KEADILAN ISLAM
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 8 1. FAUZIA RAHMA ULINUCHA (3401415041) 2. NUR ROKHMAT (3401415042) 3. NINDY
ADIL DALAM BERINTERAKSI DENGAN ANGGOTA KELUARGA 2 1 ADIL DALAM BERINTERAKSI DENGAN ANGGOTA KELUARGA 2 ADIL TERHADAP SESAMA MUSLIM 3 ADIL TERHADAP SESAMA MANUSIA 4 ADIL DALAM BERINTERAKSI DENGAN MAKHLUK ALLAH YANG LAIN
1. ADIL DALAM BERINTERAKSI DENGAN ANGGOTA KELUARGA Misalnya : Seorang Ayah yang bekerja dari pagi sampai sore. Sepintas kerja keras seorang Ayah tersebut adalah untuk kebaikan keluarga itu sendiri, namun tanpa disadari sesungguhnya telah terjadi ketidakadilan dalam berinteraksi dengan anggota keluarga.
Dalam hal pendidikan, terkadang semangat untuk melihat anak-anaknya sukses dalam dunianya, menjadikan sebagian orang tua lupa akan usaha-usaha kesuksesannya di dunia mendatang, yaitu akhirat.
Rasulullah secara khusus menegaskan : “Sungguh bagi keluargamu memiliki hak atas dirimu” (HR. Bukhari)
2. ADIL TERHADAP SESAMA MUSLIM Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa : Tujuan Jika ada 2 kelompok muslim bertikai Diupayakan perbaikan/ rekonsiliasi Maka Jika dalam prosesnya, salah satu dari keduanya berbuat zalim (baghy) Maka kelompok tersebut harus diperangi Maka Agar kembali ke jalan Allah SWT (kebenaran) Maka sekali lagi didamaikan diantara keduanya dengan “ukuran adil” yang sangat dan ekstra hati-hati (wa aqshituu) Jika telah sadar, dan ingin berbuat secara adil Maka
Al-Qur’an menyinggung sejak awal exitensi masyarakat Muslim sekalipun bahwa suatu hari pada suatu tempat akan terjadi “benturan-benturan” di antara kaum Muslimin (iqtataluu). Kata iqtataluu menggambarkan bahwa benturan ini wujudnya “ramai”, berkali- kali, sering kejadiannya.
Untuk itu, diperlukan pihak ketiga dari kalangan umat sendiri (bukan orang luar) untuk mengupayakan rekonsiliasi di antara kedua kelompok yang bertikai.
Mengapa rekonsiliator harus dari kalangan umat sendiri ? Karena mustahil kita mengharapkan keadilan dari siapa yang tidak mengenal apa dan bagaimana keinginan orang-orang Islam itu dari kalangan luar. Dalam upaya melakukan rekonsiliasi tentu punya agenda dan kepentingannya sendiri
3. ADIL TERHADAP SESAMA MANUSIA Keadilan Islam tidak mengenal pembatas, kecuali pembatas kebenaran dan kebathilan. Ukuran kebenaran ditegakkan diatas asas kebenaran. Kalau ternyata dalam sebuah kasus, kebenaran adalah milik non muslim, maka Islam wajib memberikan kepadanya hak tersebut.
4. Adil dalam berinteraksi dengan mahkluk allah yang lain Perilaku zalim yang dilakukan manusia seringkali juga dialami oleh makhluk-makhluk Allah yang lain, termasuk hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun lingkungan hidup. Kebuasan dan kerakusan dalam mengumpulkan keuntungan materi, dan atas nama kemakmuran dan kesejahteraan, justru menimbulkan berbagai “ketidak adilan” dalam kehidupan.
Banyak jenis hewan yang mengalami keterputusan jenis, hutan dan pohon ditebang secara liar, polusi udah semakin menjadi-jadi, yang pada akhirnya manusia jugalah yang menanggung akibatnya. Untuk itulah, dalam Islam diajarkan berbagai metode untuk menjaga keseimbangan/keadilan di alam semesta.
Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah : “Akankah kita mendapat pahala karena menyelamatkan semut-semut itu?” Beliau menjawab : “Pada semua makhluk hidup ada pahala yang dapat diraih”. (HR. Bukhari)
kesimpulan Kata Rasulullah : “Sesungguhnya kaum sebelum kamu hancur, karena jika yang melakukan kesalahan adalah yang lemah maka hukum ditegakkan, namun jika yang melakukannya adalah para elit dan yang berkuasa, maka mereka dibiarkan saja”. (HR. Bukhari) Maka Rasulullah SAW ingin membuktikan dengan ucapannya : “Kalaulah seandainya Fathimah, putri Muhammad, mencuri maka akan kupotong tangannya”. (HR. Bukhari)
Inilah keadilan Islam, keadilan yang harus ditegakkan walau itu menyentuh langsung interest pribadi, keluarga, kerabat dan teman, serta mereka yang dianggap memiliki kelebihan-kelebihan status sosial. Keadilan Islam, sekali lagi, hanya mengenal satu “ukuran”, yaitu ukuran kebenaran dan kesalahan.
Dari seluruh keterangan diatas, Islam pada dasarnya menuju upaya menciptakan masyarakat tauhidi, yaitu suatu tatanan kemasyarakatan yang berdasarkan kepada nilai-nilai “TauhiduLLah” serta bermuara kepada terciptanya masyarakat madani egaliter, terlepas dari berbagai perbudakan termasuk perbudakan terhadap hawa nafsu sendiri, lingkungan masyarakat, orang lain dan yang terpenting, perbudakan dalam keyakinan dan peribadatan selain kepada Yang Maha Ma’buud, yaitu Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA Elmubarok, Zaim dkk.2015.Islam Rahmatan Lil’ Alamin.Semarang: UPT UNNES Press
TERIMAKASIH