PEMBAHASAN, KESIMPULAN DAN SARAN BAB IX PEMBAHASAN, KESIMPULAN DAN SARAN
1. Hasil Analisis dan Pembahasan Dalam bab inilah hasil penelitian itu dianalisis, diinterpretasikan, dibahas, dan disimpulkan Hasil analisis bisa berupa tabel, grafik, hasil estimasi fungsi regresi, dan lain sebagainya Karakteristik atau profil responden (penelitian dengan menggunakan data primer) kadangkala juga dimasukkan kedalam bab ini terutama jika krakteristik responden tersebut merupakan bagian penting dari aspek yang dianalisis Have a look at these quotes and reflect on their import: The communications revolution is not in fact a revolution – rather it is an evolution and whereas the political revolution of old was an event that could be tagged (as for both France in 1789 and Russia in 1914), the communications evolution is a global even; it is a global event even though specific points of ignition may be precisely discernable. Jens J. Hansen, 1993 Well informed people know it is impossible to transmit the voice over wires. Even if it were, it would be of no practical value. Boston Post, 1865 When news of Alexander Graham Bell’s invention reached the United Kingdom, the chief engineer of the British Post Office failed to be impressed. ‘The Americans, ‘ he said loftily, ‘have need of the telephone – but we do not. We have plenty of messenger boys …’ … In contrast to the British engineer, the mayor of a certain American city was wildly enthusiastic. He thought the the telephone was a marvelous device and ventured this stunning prediction: ‘I can see the time,’ he said solemnly, ‘when every city will have one.’ Arthur C. Clarke in speech to UN on World Communications Day, May 17, 1983.
Konsistensi “Analisis Hasil dan Pembahasan“harus didasarkan pada prinsip konsistensi yakni bahwa setiap aspek yang dibahas harus merupakan hasil analisis sebagai output dari metode yang digunakan dalam rangka menjawab tujuan penelitian serta untuk membuktikan hipotesis yang diajukan.
Kaidah-kaidah (1) pembahasan hendaknya langsung pada hasil analisis (2) yang dibahas adalah “esensi” hasil analisis bukan sekedar kulitnya saja (3) adanya interpretasi yang sesuai (4) pentingnya memberikan argumentasi (alasan) dibalik hasil analisis yang sedang dibahas.
a. Inifisiensi dalam Pembahasan Dalam bab ini tidak lagi berbicara tentang hal-hal diluar hasil analisis. Seringkali penulis tesis/disertasi masih saja memasukkan aspek-aspek diluar analisis seperti: aspek teoritis atau konsep, hasil penelitian orang lain, ataupun metode analisis, yang semestinya sudah dibahas didalam masing-masing bab atau sub bab sebelumnya. Uaraian dalam bab Hasil Analisis dan Pembahasan tidak bertele-tele (straight to the point) untuk menghindari terjadinya pengulangan (repetisi) pembahasan tentang aspek yang sama
Contoh 1: 5.1. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Dalam banyak literatur disebutkan bahwa penerimaan usahatani (farm revenue) merupakan hasil kali antara produksi dengan harga jual. Sementara biaya faktor produksi (input cost) dihitung dari jumlah produksi dengan cara mengalikan jumlah input yang digunakan dengan harga beli input yang bersangkutan. Dengan demikian, penerimaan sangat ditentukan oleh harga jual sedangkan biaya produksi ditentukan oleh harga dari jumlah faktor produksi yang digunakan (Debertin, 1986). Mengingat pentingnya harga produk dan harga faktor produksi dalam perhitungan pendapatan usahatani, maka pada tabel 7.1. disajikan data harga pada tingkat usahatani di daerah penelitian. Dari tabel 7.1 di atas terlihat adanya perbedaan harga padi lokal hasil panen terutama antara DI dengan BDI, yakni sekitar Rp 1.657 di DI dan Rp 1.400 di BDI. Di Daerah Irigasi, harga produk padi unggul pada lahan terairi lebih tinggi dibanding pada lahan tidak terairi yaitu masing - masing sebesar Rp 1.585 dan Rp 1.439.
