MENYOAL SASTRA MARGINAL : Hasil Pertemuan Ilmiah Nasional Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (Hiski) Vii. Editor : Ibnu Wahyudi A. Pengantar Buku ini merupakan kumpulan 18 (delapan belas) makalah yang ditulis pembicara pada pertemuan ilmiah nasional HISKI di PPPG Bogor dan diterbitkan menjadi buku pada tahun 2004.
Pokok-pokok bahasan yang dikemukakan adalah: Kedudukan dan peranan sastra marginal pada di masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang; 2) Sastra marginal dan industrialisasi; 3) Sastra marginal sebagai sastra alternatif, dan 4) Sastra marginal sebagai sastra majemuk
2. Garis Besar Isi Makalah 1) “Kemungkinan Kebangkitan Penerbitan Kembali Roman “Panglipur Wuyung” Menyongsong Masyarakat Industri” oleh Adi Triyono karya sastra populer memiliki ciri-ciri: (1) sederhana, tanpa kerumitan, (2) dikuasai oleh sistem bintang (star system), (3) menampilkan petualangan tokoh untuk menciptakan kebaruan dan menarik perhatian pembaca, (4) mengharamkan adanya makna ganda, (5)menenggelamkan diri dalam kenangan lama, (6)seni pelarian dari kesulitan hidup, dan (7) dikemas untuk layak dijual. Roman panglipur wuyung sebagai strategi untuk membangkitkan kembali sastra Jawa
2) “Sastra yang marginal atau marginalitas dalam Sastra” oleh Agung Prasaja. Marginalitas pengarang pada dasarnya adalah proses kreatif mereka dalam menembus pasar sastra kanon. Perjuangan ini berangkat dari masalah kebutuhan dan status peran; seorang pengarang dapat dapat dimasukkan dalam kerangka sastra marginal. Proses kreatif awal dari seorang pengarang tidak menjamin dirinya untuk bisa memasuki patokan kanon yang ditetapkan para kritikus dan pembaca. Sastra marginal dalam konteks ini merupakan dampak yang tercipta "secara kasar", dalam sudut pandang ekonomi, menganggap bahwa sastra marginal muncul karena pengarang dituntut oleh kebutuhan untuk mengelola pernyataan material dan merefleksikannya pada model penarasian tokoh-tokohnya.
3) “Marginalitas sebagai Fiksi” oleh Ariel Heryanto Posisi kesusastraan (fiksi) menjadi marginal, sementara sentralnya adalah proyek pertumbuhan ekonomi dan pembinaan stabilitas politik serta keamanan. Apa yang menjadi sentral tersebut sebenarnya masih menjadi “seolah-olah”, belum ada kepastian seperti misal seolah-olah sudah maju, seolah-olah hukum sudah tegak, Dunia seolah-olah menurut seperti dunia fiksi. seharusnya sastra tidak dalam posisi marginal.
Peran sastra tidak seharusnya marginal dengan mengemukakan dua tokoh yang memiliki karya monumental, yaitu Clifford Geertz dan Benedict Anderson. Karya tokoh tersebut menjadi bahan bacaan wajib para akademisi di berbagai universitas sejak tahun-tahun pertama kuliah. karya kedua tokoh tersebut sedikit banyak mengambil buah dari pemahaman yang sangat mendalam tentang seluk-beluk sastra.
4) “Memanusiakan Sastra Marginal lewat Pembelajaran Sastra” oleh B. Rahmanto. 1) Usaha untuk mencari pengertian “sastra marginal” atau “sastra pinggiran” sebenarnya sia-sia saat mencari arti sastra, 2) Sastra marginal jelas ada, hanya bagaimana peneliti sastra dan pengajar sastra memanfaatkannya, 3) Contoh pemanfaatan karya sastra marginal yang berbentuk terjemahan dengan pertimbangan popularitasnya, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan minat baca secara variatif dan mendalam, dan 4) Membuka kemungkinan bahan menjadi sangat luas dan bervariasi setiap tahunnya.
