PENEMUAN HUKUM (Rechtsvinding) Oleh: DR. OTONG ROSADI,S.H.,M.HUM
Hukum harus Ditegakkan Untuk melindungi kepetingan manusia, Hukum hrs ditegakkan. Karena melalui penegakan, hukum menjadi kenyataan. Tiga hal yg hrs diperhatikan dlm penegakan hukum: Kepastian hukum (Rechtssicherheit) Kemanfaatan (Zweckmassigkeit) Keadilan (Gerechtigkeit)
Fiat Justitia Ruat Coelum (Keadilan harus ditegakkan meski langit runtuh!) Terjadi dialog Kaisar Alexander raja penguasa Laut Merah dg Pelaut duta Celtae dari laut Adriatik: apa yang paling kau takuti di dunia ini? Pelaut menjawab: saya tidak dapat membayangkan jika langit runtuh dan bintang-bintang berjatuhan menimpa tubuh kita. Alexander ternganga, tdak menyangka akan jawaban si pelaut. Selama ini ia berharap dirinyalah yg paling ditakuti di dunia ini. Pelaut membukakan pikirannya, ternyata yg ditakuti manusia di dunia pada jaman itu adalah jika langit runtuh. Hal ini dikarenakan pada masa itu manusia percaya bahwa bumi berada diatas pundak Atlas dan jika Atlas merasa kelelahan, atau Atlas sakit, maka bumi akan tergelincir dari pundaknya, yg kemudian membentur langit. Itu artinya, langit akan runtuh dan bintang-bintang berjatuhan menimpa manusia. Sejak saat itu, kejadian antara Kaisar Alexander dan si pelaut menyebar hingga seantero wilayah Romawi sehingga warga sering berkata: "Quild si nuc caelum ruat?" (Bagaimana jika sekarang langit akan runtuh?)
Bermula dari Pidato Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM) Seneca dlm naskah drama berjudul "Piso's Justice", subjudul "De Ira" (kemarahan). Piso berikan ijin 3 serdadu mengambil cuti mengunjungi keluarga, dg perintah usai cuti berakhir, mereka harus menghadap guna melapor kedatangan mereka. Masa cuti berakhir, hanya satu orang yg menghadap. Serdadu tersebut ditanya kemana kedua orang rekannya tersebut yang juga diperintahkan untuk menghadap dan melapor kepada dirinya. Serdadu tdk dpt memberikan penjelasan yg memuaskan Piso. Piso naik pitam dan langsung menggelar sidang. Sidang memutuskan bahwa serdadu tersebut dianggap telah membunuh kedua rekan kerjanya dan dihukum dengan hukuman mati. Saat si serdadu hendak dieksekusi mati, tiba-tiba datanglah kedua orang rekannya yg diduga telah meninggal. Algojo lantas menunda eksekusi dan menghadap Piso untuk melaporkannya. Akhirnya Piso naik mimbar dan berpidato. Dlm pidatonya dg lantang mengatakan hukum telah ditetapkan dan "Fiat Justitia Ruat Coelum". "Keadilan harus ditegakkan meski langit runtuh!! Serdadu tetap dihukum mati, si algojo dihukum mati karena menunda eksekusi dan kedua serdadu yg diduga mati juga dihukum mati karena terlambat menghadap, menyebabkan rekannya dihukum mati.
“Fiat justitia et pereat mundus” (tegakkan keadilan sekalipun semua penjahat di dunia musnah). Ferdinand I, Kaisar Roma membuat semboyan kerajaan, “Fiat justitia et pereat mundus” (tegakkan keadilan sekalipun semua penjahat di dunia musnah). Ferdinand mengutip bukunya Philipp Melanchthons (1521) berjudul Loci Communes Lambat laun, kalimat itu merambah pengadilan. Inggris yang mulai pertama. Lord Masnfield, yang memuat frase ini dlm perkara Somersett, Juni 1772 yang menghapuskan perbudakan di Inggris, dia memasukkan kalimat itu dalam putusannya. Amerika meniru juga “Fiat justitia” tertulis di bagian bawah lukisan Ketua Hakim Agung, John Marshall. Karya itu berada di ruang konferensi Mahkamah Agung (MA) sana. Di Tennessee, stempel MA-nya bertuliskan “fiat justitia”. Di lantai lobi bangunan pengadilan di Nashville, kalimat itu dituliskan lebar sekali. Di Indonesia juga ikut-ikutan juga. Semua advokat, dari yang advokat putih, abu-abu hingga yang pekat, menuliskan “fiat justitia” di pledoi buatannya.
