Dakon Permainan dakon adalah salah satu permainan tradisional masyarakat Jawa. Di luar Jawa, permainan ini lebih dikenal dengan nama congklak. Di Lampung permainan ini lebih dikenal dengan nama dentuman lamban. Sedangkan di Sulawesi permainan ini lebih dikenal dengan nama Mokaotan, Maggaleceng, Aggalacang, dan Nogarata. Permainan dakon dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan ini mereka menggunakan papan yang dinamakan papan dakon dan 98 (14 x 7) buah biji yang dinamakan biji dakon atau buah dakon. Papan dakon terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan dakon terdapat 16 buah lubang yang terdiri atas 14 lubang kecil yang saling berhadapan dan 2 lubang besar di kedua sisinya. Setiap 7 lubang kecil di sisi pemain dan lubang besar di sisi kanannya dianggap sebagai milik sang pemain. Pada awal permainan setiap lubang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang pemain saling berhadapan. Salah seorang yang memulai, dapat memilih lubang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lubang di sebelah kanannya dan seterusnya. Bila biji habis di lubang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bila habis di lubang besar miliknya, maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lubang kecil di sisinya. Bila habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lubang kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa. Permainan dianggap selesai bila sudah tidak ada biji lagi yang dapat diambil (seluruh biji ada di lubang besar kedua pemain). Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak. Umumnya permainan dakon pada zaman dahulu dilakukan di pendapa, beranda rumah, atau di bawah pohon yang rindang dengan terlebih dulu menggelar tikar. Untuk memulai permainan yang melibatkan dua orang ini, keduanya akan mengundi atau ping sut untuk menentukan siapa yang bermain terlebih dahulu. Pada masa lalu, permainan ini sangat lazim dimainkan oleh anak-anak bahkan remaja wanita. Tidak ada yang tahu mengapa permainan ini identik dengan dunia wanita. Menurut beberapa pendapat, permainan ini identik atau berhubungan erat dengan wanita karena permainan ini berhubungan dengan manajemen atau pengelolaan keuangan. Pada masa lalu (bahkan hingga kini) kaum hawa disadari atau tidak berperanan penting dalam pengelolaan keuangan rumah tangga. Dakon dianggap menjadi sarana pelatihan terhadap pengelolaan atau manajemen keuangan tersebut. Pada saat ini permainan dakon ini boleh dikatakan jarang dimainkan. Anak-anak putri sekarang lebih tertarik untuk melihat sinetron, atau bermain game. Permainan dakon barangkali dianggap telah kuno atau ketinggalan zaman. Padahal dengan memainkan permainan tradisional ini, menyebabkan anak-anak berinteraksi langsung dengan kondisi perasaan kawan mainnya, maka dalam perkembangannya mereka menjadi generasi yang penuh tepo sliro. Selain itu, secara psikologis, dengan memainkan permainan tradisional ini, dapat mendekatkan diri si anak dengan alam sekitarnya dan Tuhan. Sebagai bangsa yang memiliki beraneka ragam adat istiadat termasuk dalam hal permainan, maka sebagai generasi penerusnya kita harus tetap menjaga serta melestarikan warisan budaya ini kepada anak cucu kita. Jaga terus warisan budaya dari nenek moyang kita demi Indonesia Tercinta.