Contoh 2: 5.1. Analisis Sektor Basis Sektor basis adalah sektor ekonomi yang selain mampu memenuhi permintaan akan barang dan jasa dari dalam daerah itu sendiri, juga mampu memenuhi permintaan akan barang dan jasa dari luar daerahnya. Dengan demikian berarti daerah tersebut mampu untuk mengekspor barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor tersebut ke daerah lain. Dalam hal ini dapat merupakan daerah selain daerah yang masih dalam satu wilayah negara, tetapi juga daerah lain yang berada di luar wilayah negara. Salah satu cara atau pendekatan perencanaan yang digunakan dalam membangun suatu daerah adalah berdasarkan pada model ekonomi regional, yaitu basis ekonomi. Model ini dapat menjelaskan struktur perekonomian daerah menurut kegiatan dua sektor. Pertama sektor basis atau kegiatan ekonomi yang melayani, baik pasar di daerah sendiri maupun pasar di luar daerah. Kedua, sektor bukan basis, yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang hanya mampu melayani pasar di daerah sendiri (Richardson, 1973).
Untuk dapat menggolongkan kegiatan ekonomi ke dalam sektor basis dan bukan basis, dapat digunakan analisis dengan metode identifikasi per sektor pada suatu wilayah/daerah terhadap propinsi. Keadaan ini dapat didekati dengan menggunakan metode Kuosien Lokasi (Location Quotient /LQ). Metode ini memungkinkan untuk melihat bagaimana struktur ekonomi pada tiap wilayah/daerah dalam propinsi. Suatu sektor dikatakan sebagai sektor basis jika nilai LQ lebih besar dari satu dan sebagai sektor bukan basis jika nilai LQ lebih kecil dari satu. Dari hasil analisis LQ terdapat 24 kabupaten yang mempunyai sektor basis. Untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan pada sektor-sektor perekonomian di kabupaten/kotamadya secara keseluruhan dapat dilihat dari selisih nilai LQ (lampiran 7) yaitu selisih tahun 1988 sampai dengan tahun 1999. Ini menunjukkan adanya perubahan-perubahan peran sektoral. Kalau tandanya negatif tidak berarti nilai LQ < 1. Tanda positif maupun negatif memberikan pengertian bahwa selama periode tahun 1988 sampai dengan tahun 1999 terjadi pergeseran sektoral yang menyangkut terjadinya proses semakin besar atau kecilnya proporsi sektor basis maupun bukan basis pada perekonomian di daerah-daerah Propinsi Jawa Tengah.
b. Analisis Tabel Hampir sebagian besar penulis tesis/disertasi menggunakannya. Tabel sebaiknya disajikan setelah uraian. Sedapat mungkin tabel diletakkan tidak terlalu jauh dari uraiannya serta pada halaman yang sama. Kalau terpaksa tidak dimungkinkan meletakkan tabel satu halaman dengan urainnya, maka maksimal pada halaman berikutnya
Tabel dibuat sesuai dengan tujuan dan hipotesis penelitian sehingga pembuatan tabel harus dirancang secara hati-hati dan teliti. Yang tidak kalah pentingnya dalam analisis tabel ini adalah bagaimana “membaca” (menginterpretasikan) tabel tersebut. Membaca tabel bukan mengulangi isi tabel dengan cara menulis kembali angka-angka yang ada dalam tabel (self-explained)
Menyalin tabel Uraian 1: Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas padi di Jawa Barat lebih tinggi dibanding produktivitas padi di Lampung (4.93 ton/ha disbanding 4 ton/ha). Pada musin hujan, produktivitas di Jawa Barat dan Lampung masing-masing 5 dan 4.5 ton/ha. Produktivitas MK 1 dan MK2 di Jawa Barat masing-masing 5.8 dan 4 ton per hektar, sedangkan di Lampung masing-masing sebesar 4 dan 3.5 ton/ha. Produktivitas setiap musim di Jawa Barat juga lebih tinggi dibandingkan di Lampung.
Sedikit interpretasi Uraian 2: Tabel diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan produktivitas padi pada daerah irigasi di Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan di Lampung. Tampak bahwa produktivitas padi untuk musim kemarau kedua (MK2) adalah terendah di kedua daerah irigasi tersebut. Yang menarik adalah bahwa untuk musim hujan (MH) dan musim kemarau pertama (MK1) kedua daerah irigasi memiliki pola yang berbeda. Di Jawa Barat, produktivitas padi pada MK1 lebih tinggi dibanding produktivitas pada MH, sementara di Lampung justru produktivitas pada MH yang lebih besar dibanding MK1.