Hukum itu untuk masyarakat? “Fiat justitia Ruat Coelum” (tegakkan keadilan sekalipun langit runtuh) Masihkah? Menjadi pertanyaan lanjutan apakah memang hukum itu hadir untuk hukum? Atau Hukum itu untuk masyarakat?
HUKUM: Lex dura sed tamen scripta Hukum itu tak hanya ‘undang-undang’ (baca: peraturan perundang-undangan). Namun dlm praktek penegakan hukum, kaedah atau peraturan dalam undang-undang secara umum dipandang ‘satu-satunya’ hukum. Terdapat juga asas “Undang-undang itu kejam, tetapi memang demikianlah bunyinya.” Dlm hal terjadinya pelanggaran hukum, menegakkan hukum, melaksanakan peristiwa hukum, maka HAKIM harus melaksanakan atau menegakkan Undang-undang. Hakim tidak dapat menolak atau tdk dpt menangguhkan pelaksanaan undang-undang yg dilanggar.
Peristiwa Konkret dan Undang-undang Di tengah masyarakat terjadi pertsitiwa hukum konkrit, sedangkan undang-undang mengatur norma yg bersifat umum. Bagaimana kemudian peristiwa konkret jika sampai ke Hakim? Jawabannya Hakim hrs memutuskan!! Hakim tdk boleh menangguhkan, menolak, dgn alasan hukumnya belum ada, tidak lengkap atau tidak jelas . Hal ini diatur dlm Pasal 22 AB dan UU Kekuasaan Kehakiman.
Hakim Tidak Boleh Menolak Perkara Pasal 22 A.B (Algemene Bepalingen Van Wetgeving voor Indonesie): “Bilamana seorang hakim menolak menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan undang-undang yang bersangkutan tidak menyebutnya, tidak jelas, atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut karena menolak mengadili”. Pasal 16 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Lihat juga ketentuan Pasal 5 ayat (1) “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
Jadi...? Umumnya, masyarakat hanya melihat peraturan hukum dlm arti kaidah atau peraturan perundang-undangan Padahal kita pahami Undang-undang itu tidaklah sempurna, tidak lengkap. Undang-undang tidaklah mungkin dapat mengatur segala kegiatan kehidupan manusia secara tuntas. Ada kalanya undang-undang itu tidak lengkap atau ada kalanya undang-undang tersebut tidak jelas. Hakim dilarang menolak perkara, wajib memeriksa dan memutus!!! Maka HAKIM diberi ‘tugas’ MENEMUKAN ‘HUKUM’
Apakah Penemuan Hukum itu? Penemuan Hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yg diberi tugas melaksanakan hukum thd peristiwa konkrit. Penemuan hukum proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkrit. (Sudikno Mertokusumo “Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum”, Citra Aditya Bhakti, 2013:4)
Penemuan Hukum Sbg Pengembanan Hukum Penemuan hukum, pada hakekatnya mewujudkan pengembanan hukum secara ‘ilmiah dan secara praktikal’. Penemuan hukum sebagai sebuah reaksi terhadap situasi-situasi problematikal yang dipaparkan orang dalam peristilahan hukum berkenaan dengan dengan pertanyaan-pertanyaan hukum (rechtsvragen), konflik-konflik hukum atau sengketa-sengketa hukum. Penemuan hukum diarahkan pada pemberian jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dan hal pencarian penyelesaian-penyelesaian terhadap sengketa-sengketa konkret. Antara lain diajukan pertanyaan-pertanyaan tentang penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum, dan pertanyaan-pertanyaan tentang makna dari fakta-fakta yang terhadapnya hukum harus diterapkan. Dan “Penemuan hukum” metode untuk menemukan penyelesaian-penyelesaian dan jawaban-jawaban atas ‘problematika-peristiwa konkrit’ berdasarkan kaidah-kaidah hukum.