Perkembangan Antropologi Tim Pengajar MK. Antropologi Sosial
FASE PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI Fase I. Sebelum Tahun 1800 Perjalanan para musafir, pelaut, pendeta nasrani dan pegawai pemerintah Belanda Kisah perjalanan dituangkan kedalam buku dan laporan perjalanan, berisi deskripsi adat istiadat, struktur sosial masyarakat, bahasa, dan ciri-ciri fisik berbagai suku bangsa (di Afrika, Asia, Osenia, Indian, dan Amerika) Fase II. Abad ke-19 Permulaan abad 19: kalangan ilmiah mulai menghimpun dan mengkategorisasi berbagai bentuk persamaan dan perbedaan sehingga menjadi pengetahuan etnografi Karangan-karangan yang menyusun bahan etnografi berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat. Masyarakat dan kebudayaan manusia berevolusi sangat lambat dalam jangka waktu beribu-ribu tahun lamanya, dari tingkat yang rendah ke tingkat yang semakin rumit Fase III. Awal Abad ke-20 Ilmu antropologi menjadi sangat praktis, bertujuan mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku bangsa diluar Eropa untuk kepentingan Kolonial Snouck Hurgronje (1857-1936/ilmuwan Belanda) 1889, Snouck tiba di P. Jawa dan meneliti pranata Islam di masyarakat pribumi Hindia Belanda, khususnya Aceh. Dia mempelajari politik kolonial untuk memenangi pertempuran Belanda di Aceh. Sosok Snouck kontroversial. Bagi Belanda dan kaum orientalis, Snouck dipandang sebagai peneliti sukses; Bagi rakyat Aceh, Snouck adalah pengkhianat sejati Fase IV. Tahun 1930 Tahun 1960, telah diklasifikasikan berbagai kebudayaan diseluruh dunia ke dalam tingkat-tingkat evolusi tertentu, misal kebudayaan Mesir, Romawi, Babilonia, Maya dan Astek Ilmu antropologi memilki masa perkembangan yang paling luas. Bahan etnografi sudah terdokumentasi dengan baik dan metode penelitian holistik
Skema Pencabangan Antropologi Dsb Antropologi Kesehatan Antropologi Politik Antropologi Hukum Antropologi Ekonomi Etnologi & Etnografi: Antropologi Sosial Etnolingutstik Arkeologi / Prehistoris Antropologi Budaya Atropologi Fisik Antropologi
Percabangan Antropologi Paleo Antropologi Asal-usul evolusi manusia dengan mempergunakan bahan penelitian berupa sisa-sisa tubuh atau fosil–fosil manusia Antropologi Fisik Aneka warna ciri-ciri tubuh manusia (warna kulit, bentuk tubuh, indeks tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi, bentuk tubuh ataupun golongan darah)
Percabangan Antropologi Prehistori Sejarah perkembangan dan persebaran kebudayaan manusia di bumi pada jaman manusia sebelum mengenal huruf Etnolinguistik Berupa adat dan kata-kata pelukisan tentang ciri dan tata bahasa dari berbagai bahasan suku bangsa di dunia. Etnopsikologi Kepribadian bangsa, peranan individu dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai-nilai universal.
Percabangan Antropologi Entnologi Azas-azas manusia berdasarkan kebudayaan dalam kehidupan masyarakat di dunia. Antropologi Sosial Mempelajari struktur-struktur sosial dari sebanyak mungkin masyarakat sebagai kesatuan-kesatuan dan membandingkannya dengan metode analisa komparatif untuk mencari azas-azasnya.