Interpretasi yang lebih baik Uraian 3: Tabel diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan produktivitas padi pada daerah irigasi di Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan di Lampung. Hal ini bisa dimaklumi karena kondisi infrastruktur irigasi dan debet air sungai di Jawa Barat lebih baik dibandingkan di Lampung. Tampak bahwa produktivitas padi untuk musim kemarau kedua (MK2) adalah terendah di kedua daerah irigasi tersebut karena pada MK2 debet air di kedua daerah irigasi sedemikian kecilnya sehingga kurang mencukupi untuk kebutuhan pertumbuhan padi yang optimal. Yang menarik adalah bahwa untuk musim hujan (MH) dan musim kemarau pertama (MK1) kedua daerah irigasi memiliki pola yang berbeda. Di Jawa Barat, produktivitas padi pada MK1 lebih tinggi dibanding produktivitas pada MH, sementara di Lampung justru produktivitas pada MH yang lebih besar dibanding MK1. Hal ini terutama karena di Jawa Barat pada musim hujan (MH) sering terjadi banjir sehingga fungsi irigasi berkurang yang mengakibatkan rusaknya sebagian tanaman padi. Sementara di Lampung, pada musim hujan (MH) justru debet air adalah yang paling optimal untuk diatur dengan sarana irigasi yang menyebabkan produktivitas juga optimal. Pada musim kemarau pertama (MK1) debet air irigasi di Lampung sudah berkurang cukup banyak sehingga produktivitasnya tidak setinggi pada MH.
Contoh Tesis
Dari tabel 6 nampak konsisten dengan hipotesis bahwa pendapatan rumahtangga petani di daerah irigasi lebih tinggi daripada pendapatan rumahtangga petani di daerah non irigasi. Usahatani padi memberikan sumbangan sekitar 59,46 % (Rp. 3.833.034) di daerah irigasi dan 71,12 % (Rp. 2.699.629) di daerah non irigasi. Secara keseluruhan, nampak bahwa usahatani padi memberikan sumbangan yang terbesar bagi total pendapatan petani rumahtangga. Sedangkan usahatani non padi memberikan sumbangan 12,73 % (Rp. 820.833) di daerah irigasi dan 0,33 % (Rp. 12.522) di daerah non irigasi. Kecilnya persentase usahatani non padi (dalam hal ini adalah sayuran) di daerah non irigasi menjelaskan bahwa petani tidak banyak yang menanam komoditi selain padi karena kurangnya pengairan. Sektor luar usahatani juga memberikan sumbangan 24,11 % (Rp. 1.554.471) di daerah irigasi dan 28,58 % (Rp. 1.084.773) di daerah non irigasi. Ternyata, sektor luar usahatani memberikan sumbangan terbesar kedua setelah usahatani padi terhadap pendapatan rumah tangga petani. Sektor luar usahatani yang dominan dilakukan oleh petani adalah berdagang dengan menjual hasil tangkapan ikan, serta menjual hasil dari usahatani sayuran.
Contoh 2
Dari tabel 7 tersebut terlihat bahwa rerata konsumsi beras per kapita pada daerah irigasi lebih kecil daripada rerata konsumsi beras per kapita di daerah non irigasi. Proporsi pengeluaran beras yang lebih besar di daerah non irigasi disebabkan 2 faktor. Pertama, pendapatan per kapita yang lebih rendah untuk daerah non irigasi sehingga rumahtangga lebih banyak mengkonsumsi pangan pokok (beras). Kedua, secara regional ketersediaan beras di daerah non irigasi lebih tinggi dibandingkan daerah irigasi.
c. Membahas Hasil Regresi Membahas hasil regresi juga harus memenuhi syarat efisiensi penulisan tesis/disertasi yakni hanya diuraikan aspek yang langsung terkait dengan hasil analisis regresi tersebut. Harus dihindari menguraikan hal-hal yang tidak perlu yang seharusnya sudah diuraikan dalam metode analisis data ataupun dalam konseptualisasi variabel. Dengan kata lain pembahasan seharusnya langsung pada hasil regresi.
Contoh Untuk mengetahui ketepatan model regresi fungsi pendapatan usahatani padi digunakan nilai R2. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai R2 sebesar 0,6458. Hal ini berarti bahwa 64,58 % variasi dari variabel dependen (pendapatan usahatani padi) dapat dijelaskan oleh variasi variabel independent. Untuk mengetahui tingkat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen digunakan uji F. Dari tabel 8.1.2. dapat diketahui bahwa nilai F-hitung sebesar 25,241 lebih besar dari F-tabel pada tingkat kesalahan 1 %. Hal ini berarti bahwa luas lahan, harga pupuk urea, harga pupuk TSP, harga pupuk KCL, harga benih, harga pestisida padat, harga pestisida cair, upah tenaga kerja dan variabel dummy SLPHT serta variabel dummy musim tanam secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi pada tingkat kesalahan sebesar 1 %. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen digunakan uji t. Dari Tabel 8.1.2 dapat diketahui bahwa luas lahan berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi pada tingkat kesalahan 1 %. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa setiap penambahan luas lahan sebesar 1 % akan menaikkan pendapatan usahatani padi sebesar 0,77245 %.
Uraian tentang hal-hal yang tidak perlu akan mengganggu teks utama serta kemungkinan timbulnya uraian ganda. Jika hal ini terjadi, maka kembalikan saja pada kaidah-kaidah penulisan yang efisien sebagaimana diterangkan sebelumnya. Disarankan bagi penulis tesis/disertasi untuk selalu mengecek hal ini.
Contoh Hasil penelitian fungsi produktivitas tersebut dianalisis dengan komputer menggunakan program Shazam. Untuk memperoleh tingkat keabsahan penafsiran yang tinggi dalam model regresi yang digunakan, sebelum melakukan uji statistik terhadap hasil olahan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik sebagai dasar analisis regresi. Pengujian asumsi klasik dimaksudkan agar estimator-estimator yang diperoleh dengan metode Ordinary Least Square (OLS) memenuhi syarat Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Pengujian asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah multicollinierity dan heteroscedasticity, hal ini karena data yang digunakan berupa data cross section (Gujarati, 1997). Multicollinerity timbul akibat adanya hubungan yang sempurna atau hampir sempurna antara variabel dependen, sehingga sulit untuk memisahkan pengaruh tiap-tiap variabel tersebut secara individu terhadap variabel dependen (Gujarati, 1997) atau masalah yang timbul berkaitan dengan adanya hubungan linier antara variabel independen (Sumodiningrat, 1993). Cara untuk mendeteksi ada atau tidak ada multicollinerity diantaranya adalah jika dari hasil regresi menunjuk koefisien determinasi (R²) yang cukup tinggi tetapi sedikit atau tidak ada satupun dari koefisien regresi yang signifikan, maka dalam hal ini terdapat masalah multicollinierity. Terdapat beberapa cara untuk mengetahui bagaimana cara memperbaiki masalah multicollinierity, antara lain informasi apriori, menghubungkan data cross sectional dan time series, menghilangkan variabel, transformasi dan penambahan data baru (Gujarati, 1997).
Sebelum membahas hasil analisis regresi, sering juga penulis tesis/disertasi mengawalinya dengan keterangan yang sebenarnya lebih berkaitan dengan konsep analisis statistiknya ketimbang yang langsung terkait dengan hasil regresi. Misalnya diterangkan tentang bagaimana mengatasi terjadinya persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ‘penyakit’ regresi seperti multikoleniritas, heteroskedastisitas dan otokorelasi. Keterangan tentang hal ini bisa diletakkan pada metode analisis data dengan sub bab khusus tentang masalah statistik tersebut. Apabila penjelasan tentang masalah tersebut tidak terlalu banyak, maka bisa diletakkan dalan catatan kaki (footnote).
Contoh Sebelum model ditetapkan, model terlebih dahulu diuji dari masalah-masalah yang secara umum terjadi dalam regresi linear. Salah satu masalah yang terdapat dalam model regresi linear adalah multikolinearitas. Multikolinearitas adalah situasi yang tidak diharapkan akibat korelasi antara masing-masing variabel bebas. Dalam hal ini variabel tersebut disebut variabel yang tidak ortogonal (Sritua Arief, 1993). Model dikatakan bebas dari masalah multikolinearitas jika korelasi diantara variabel bebasnya sama dengan nol (ortogonal). Pengujian terhadap persoalan ini dapat ditempuh dengan melihat nilai VIF, eigenvalue, dan condition index-nya. Eigenvalue menunjukkan jarak hubungan dari masing-masing variabel bebasnya. Sedangkan condition index adalah akar kuadrat dari perbandingan nilai eigenvalue yang terbesar dengan masing-masing nilai eigenvalue dari variabel bebasnya. Jika nilai VIF (Variance Inflation Factor. VIF = 1/tolerance)) kurang dari 5 (lima), eigenvalue mendekati nol, serta condition index-nya lebih dari 15 (atau masalah multikolinearitas menjadi sangat serius jika nilai condition index-nya lebih besar dari 30), maka model mempunyai masalah multikolinearitas (Singgih Santoso, 2001).
2. Kesimpulan dan Saran Pada dasarnya kesimpulan merupakan hasil temuan (findings) dari penelitian yang dilakukan. Temuan tersebut adalah jawaban dari masing-masing tujuan penelitian. Temuan juga dihasilkan dari masing-masing hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian tersebut. Yang harus menjadi perhatian adalah adanya konsistensi antara kesimpulan dengan hasil analisis dan pembahasan, hipotesis, dan tujuan penelitian. Dengan demikian harus ada benang merah mulai dari kesimpulan hasil analisis dan pembahasan hipotesis tujuan penelitian latar belakang.
