis, dan merupakan gagasan, pikiran, rasa dan cipta mengenai hukum yang seharusnya diinginkan masyarakat. yang menguasai hukum dasar negara baik tertulis maupun tidak tertulis.
2 (dua) fungsi Pancasila sebagai cita hukum Fungsi regulatif , artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil atau tidak bagi masyarakat; Fungsi konstitutif, artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka hukum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum.
Pengamalan Pancasila Dalam Kehidupan Bernegara Pengamalan secara obyektif : dengan melaksanakan dan mentaati peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum negara yang berlandaskan pada Pancasila; Pengamalan secara subyektif : dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
3 (tiga) faktor yang membuat Pancasila semakin sulit dan marginal dalam semua perkembangan yang terjadi : 1. Pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rezim ORBA yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo kekuasaannya; 2. Liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas setiap organisasi. 3. Desentralisasi dan otonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong pengutan sentiment kedaerahan, sehingga Pancasila kian kehilangan posisi sentralnya.
Radikalisasi (Ruh Baru) Pancasila (1). Mengembalikan Pancasila sesuai dengan jati dirinya (memberi visi kenegaraan), yaitu sebagai ideologi dan dasar negara; (2). Mengganti persepsi dari Pancasila sebagai ideologi menjadi Pancasila sebagai ilmu; (3). Mengusahakan Pancasila mempunyai konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antar sila, dan korespondensi dengan realitas sosial, dan; (4). Pancasila yang semula melayani kepentingan vertikal menjadi Pancasila yang melayani kepentingan horizontal.
LATIHAN PENGUASAAN KONSEP DAN PEMECAHAN MASALAH 1. Buat contoh kasus dan peristiwa yang selaras dan tidak selaras dengan visi, misi dan kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan. 2. Buat contoh upaya bela negara dalam berbagai bidang profesi kecuali militer dan polisi. 3. Jelaskan apakah dengan adanya Internet dan penggunaannya dapat mengancam Ketahanan Nasional.
LATIHAN PENGUASAAN KONSEP DAN PEMECAHAN MASALAH 1. Buat contoh kasus dan peristiwa yang selaras dan tidak selaras dengan visi, misi dan kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan. 2. Buat contoh upaya bela negara dalam berbagai bidang profesi kecuali militer dan polisi. 3. Jelaskan apakah dengan adanya Internet dan penggunaannya dapat mengancam Ketahanan Nasional.
REFERENSI PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Udin S. Winataputra, H., (2004). Pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana psiko- pedagogis untuk mewujudkan masyarakat madani. Makalah Bahan Sajian dan Diskusi Dalam Lokakarya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta : Dirjen Dikti-Depdiknas. 21-22 September 2004. 2. UU. No. 20. tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. SKep. Dirjen DIKTI – Depdiknas, No. 38/DIKTI/Kep/2002. tentang Rambu-rambu pelaksanaan Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Sudargo Gautama. (1997). Warga Negara dan Orang Asing. Bandung : Alumni. Sharp, Gene. (1997). Menuju Demokrasi tanpa Kekerasan. Terjemahan: Sugeng Bahagiyo. Jakarta : Pustaka Sinar Haraoan. Bondan Gunawan S. (2000). Apa itu Demokrasi . Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Beetham, David & Boyle, Kevin. (1995). Demokrasi . Terjemahan : Bern. Hidayat. Yogyakarta : Kanisius. Saafroedin Bahar dan A.B. Tangdililing. (Penyunting). ( 1996). Intergrasi Nasional : Teori, Masalah dan Strategi. Jakarta : Ghalia Indonesia. F. Isjwara. (1982). Ilmu Politik. Bandung : Angkasa. Tim Dirjen Dikti-Dep Diknas. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Tim Lemhannas. (1994). Kewiraan untuk Mahasiswa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.