Teori-teori dalam Komunikasi Antarpribadi Oleh: Reza Praditya Yudha, M.I.Kom
1. TEORI PENGUNGKAPAN DIRI (SELF DISCLOSURE oleh Morton) Pengungkapan diri : kegiatan membagi perasaan dan informasi akrab dengan orang lain. Informasi tersebut bersifat deskriptif atau evaluatif. Pengungkapan diri kadang menimbulkan bahaya. Menurut Devito (1992) hal-hal yang perlu dipertimbangkan misalnya : a. Motivasi melakukan pengungkapan diri b. Kesesuaian dalam pengungkapan diri. c. Timbal balik dan orang lain.
FUNGSI-FUNGSI Menurut Derlega dan Grzelak ada lima fungsi pengungkapan diri, yaitu : a. Ekspresi (expression) b. Penjernihan diri (self-clarification) c. Keabsahan sosial (sosial validation) d. Kendali sosial (social control) e. Perkembangan hubungan (relationship development)
2. TEORI PENETRASI SOSIAL (Irwin Altman dan Dalmas Taylor)
Membahas proses komunikasi interpersonal Membahas proses komunikasi interpersonal. Dalam proses berhubungan dengan orang lain, terjadi berbagai proses gradual, di mana terjadi semacam proses adaptasi. Pada hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian. Kedalaman & keluasan hubungan adalah penting. Dalam beberapa hal pribadi, kita bisa sangat terbuka kepada orang tertentu. Aksioma Teori Penetrasi Sosial : (1), Kita lebih sering & lebih cepat akrab dalam pertukaran lapisan terluar (2). Self disclosure bersifat resiprokal, utamanya di awal hubungan (3). Penetrasi cepat di awa, tetapi keakraban membutuhkan proses panjang (4). Depenetrasi adalah proses bertahap dengan semakin memudar.
Lapisan perkenalan menurut Altman dan Taylor : 1 Lapisan perkenalan menurut Altman dan Taylor : 1. Lapisan terluar seseorang adalah bagaimana seseorang tampak di depan publik 2. Kedua, adalah hal terkait dengan selera seseorang, misalnya selera berpakaian. 3. Lapisan ketiga adalah hal yang terkait dengan cita-cita dan aspirasi seseorang. 4. Lapisan keempat adalah hal yang berkaitan dengan kepercayaan atau agama. 5. Lapisan kelima adalah kekawatiran dan fantasi seseorang. 6. Lapisan keenam adalah konsep diri seseorang
3. TEORI NEGOSIASI TATAP MUKA (Ting Toomey)
PENGERTIAN TEORI NEGOSIASI TATAP MUKA Teori yang eksplisit mengakui, orang dari budaya berbeda memiliki bermacam pikiran atas “muka“ orang lain. Pemikiran ini menyebabkan mereka menghadapi konflik dengan cara yang berbeda. Face adalah perpanjangan dari konsep diri seseorang. Menurut David Ho, face dapat menjadi lebih penting di bandingkan kehidupan itu sendiri. Erving Goffman mendeskripsikan face sebagai sesuatu yang di pertahankan, hilang, atau di perkuat. Toomey dan koleganya mengamati, face berkaitan dengan nilai diri positif dan memproyeksikan nilai dalam situasi interpersonal. Facework berkaitan dengan bagaimana orang membuat apa pun yang mereka lakukan konsisten dengan face mereka. Facework berorientasi pada self-face atau other-face. Te – Stop Lim dan John Bowers mengidentifikasi tiga jenis facework : kepekaan, solidaritas, pujian.
Manajemen Face dan Budaya ASUMSI TEORI NEGOSIASI TATAP MUKA : (1) Keyakinan bahwa individu di dalam semua budaya memiliki citra diri berbeda dan menegosiasikan citra terus menerus. (2) Terkait dengan konflik, akan dipandang sebagai penghinaan terhadap muka. Spesifikasi konflik terkait dengan budaya dan orientasi face.. (3) Facework sebagai reaksi atas konflik juga selalu memberi sebuah dampak pada face seseorang. Manajemen Face dan Budaya Dalam budaya individualistik, manajemen muka di lakukan secara terbuka, bahkan jika harus melakukan tawar - menawar. Budaya kolektivistik berkaitan dengan “kemampuan adaptasi dari citra presentasi diri“. Teori negosiasi tatap muka mempertimbangkan pula pengaruh budaya terhadap bagaimana konflik di kelola.