5) “Sastra Marginal:Sastra Potensial” oleh Clara Evi Candrayuli Citraningtyas Taktik penulis yang dianggap “marginal”, untuk menggoyahkan dan melemahkan kedudukan kelompok dominan yang mencap mereka. Contoh karya dimaksud seperti Beloved (1987) yang ditulis Toni Morison. 6) Sastra Marginal:Masa Lampau, Masa Kini, dan Masa Mendatang” oleh H. Ahmad Samin Samin Siregar. 1) pengertian sastra marginal, 2) sastra marginal pada masa lampau, 3) masa kini, dan 4) masa mendatang. 7) “Mempertimbangkan Sastra Marginal dari Kajian Penelitian” oleh I. Kuntara Wiryamartana. “Marginal” sebagai wilayah batas atau wilayah pinggir yang meliputi: tempat, status sosial, kekuasaan, kekayaan, kelompok etnis, keterpelajaran, dan sebagainya. .
Dalam sastra, dapat terjadi karya dari wilayah, lingkungan sosial, bahasa, atau genre tertentu sengaja atau tidak sengaja terabaikan atau dipandang rendah oleh penikmat, peneliti, pengajar atau tertentu, dan pemihakan atas dasar paham, estetis, didaktis bahkan ideologis. 8) Macapat: Sastra Marginal yang Perlu Dipedulikan” oleh Imam Budi Utomo. 9) “Telaah Novel Homebase Karya Shawn Wong:Alternatif Membaca Narasi Sejarah Versi Kaumk Minoritas” oleh L. Sophia Yulianti. 10) “Marginalitas sebagai Sebuah Retorika dan Strategi: Sebuah Refleksi” oleh Melani Budianta. 1) Marginalitas:batasan sebuah perbatasan, 2) Sifat-sifat marginalitas, 3) Marginalitas dalam retorika sastra pedalaman, 4) Marginalitas sebagai Identitas, 5) Marginalitas sebagai Strategi, dan 6) Marginalitas dan kritik sastra. .
. 11) “Masyarakat Marginal dan Sastra Indonesia” oleh Mursal Esten. 1) Masyarakat Indonesia: masyarakat baru yang marginal, 2) Sastra Indonesia: sastra baru yang marginal. 12) “Sastra Frankofon:Sastra Marginal Dunia” oleh Kusuma Sumantri Zaimar. 13) Sastra Marginal dalam Peta Sejarah Kesusastraan di Indonesia” oleh Puji Santoso. 1) Kriteria penentuan sastra marginal, 2) Sastra marginal dalam lintasan sejarah (masa perkembangan dan keemasan). Ccontoh pengarang terkenal yang karya-karyanya selalu memenuhi rak-rak buku persewaan adalah karya-karya SH Mintardja (Api di Bukit Menoreh dan Keris Nagasasra & Sabuk Inten). menyayangkan belum adanya peneliti atau kritikus sastra yang membicarakan secara serius dan mendalam ragam sastra marginal yang berbentuk cerita silat ini.
14) “Kondisi Produksi dan Distribusi Novel Hiburan Indonesia Tahun 1980-1990” oleh Redyanto Noor. 15) “Dari Marginal ke Mainstream: Perkembangan Penulis Wanita di Amerika” oleh Soenarjati Djayanegara. 16) “Sastra Marginal dalam Kesusasttraan Australia” oleh Supriatnoko. 17) “Sastra Marginal:Antara Paradigma Akademik dan Realitas Sosial” oleh Suryadi. 18) “Dunia Sastra dan Pasar” oleh Th. Sri Rahayu Prihatmi .
B. Konstribusi Konsep sastra marginal, yaitu bahwa marginalitas pengarang pada dasarnya adalah proses kreatif mereka dalam menembus pasar sastra kanon(Agung Prasaja). Selain itu, kriteria marginal juga bisa karena alasan politis (Puji Santoso). Kriteria politis bisa berwujud sikap elite sastra yang meminggirkan, melecehkan, dan mengabaikan karya sastra tertentu. Bentuk sastra marginal yang pernah ada dalam sejarah sastra di Indonesia adalah 1) sastra peranakan Cina, 2) sastra Medan, 3) sastra majalah, 4) cerita silat, 5) puisi mbeling, 6) puisi kontemporer, 7) sastra warna lokal, dan 8) sastra Tegal. 3) Karya-karya SH Mintardja (Api di Bukit Menoreh dan Keris Nagasasra & Sabuk Inten) sebagai karya yang perlu diteliti. .
TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA !