SOCIAL CONTROL Heru Susetyo
Teori kontrol sosial tertarik pada pertanyaan mengapa sebagian orang taat pada norma. Mengapa orang taat pada norma di tengah banyaknya godaan dan cobaan. Karena mereka mengikuti hukum sebagai respon atas kekuatan-kekuatan pengontrol tertentu dalam kehidupan mereka. Mereka menjadi kriminal ketika kekuatan-kekuatan yang mengontrol tersebut lemah atau hilang.
Teori kontrol sosial memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi2 yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan2 masyarakat.
Konsep kontrol sosial lahir pada peralihan abad dua puluh dalam satu volume buku E.A. Ross (American Sociologist), menurutnya, sistem keyakinan-lah (dibanding hukum2 tertentu) yang membimbing apa yang dilakukan orang2 dan yang secara universal mengontrol tingkah laku, tidak peduli apa pun bentuk keyakinan yang dipilih.
Kontrol sosial telah dikonseptualisasi sebagai : “all encompassing, representing practically any phenomenon that leads to conformity to norms.
Sistem formal untuk mengontrol kelompok2 Sistem hukum, undang-undang dan penegak hukum. Kelompok2 kekuatan di masyarakat. Arahan-arahan sosial dan ekonomi dari pemerintah atau kelompok swasta. Jenis-jenis kontrol ini dapat menjadi positif maupun negatif.
Teori-teori kontrol sosial Social bonds (Travis Hirschi) ; empat social bonds yang mendorong socialization (sosialisasi) dan conformity (penyesuaian diri) yaitu : attachment, commitment, involvement dan belief. “the stronger these bonds, the less likelihood of delinquency”
2. Gotfredson dan Hirschi (self control theory) : Self control, yang terpendam pada awal kehidupan seseorang menentukan siapa yang jatuh menjadi pelaku kejahatan. Maka, kontrol merupakan suatu keadaan internal yang permanen dibanding hasil dari perjalanan faktor sosiologis.
David Matza (techniques of netralization): pelaku delinquency mengembangkan teknik-teknik netralisasi untuk merasionalisasi tindakan-tindakan mereka : Denial of responsibility Denial of injury Denial of the victim Condemnation of condemner Appeal to higher loyalties
Albert J. Reiss (Personal and social control), delinquency adalah hasil dari : A failure to internalize socially accepted and prescribed norms of behavior A breakdown of internal control A lack of social rules that prescribes behavior in the family, the school and other important social groups.
Personal control : the ability of the individual to refrain from meeting needs in ways which conflict with the norms and rules of the community Social control : the ability of social groups or institutions to make norms or rules effective
Walter C. Reckless (containment theory) Menjelaskan mengapa di tengah berbagai dorongan dan tarikan2 kriminogenik yang beraneka macam, apapun itu bentuknya, conformity (penerimaan pada norma) tetaplah menjadi sikap yang umum. Untuk melakukan delinquency mempersyaratkan individu memecahkan atau menerobos suatu kombinasi dari outer containment dan inner containment yang bersama-sama cenderung mengisolasi seseorang baik dari dorongan ataupun tarikan itu.
Teori-teori lain Labeling theory Para kriminal bukan sebagai orang yang bersifat jahat yang terlibat dalam perbuatan2 bersifat salah tetapi mereka adalah individu2 yang sebelumnya pernah berstatus jahat sebagai pemberian sistem peradilan pidana maupun masyarakat secara luas.
Teori konflik Pertarungan untuk kekuasaan merupakan suatu gambaran dasar eksistensi manusia. Berbagai kelompok kepentingan berusaha mengontrol pembuatan dan penegakan hukum Mempertanyakan eksistensi dari sistem itu sendiri Hukum itu “do not exist for the collective good” melainkan “represent the interest of specific groups that have the power to get them enacted”
Teori Radical/ critical Hukum diciptakan oleh yang berkuasa untuk melindungi kepentingan-kepentingannya. Hanya ada satu segmen yang mendominasi yaitu the capitalist ruling class yang menggunakan hukum pidana untuk memaksakan moralitasnya kepada semua orang di luar mereka.