KEGUNAAN ANTROPOLOGI: Ditinjau dari Percabangan Antropologi Spesialisasi Masalah-masalah praktis dalam masyarakat untuk menunjang pembangunan Pluralisme hukum Menjadi disiplin ilmiah yang paling eksplisit memusatkan perhatian pada kompleksitas normatif dalam masyarakat, dan pada hubungan antara perilaku manusia dengan kompleksitas tersebut. Psikologi Sosialisasi (terutama cara pengasuhan anak) itu penting bagi pembentukan kepribadian seorang anak setelah dewasa nanti, dapat memberi masukan pada pemerintah agar lebih diperhatikan pendidikan anak-anak, remaja, dan dewasa muda. Sehingga jika hendak menanamkan nilai-nilai yang sesui dengan jiwa pembangunan, sebaiknya ditekankan pada kelompok usia ini, dan tidak hanya terfokus pada orang dewasa Terapan Menerapkan antropologi dalam berbagai kehidupan manusia.
Antropologi Sosial Antropologi Sosial hakekatnya mengajak kita semua untuk kembali ’mengembara’, khususnya pada masyarakat. Sasaran utama mata kuliah ini adalah masyarakat secara menyeluruh. Antropologi (sosial) merupakan ilmu yang menekankan pada tataran mikro atau individu.
Antropologi Sosial Mempelajari masalah kesadaran tentang bagaimana ‘bangunan’ masyarakat, bagaimana jaringan sosial beroperasi dalam keseluruhan sistem, bagaimana masyarakat itu berubah, dimana studi ini mencakup seluruh komuniti dan demikian pula pranata-pranata sosial masyarakat yang telah maju ataupun masyarakat yang masih sederhana tingkat kebudayaannya
Pokok-Pokok Antropologi Sosial Sistem Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi) a. Alat-alat Produktif b. Alat-alat Distribusi dan Transpor c. Wadah-wadah dan tempat untuk menaruh d. Makanan dan Minuman e. Tempat Berlindung f. Senjata
Pokok-Pokok Antropologi Sosial 2. Sistem Mata Pencaharian Hidup (ekonomi), terdiri dari: Berburu dan Meramu Perikanan Bercocok Tanam di Ladang Peternakan Perdagangan
Pokok-Pokok Antropologi Sosial 3. Sistem Kemasyarakatan (sosial): Sistem Kekerabatan Sistem Kesatuan Hidup Setempat Asosiasi dan Perkumpulan-perkumpulan Sistem Kenegaraan
Pokok-Pokok Antropologi Sosial 4. Bahasa: Bahasa Lisan Bahasa Tertulis
Pokok-Pokok Antropologi Sosial 5. Kesenian: Seni Patung Seni Relief Seni Lukis dan Gambar Seni Rias Seni Vokal Seni Instrumental Seni Kesusasteraan Seni Drama
Pokok-Pokok Antropologi Sosial 6. Sistem Pengetahuan: Alam sekitar manusia Flora Fauna Zat-zat dan Bahan-bahan Mentah Tubuh Manusia Kelakuan Sesama Manusia Ruang, Waktu, dan Bilangan
Pokok-pokok Antropologi Sosial 7. Sistem Religi dan Kehidupan Rohani Sistem Kepercayaan Kesusasteraan Suci Sistem Upacara Keagamaan Komuniti Keagamaan Ilmu Gaib Sistem Nilai dan Pandangan Hidup
Perbedaan Antropologi terapan dengan Antropologi Murni (Abstrak) 1 Berhubungan dg budaya dan kelompok sosial yang hidup pada masa kini. Mengkaji masyarakat dan budaya masa lampau, termasuk yang sudah kandas dari kehidupan nyata masa kini 2 berkenaan dengan kebutuhan dan masalah nyata yang dihadapi kelompok sosial tersebut pada masa kini, seperti masalah konflik etnik, pengangguran, gangguan mental masyarakat, komunitas yang mengalami bencana (banjir, gempa bumi, dll), buruh migran, penyalahgunaan obat, HIV/AIDS, kemiskinan struktural, dll Memberikan perhatian pada masalah difusi penyebaran kapak lonjong pada zaman prehistori Nusantara, sistem kepercayaan orang Kubu, pola kehidupan berburu-meramu , asal mula larangan makan babi pada orang Islam dan Yahudi, yang umumnya tidak berkaitan banyak dengan kebutuhan dan masalah nyata yang dihadapi masyarakat-masyarakat tersebut masa kini