MENGELOLA KONFLIK MELINTASI BUDAYA Dimensi budaya individualistik – kolektivistik memengaruhi pemilihan gaya konflik. Gaya – gaya ini merujuk pada cara khas untuk mengatasi konflik melintasi berbagai perjumpaan komunikasi. Menghindar ( AV ) Menurut ( OB ) Berkompromi ( CO ) Mendominasi ( DO ) Mengintegrasi ( IN )
Ting – Toomey menyatakan terdapat beberapa hubungan antara gaya konflik dan persoalan muka / kebutuhan akan muka, yaitu : 1. Baik gaya manajemen AV maupun OB mencerminkan pendekatan pasif dalam menghadapi konflik. 2. Gaya CO menunjukkan kebutuhan muka bersama dengan menemukan jalan tengah dari sebuah konflik. 3. Gaya DO menunjukkan kebutuhan muka diri yang tinggi serta kebutuhan akan kontrol terhadap konflik, sementara gaya konflik IN mengindikasikan tingkat kebutuhan muka diri / muka lain dalam resolusi konflik.
4. TEORI PERTUKARAN SOSIAL John Thibaut dan Harlod Kelley (1959), George Homans (1961), Richard Emerson (1962), Peter Blau (1964).
Seperti transaksi dagang, individu sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama mendapatkan ganjaran, sebagai imbalan yang lebih besar dari pengorbanan. Perilaku hubungan dengan lingkungan saling mempengaruhi (resiprokal) dan menguntungkan. Konsep Pokok : - Ganjaran adalah hal bernilai positif dari hubungan.Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan. Biaya adalah hal negatif dari hubungan berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, atau keruntuhan harga diri. Sedang laba adalah ganjaran dikurangi biaya yang biasa dibandingkan dengan pengalaman. Proposisi Homans (1974) : ”Semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi “.
5. TEORI PELANGGARAN HARAPAN
Hubungan Ruang Ilmu yang mempelajari penggunaan ruang seseorang (proxemics) Hubungan ruang yang dimaksud di sini adalah ruang personal (personal space) yang menunjukkan jarak dalam berhadapan dengan orang lain. Ruang personal tidak kelihatan dan dapat berubah-ubah Teori Pelanggaran Harapan menunjukkan bagaimana pesan ditampilkan dan jenis perilaku di pilih dalam interaksi Dalam interaksi, penting untuk memperhatikan perbedaan-perbedaan berdasarkan pengetahuan, sejarah hubungan, dan observasi. Asumsi : Harapan mendorong terjadinya interaksi antar manusia Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari 3. Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal
Zona Proksemik : Jarak intim (0-18 inci) Jarak personal (18 inci-4 kaki) 3. Jarak sosial (4-12 kaki) Jarak publik (lebih dari 12 kaki) Teritori (Kepemilikan seseorang terhadap suatu area atau benda) : Wilayah Primer (primary territories) Wilayah Sekunder (secondary territories) Wilayah publik (public territories)
Interaksi Harapan Harapan (Expectancy) Pemikiran dan perilaku yang di antisipasi & disetujui dalam interaksi, baik (verbal & non- verbal) Harapan dipengaruhi oleh : Faktor Individual Komunikator Gender, Kepribadian, Usia, Penampilan, Reputasi Faktor Relasional Latar belakang hubungan, Perbedaan status, Tingkat ketertarikan Faktor Konteks Formalitas/Informalitas, Fungsi tugas/sosial, Batasan lingkungan, Norma-norma Budaya Burgoon Harapan adalah hasil dari norma-norma sosial, stereotip, rumor & sifat idiosinkratik komunikator Burgoon & Hale (1988) 2 Jenis Harapan: Prainteraksional (Pre- interactional expectation) : Pengetahuan dan keahilan interaksional komunikator Interaksional (Interactional expectation) : Kemampuan individu dalam berinteraksi
VALENSI PENGHARGAAN KOMUNIKATOR (Communicator Reward Valence) Valensi adalah jumlah dari karakteristik-karakteristik positif dan negatif; & potensi untuk memberikan penghargaan atau hukuman. Ketika terjadi penyimpangan, penerimaan seseorang tergantung potensi penghargaan dari komunikator terhadap komunikan Valensi Pelanggaran (Violation) berdasarkan penilaian positif atau negatif dari sebuah perilaku yang tidak terduga. Batas Ancaman (Threat Threshold) Begitu rangsangan timbul, ancaman akan timbul. Batas ancaman adalah jarak dimana orang yang berinteraksi mengalami ketidaknyamanan fisik dan fisiologis dengan kehadiran orang lain atau singkatnya, toleransi bagi pelanggar jarak.
