Etnofarmakologi Berna Elya Katrin
Pengertian Etnofarmakologi Ethnos (Yunani): Rakyat dan farmakologi Etnofarmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunaan tumbuhan yang memiliki efek farmakologi dalam hubungannya dengan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan oleh suatu suku bangsa. Kajian etnofarmakologi adalah kajian tentang penggunaan tumbuhan yang berfungsi sebagai obat atau ramuan yang dihasilkan penduduk setempat untuk pengobatan (Martin, 1998).
Tugas: Pengobatan Ayurveda Pengobatan Chinese Pengobatan Jepang Pengobatan Indonesia : Suku dayak, Suku Jawa, Suku Sunda, dll Pengobatan dari Afrika Pengobatan dari Amerika latin Pengobatan dari Meksiko
Artemisia annua L. (Asterales)
Artemisia annua L. Pengobatan tradisional Cina Dinasti Mawanghui Han 168 SM (52 Jenis Penyakit) Wasir Buku Zau Hou Bei fi Feng (Ge Hong 340 SM) (Penurun Panas / demam , cara : mencelupkan segenggam herba dalam 1L air, dan air perasannya diminum ) 1596, Li Shizen, demam yang disebabkan oleh malaria dapat dihilangkan dengan meminum ramuan tanaman ini
Artemisia annua L. Tanaman ini juga digunakan sebagai bumbu (tarragon) pada berbagai masakan Flavour cuka (vinegar) Minuman keras Zat penolak serangga Minyak atsirinya untuk pewangi
Artemisia annua (Asteraceae) Th 1971, peneliti china yang tergabung dalam Qinghao Antimalarial Coordinating Research Group (QACRG), mengisolasi senyawa aktif Artemisinin, meskipun sebenarnya sudah hampr 2000 tahun yang lalu tanaman ini digunakan sebagai obat tradisional cina Kandungan Kimia: Terpenoid: Artemisinin, artemisiten, arteannuin A, B, C, E, F deoksiartemisinin, artemisilakton, asam epoksiartemisinat, asam aartemisinat, artemisinol, artemisia alkohol, artemisia keton, Flavonoid: kumarin, skopoletin, esculetin, artemetin, tetrametoksi flavon, Alifatik: n-nonakosan, n-pentakosan, dll
Artemisia annua (Asteraceae) Artemisinin, berkhasiat terhadap plasmodium falcifarum (penyebab penyakit malaria) termasuk yang sudah resisten terhadap kinin klorokuin. Dalam tubuh semua turunan artemisinin dimetabolisme menjadi dihidroartemisinin yang lebih potensial daripada artemisinin. Artemisinin juga aktif terhadap bentuk gametosis dari parasit malaria, sehingga senyawa ini juga dapat mengurangi penularan penyakit malaria.
Perlu diketahui bahwa artemisinin mempunyai efek samping embriotoksik sehingga tidak direkomendasikan untuk pasien hamil. Artemisinin telah dicoba dibuat secara sintesis (dari 1,2,4 trioksane) tetapi prosesnya amat kompleks dan tidak ekonomis, sehingga masih lebih menguntungkan dengan melakukan ekstraksi dari tanaman asal yang telah dibudidayakan sehingga kadar artemisinin mencapai 2% (tanaman liar hanya mengandung artemisinin 0,06-0.5%) dan apabila panen dilakukan pada waktu yang tepat yaitu saat tanaman mulai bunga selesai mekar
Cinchonae Cortex Penduduk asli Peru mengekstrak senyawa kuinin dari kulit kayu pohon sinkona (Cinchona succirubra, C officinalis, atau C calisaya) yang kemudian dibawa misionaris ke Eropa. Dikenal dengan nama lain Peruvian bark, Jesuit`s bark, atau Cardinal`s bark. 1834, Pelletier ( Perancis) berhasil mengisolasi senyawa alkaloid murni dari kulit kayu cinchona yang dinamakan kuinin. Molekul ini menjadi obat antimalaria utama sampai 1930-an hingga obat sintetiknya dikembangkan. Nama berasal dari Countess of Chinchon, istri Viceroy di Peru yg sembuh dari demam setelah minum dekok batang th 1638, Cinchona ledgeriana berasal dari Ledger orang yg berjasa menyebarkan tumbuhan tsb di Eropa. Dikenal sbg pulvo de la Condesa simplisia yg mempunyai reputasi di Spanyol. Pada perang dunia ke-2, Jawa menyuplai 90 % kebutuhan kina dunia.
Simplisia Cinchonae cortex dan Tanaman Cinchonae spp
Asal Pohon cinchona (kelas Rubiaceae) merupakan tanaman asli dari Andes dan sekarang secara luas ditanam di India, Ceylon, Jawa, dan Burma. Ada 2 spesies: Yellow Cinchona (Cinchona flava), merupakan kulit batang kering dari Cinchona ledgeriana, C. Calisaya, C. Officinalis, dan hibrida dari spesies Chincona lain dengan kandungan alkaloid total tidak kurang dari 5%. Red Cinchona (Cinchona rubra) adalah kulit batang dari C. Succirubra atau hibridanya yang mengandung tidak kurang dari 5% alkaloid cinchona.
Kandungan kimia Alkaloid kuinolin, utamanya : Kinin C20H24N2O2 (quinine) Kinidin C20H24N2O2 (quinidine) Turunan 6-demetoksi : sinkonin C19H22N2O(cinchonine) & sinkonidin C19H22N2O (cinchonidine), turunan epi dan hidronya, kuinamin, dll. Yang lain : Kinat dan asam kinovat Kino-tannat dan asam kinovo-tannat Kinovin Cinchona red
Suku Dayak, Kalimantan Timur Tamarindus indica (nama Indonesia: asam jawa) oleh masyarakat Dayak Tunjung buahnya dicampur dengan rimpang kunyit, bawang putih dan batang tebu direbus, kemudian air rebusannya diminum berguna untuk membersihkan darah kotor setelah mengalami proses melahirkan.