Antropologi Murni (Abstrak) Perbedaan Antropologi terapan dengan Antropologi Murni (Abstrak).....(2) N0 Antropologi Terapan Antropologi Murni (Abstrak) 3 Mengaplikasikan penemuan, data, dan analisis keluar bidang antropologi. Sehingga antropolog terapan sering bekerja secara antar-disiplin ilmu, bekerja sama dengan akhli-akhli dari disiplin ilmu lain atas dasar relevansi-nya dengan isu-isu masa kini Analisis data terutama ditujukan untuk mempertajam perdebatan keilmuan di kalangan ahli antropologi. Pemikiran-pemikiran ahli antropologi masa lampau sangat menentukan dalam pemilihan metode penelitian, masalah penelitian, dan objek kajian. 4 Bekerja sebagai profesional pada institusi non-akademik. Kalaupun mereka bekerja dalam bidang pendidikan tinggi, biasa-nya mereka melekat di jurusan-jurusan non-antropologi (Eddy & Partridge 1987: 5-6, dalam Marzali 2005). Bekerja dalam bidang pendidikan dan penelitian antropologi di universitas dan bidang permusiuman
Antropologi Terapan Diperlukan sebuah ilmu antropologi yang mampu memberi sumbangan pikiran dalam menyelesaikan masalah-masalah mendasar bangsa Indonesia, seperti masalah tekanan penduduk, kekurangan tanah pertanian dan kemiskinan massal. Ilmu antropologi itu adalah apa yang disebut dengan antropologi terapan. Secara umum, antropologi terapan adalah satu bidang dalam ilmu antropologi di mana pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan sudut pandang (perspective) ilmu antropologi digunakan untuk menolong mencari solusi bagi masalah-masalah praktis kemanusiaan dan memfasilitasi pembangunan.
Lanjutan Secara strategis, dalam kajian-kajian antropologi terapan, dituntut harus memperlihatkan bagaimana konsep teoritis diterapkan secara empiris ke dalam kenyataan sosiokultural, yang pada gilirannya analisis empiris ini akan berguna untuk keperluan praktis dan sekaligus memberikan umpan balik bagi pengembangan teori dan konsep antropologi. Dalam antropologi terapan, teori dan praksis akan saling memperkuat secara dialektis.
BIDANG STUDI ANTROPOLOGI TERAPAN Ada berbagai macam cara antropologi melihat dan membagi kategori bidang antropologi terapan, beberapa diantaranya: 1. Podolefsky & Brown. Secara garis besar mereka membagi tugas kerja antropologi terapan ke dalam empat kategori bidang: (a) Kerja-kerja penelitian di mana terkandung baik sifat antropologi abstrak maupun antropologi terapan. Contohnya adalah kajian Podolefsky sendiri tentang faktor-faktor yang menyebabkan perang antar suku di Papua New Guinea. Dari sudut antropologi abstrak, kajian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguji teori-teori cultural materialistist dan macrosociology ke dalam fakta empiris yang muncul di kalangan suku-suku bangsa asli di provinsi Simbu, di pegunungan Papua New Guinea. Sedangkan dari sudut antopolo- gi terapan, kajian ini dapat memberikan insight yang lebih mendalam kepada para pengambil keputusan tentang masalah perang antar- suku, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dan program untuk menolong menghentikan perang antarsuku di kawasan tersebut.