RANGSANGAN (Arousal) Rangsangan adalah minat atau perhatian yang meningkat ketika penyimpangan harapan terjadi. Setiap penyimpangan memiliki “nilai rangsangan” dengan mekanisme tertentu untuk menghadapi penyimpangan tersebut Perhatian terhadap pesan berkurang, Perhatian terhadap sumber rangsangan bertambah (“ Kesiagaan Mental“) Rangsangan Kognitif (Cognitive Arousal) Perhatian terhadap pesan berkurang Perhatian terhadapan sumber rangsangan bertambah Disebut “Kesiagaan Mental” Rangsangan Fisik (Physical Arousal) Perubahan perilaku didalam tubuh
6. Teori Interaksionisme Simbolik
A. Sejarah Interaksi Simbolik George Herbert Mead dikenal sebagai pencetus awal Teori Interaksi Simbolik, sangat mengagumi kemampuan manusia untuk menggunakan symbol; dia menyatakan bahwa orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul di dalam sebuah situasi tertentu. Teori Interaksi Simbolik (Symbolic Interaction Theory-SI) menekankan pada hubungan antara symbol dan interaksi. Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) mengatakan bahwa interaksi simbolik adalah “pada intinya…sebuah kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lainnya, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana dunia ini; sebaliknya membentuk perilaku manusia” (hlm.136). Liska Belgrave (1984), SI berargumen bahwa masyarakat dibuat menjadi “nyata” oleh interaksi individu-individu, yang “hidup dan bekerja untuk membuat dunia social mereka bermakna” (hlm.253).
B. Tema dan Asumsi Teori Interaksi Simbolik Interaksi Simbolik didasarkan pad aide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas, akan dijelaskan secara detaik tema-tema teori ini dan, dalam prosesnya, dijelaskan pula kerangka asumsi teori ini. Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) telah mempelajari Teori Interaksi Simbolik yang berhubungan dengan kajian keluarga. Mereka mengatakan bahwa tujuh asumsi mendasari SI dan bahwa asumsi-asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar: 1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia 2. Pentingnya konsep mengenai diri 3. Hubungan antara individu dengan masyarakat
C. Pentingnya Makna Bagi Perilaku Manusia Teori Interaksi Simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat intrinsic terhadap apapun. Dibutuhkan konstruksi interpretif diantara orang-orang untuk menciptakan makna. Bahkan tujuan dari interaksi, menurut SI, adalah untuk menciptakan makna yang sama. Menurut Larossa dan Reitzes, tema ini mendukung tiga asumsi SI yang diambil dari karya Herbert Blumer (1969). Asumsi-asumsi ini adalah sebagai berikut: 1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka. 2. Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia. 3. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
D. Manusia Bertindak terhadap Manusia Lainnya Berdasarkan Makna yang Diberikan orang Lain kepada Mereka. Asumsi ini menjelaskna perilakua sebagai suatu rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respons orang berkaitan dengan rangsangan tersebut. Teoretikus SI seperti Herbert Blumer tertarik dengan makna yang ada di balik perilaku. Mereka mencari makna dengan mempelajari penjelasan psikologis dan sosiologis mengenai perilaku. Makna yang kita berikan pada symbol merupakan produk dari interaksi social dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada symbol tertentu pula.
E. Makna Diciptakan dalam Interaksi Antarmanusia Mead menekankan dasar intersubyektif dari makna. Makna dapat ada, menurut Mead hanya ketika orang-orang memiliki interpretasi yang sama mengenai symbol yang mereka pertukarkan dalam interaksi. Blumer (1969) menjelaskan bahwa terdapat tiga cara untuk menjelaskan asal sebuah makna.
F. Makna Dimodifikasi Melalui Proses Interpretif Blumer menyatakan bahwa proses interpretif ini memiliki dua langkah. Pertama, para pelaku menentukan benda-benda yang mempunyai makna. Blumer berargumen bahwa bagian dari proses ini berbeda dari pendekatan psikologis dan terdiri atas orang yang terlibat di dalam komunikasi dengan dirinya sendiri. Kedua, melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek, dan melakukan transformasi makna di dalam konteks di mana mereka berada. Ketiga, dalam proses interpreatasinya pemberian makna social yang sama dan relevan dan yang secara budaya dapat diterima.