Lanjutan Antropolog bekerja sebagai konsultan untuk instansi pemerintah atau perusahaan swasta yang memerlukan pengetahuan sosiokultural yang mendalam dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh client tersebut. Dalam hal ini sang antropolog berperan sebagai cultural broker, mediator, atau penasihat yang memperantarai dua pihak yang bertentangan. Pada masa kini kita mendengar banyaknya konflik antra perusahaan-perusahaan besar dengan penduduk desa sekitarnya. Dengan pengetahuan yang mendalam tetang masyarakat desa tertentu, seorang antropolog dapat memberikan pemikiran untuk mencari jalan keluar dari konflik tersebut. Contoh: Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia meminta antropolog untuk menjembatani perusahaan HPH dengan masyarakat desa disekitarnmya (Marzali, 1997).
Lanjutan (d) Implementasi program pembangunan. Di tempat-tempat tertentu dalam bidang- bidang tertentu, beberapa ahli antropologi sudah dapat mengembangkan pengetahu- an yang mendalam, sedemikian rupa, sehingga mereka mampu mengelola suatu proyek pembangunan.
Lanjutan John van Willgen (1986) dalam bukunya “Applied Anthropoloy”, pembagian bidang antropologi terapan adalah seperti di bawah ini: (A) Intervention Anthropology. (a) Action Anthropology (b) Research and Development Anthropology (c) Community Development (d) Advokasi Anthropology (e) Cultural Brokerage
Lanjutan B. Policy Research (a) Social Impact Assessment (b) Evaluation Research (c) Technology Development Research (d) Cultural Resources Assessment (f ) Social Resources Analysis
Lanjutan Robert M.Wulff & Shirley J.Fiske (1991) dalam bukunya “Anthropological Praxis: Translating Knowledge into Action”, menyajikan berbagai tulisan antropolog yang telah berkiprah dalam berbagai proyek-proyek pembangunan yang bersifat problem solving. Dalam buku ini diperlihatkan bagaimana antropolog mampu bekerja dalam seluruh tahap kerja proyek pembangunan, mulai dari tahap: (1) meneliti, mencari dan menentukan kebutuhan masyarakat, (2) memformulasikan kebijakan dan memilih alternatif solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat tersebut, (3) merencanakan dan melaksanakan proyek sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan, sampai ke (4) menilai hasil kerja proyek melalui riset evaluasi.
Lanjutan Dapat disimpulkan bahwa antropologi terapan mengarah pada community development dan action anthropology. Seorang antropolog terapan harus mampu melakukan tugas: (a) program or project identification, (b) preparation, (c) appraisal, dan (d) implementation sehingga mampu berpartisipasi dalam setiap tahap proyek pembangunan.
Lanjutan Untuk menjadi seorang ahli antropologi terapan orang dituntut untuk berani melawan idiologi arus utama (main stream) dalam ilmu antropologi, yaitu ”cultural relativism” (relativisme kultural). Selama ini antropologi secara umum telah berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu yang dominan bersifat basic science, yang tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan teori dan konsep antropologi. Antropologi adalah kajian tentang manusia dalam segala aspeknya. Khususnya antropologi sosiokultural belajar tentang ”budaya orang lain” (other cultures) dalam segala aspek kemanusiaannya agar dari hasil kajian tersebut mereka bisa bercarmin tentang siapa diri mereka (Kluckhohn, 1949:11).
Lanjutan Mereka belajar tentang point of few, tentang weltanschauung, tentang belief, tentang cultural values dari bangsa lain. Menurut sudut pandang bangsa tersebut, agar mereka bisa memahami bangsa tersebut secara sesungguhnya, dan dengan demikian mereka dapat berkomunikasi dengan bangsa tersebut, dan seterusnya dapat memperluas dan mengembangkan wawasan wacana kemanusiaan (Geertz 1973: 13-16).
Lanjutan Orang antropologi abstrak tidak menilai kultur dari suatu bangsa atau suku bangsa menurut tolok ukur bangsa lain. Orang antropologi anti terhadap ethnocentrism (etnosentrisme). Ini adalah sebuah dosa. Menurut relativisme kultur setiap bangsa mempunyai nilai dan keunikan kultural sendiri, dan itu harus dihargai. (Shweder 2000: 161). Sebaliknya, dalam antropologi terapan orang harus berani mengambil posisi, menentukan nilai. Client dari seorang antropologi terapan memerlukan saran-saran tentang kebijakan dan rencana tindakan (action plan). Rekomendasi yang seperti itu tentu didasarkan atas pilihan nilai, mana yang baik dan mana yang buruk. Mana masyarakat yang maju, mana yang kurang maju.