G. Pentingnya Konsep Diri Konsep diri (self-concept), atau seperangkat persepsi yang relative stabil yang dipercaya orang mengenai dirinya sendiri. SI menggambarkan individu dengan diri yang aktif, didasarkan pada interaksi social dengan orang lainnya. Hal ini mempunyai dua asumsi menurut Larossa dan Reitzes: 1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain 2. Konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku
H. Individu Mengembangkan Konsep Diri Melalui Interaksi dengan Orang Lain Asumsi ini menyatakan bahwa kita membangun perasaan akan diri (sense of self) tidak selamanya melalui kontak dengan orang lain. Orang-orang tidak lahir dengan konsep diri; mereka belajar tentang diri mereka melalui interaksi. Menurut SI, bayi tidak mempunyai perasaan mengenai dirinya sendiri sebagai individu. Selama tahun pertama kehidupannya, anak-anak mulai untuk membedakan dirinya dari alam sekitarnya. Ini merupakan perkembangan paling awal dari konsep diri. SI menyatakan bahwa proses ini terus berlanjut melalui proses anak mempelajari bahasa dan kemampuan untuk memberikan respons kepada orang lain serta menginternalisasi umpan balik yang ia terima.
I. Konsep Diri Memberikan Motif Penting untuk Perilaku Pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting pada SI. Mead berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri. Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap. Penting juga bahwa Mead melihat diri sebagai sebuah proses, bukan struktur.
J. Hubungan antara Individu dan Masyarakat Tema yang terakhir berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan batasan social. Mead dan Blumer mengambil posisi di tengah untuk pertanyaan ini. Mereka mencoba untuk menjelaskan baik mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses social. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah sebagai berikut: -Orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan social -Struktur social dihasilkan melalui interaksi social
K. Orang dan Kelompok Dipengaruhi oleh Proses Sosial dan Budaya Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma social membatasi perilaku individu. Selain itu budaya secara kuat mempengaruhi perilaku dan sikap yang kita anggap penting dalam konsep diri. Pada banyak budaya Asia, kerjasama dan komunitas dihargai sangat tinggi, dan kolektivitas lebih penting daripada individual. Jadi, orang Asia yang melihat dirinya sebagai orang yang asertif mungkin akan merasa malu dengan konsep diri semacam itu.
L. Struktur Sosial Dihasilkan melalui Interaksi Sosial Asumsi ini menengahi posisi yang diambil oleh asumsi sebelumnya. SI mempertanyakan pandangan bahwa struktur social tidak berubah serta mengakui bahwa individu dapat memodifikasi situasi social. Ada 4 konsep penting dalam SI: 1. Pikiran Mead mendefinisikan pikiran (mind) sebaagi kemampuan untuk menggunakan symbol yang mempunyai makna social yang sama, dan Mead percaya bahwa manusia harus mengembangkan pikiran melalui interaksi dengan orang lain.
2. Diri Mead mendefinisikan diri(self) sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari perspektif orang lain. Mead mengemukakan cermin diri (looking glass self) atau kemampuan kita untuk melihat diri kita sendiri dalam pantulan dari pandangan orang lain. Menurut Cooley (1972) ada 3 prinsip pengembangan yang dihubungkan dengan cermin diri: a. Kita membayangkan bagaimana kita terlihat di mata orang lain, b. Kita membayangkan penilaian mereka mengenai penampilan kita c. Kita merasa tersakiti atau bangga berdasarkan perasaan pribadi ini.
3. Masyarakat Mead berargumen bahwa interaksi mengambil tempat di dalam sebuah struktur social yang dinamis-budaya, dan sebagainya. Individu-individu lahir ke dalam konteks social yang sudah ada. Mead mendefinisikan masyarakat (society) sebagai jejaring hubungan social yang diciptakan manusia. Individu-individu terlibat di dalam masyarakat melalui perilaku yang merasa pilih secara aktif dan sukarela. Jadi, masyarakat menggambarkan keterhubungan beberapa perangkat perilaku yang terus disesuaikan oleh individu-individu. Masyarakat ada sebelum individu tetapi juga diciptakan dan dibentuk oleh individu, dengan melakukan tindakan sejalan dengan orang lainnya (Forte, 2004). Masyarakat karenanya terdiri atas individu-individu, dan Mead berbicara mengenai dua bagian penting masyarakat yang mempengaruhi pikiran dan diri. Pemikiran Mead mengenai orang lain secara khusus (particular others) merujuk pada individu- individu dalam masyarakat yang signifikan bagi kita. Orang-orang ini biasanya adalah anggota keluarga, teman, dan kolega di tempat kerja serta supervisor. Kita melihat orang lain secara khusus tersebut untuk mendapatkan rasa penerimaan social dan rasa mengenai diri.