Lanjutan Orang antropologi tidak terbiasa dengan kerja seperti itu. Ahli antropologi biasanya menolak untuk berkomitmen dengan nilai-nilai di luar metode keilmuan. Bagi antropologi abstrak ”to offer advice is to identify oneself with social policy and hence to compromise one’s scientific position”, dan ini berarti merendahkan status ahli antropologi tersebut (Little 1963: 363).
Lanjutan Jadi, karena itu memasuki ke bidang antropologi terapan adalah sebuah tantangan. Tantangan dari luar, yaitu dari para client yang mengharapkan rekomendasi kebijakan yang penuh muatan nilai, dan tantangan dari kalangan dalam antropologi sendiri yang mengharapkan pengembangan teori dan konsep tanpa muatan nilai kecuali nilai ilmiah. Dikatakan oleh Rapoport: ”To develop an understanding of this process of translating scientific knowledge in a value-neutral framework into specific action implications is, therefore, a crucial arising in applied anthropology cources” (Rapoport 1963: 340-41).
Lanjutan Sejatinya,antropologi terapan, lawan dari antropologi murni atau antropologi abstrak, bukanlah satu hal yang baru dalam perkembangan ilmu antropologi. Bahkan bidang ini adalah sama tuanya dengan ilmu antropologi itu sendiri, karena normalnya, seperti kata Compte: ”science is born of practical necessites” (dikutip dalam Bestide 1973 [1971]: 1). Sosiologi misalnya, lahir dan berkembang sebagai satu hasil dari krisis Eropa tahun 1789. Ketika itu filsafat sosial gagal menyelesaikan berbagai masalah sosial yang dihadapi masyarakat Eropa, dan positivisme memerlukan satu ilmu baru, ilmu itu kemudian bernama sosiologi. Karena itu kelahiran antropologi sebagai satu disiplin ilmu sekitar 1870-an, lalu berkembang dengan pesat satelah tahun 1920-an, adalah juga terdorong oleh keperluan praktis tertentu. Keperluan praktis tersebut adalah mengemban beban bangsa kulit putih untuk membawa bangsa primitif terjajah kedunia beradab sebagamana yang telah dinikmatinya agar tetap bisa menjajah mereka.
Tugas Antropolog Indonesia Tugas dari kaum intelektual Indonesia adalah membawa saudara mereka yang masih tertinggal untuk bergerak ke depan mengalkulturasikan kultur kemajuan yang dicapai dunia luar. Masalah kultural bukanlah semata-mata urusan orang akademik di menara universitas, tetapi juga masalah negara dan bangsa. Masalah kultural adalah juga masalah politik, masalah kebijakan, masalah praksis, masalah pembangunan bangsa. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 dengan jelas menegaskan hal itu, ”Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Kewajiban antropolog Indonesia Salah satu kewajiban dari antropolog Indonesia adalah membawa kelompok-kelompok bangsa primitif Indonesia ke dunia kemajuan seperti yang sudah dinikmati oleh sebagian orang Indonesia yang lain pada masa itu. Persis seperti beban bangsa kulit putih terhadap bangsa primitif dunia.Yang hilang adalah sifat kolonialismenya. Golongan orang Indonesia yang maju tentunya bukanlah kolonialis bagi bangsanya sendiri yang belum maju. Jika tugas tersebut memang merupakan satu beban, antropolog terapan harus berani menilai mana yang baik dan mana yang buruk, mana budaya yang maju, dan mana budaya yang terbelakang untuk kepentingan kemajuan bangsa dan kemajuan kemanusiaan secara umum.
TERIMA KASIH