Contoh Tujuan Penelitian (1) Mengetahui perbedaan pendapatan petani padi baik secara organik maupun secara non organik. (2) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga petani padi baik secara organik maupun non organik. Kesimpulan Tingkat pendapatan petani padi secara organik dan non organik secara statistik tidak berbeda nyata. Artinya bahwa jika petani menanam padi baik secara organik maupun secara non organik tidak akan berpengaruh secara nyata terhadap tingkat pendapatannya. Namun dalam secara empiris, tingkat pendapatan petani padi secara organik lebih tinggi daripada pendapatan petani secara non organik. Petani secara organik banyak menanam varietas lokal daripada varietas unggul. Pertanian organik sebagai sebuah sistem bertani yang ramah dengan alam dan kondisi setempat mempunyai kekuatan tawar yang tinggi bagi petani. Petani melakukan sistem bertani secara organik selain karena keterbatasan sumberdaya juga karena dorongan untuk mendapatkan pendapatan yang tertinggi. Untuk komoditi beras (gabah) petani masih mempunyai kendala selain kendala produksi dan biaya yaitu regulasi pemerintah dalam tata niaga beras. Hal ini dapat dimaklumi karena beras adalah komoditas strategis yang sangat mempengaruhi tingkat stabilitas perekonomian dan politik suatu negara.
Kesimpulan juga merupakan “jawaban” atas tujuan penelitian dan hipotesis. Oleh karena itu, konsistensi tesis/disertasi dapat dilihat juga dari sisi apakah kesimpulan yang dihasilkan betul-betul menjawab tujuan atau hipotesis yang telah dirumuskan. Setiap tujuan penelitian paling tidak (minimal) ada satu kesimpulan yang harus dihasilkan. Dari satu tujuan penelitian bisa dihasilkan lebih dari satu kesimpulan.
1.3. Tujuan Penelitian Mengetahui perbedaan penggunaan input pada daerah irigasi dan bukan daerah irigasi di daerah penelitian. Mengetahui produksi usahatani pada daerah irigasi dan bukan daerah irigasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi. 8.1. Kesimpulan Rata-rata benih lokal pada daerah irigasi (19,7 kg/ha) lebih besar dibandingkan dengan bukan daerah irigasi (12,89 kg/ha). Benih unggul pada lahan yang benar-benar terairi (34,4 kg/ha) lebih besar daripada lahan tidak terairi (25,75 kg/ha). Rata-rata penggunaan pupuk (urea, TSP) untuk benih unggul lebih tinggi daripada lokal baik pada MT I maupun MT II. Hal ini mungkin disebabkan padi unggul lebih responsif terhadap penggunaan pupuk urea dan TSP. Rata-rata penggunaan pupuk (urea, TSP) untuk padi lokal pada daerah irigasi lebih tinggi dibanding bukan daerah irigasi. Sementara itu, rata-rata penggunaan KCl pada padi lokal lebih tinggi dibanding padi unggul. Penggunaan tenaga kerja pada MT I untuk padi lokal lebih besar daripada unggul. Sebaliknya, pada MT II, rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk padi unggul lebih besar daripada lokal. Hal ini dikarenakan pada saat MT I, petani lebih banyak yang menanam padi lokal dibanding unggul. Sebaliknya pada MT II, petani yang menanam padi unggul lebih banyak sehingga tenaga kerja yang digunakan juga lebih banyak . Jika daerah irigasi dengan bukan daerah irigasi dibandingkan maka rata-rata produksi padi lokal lebih besar. Rata-rata produksi padi lokal pada daerah irigasi sebesar 2.126 kg dan bukan daerah irigasi sebesar 2.691kg. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi antara lain, lahan, KCl, tenaga kerja, pendidikan, jumlah anggota keluarga, serta dummy D-Irig, varietas, musim tanam. Lahan, memiliki pengaruh positif dan signifikan pada tingkat kesalahan 1% dan konsisten pada ke-5 model.
2.b. Saran dan Kesimpulan Baik saran saran maupun implikasi kebijakan merupakan tindak lanjut (follow up) dari kesimpulan yang telah dihasilkan dari tesis/disertasi. Keduanya harus konsisten dengan kesimpulan, hasil analisis dan pembahasan, hipotesis, tujuan penelitian dan latar belakang. Saran bisa dalam bentuk tindakan (action) untuk menindaklanjuti kesimpulan atau bisa juga berupa perbaikan atas kekurangan pada penelitian untuk bisa diperbaiki oleh peneliti selanjutnya. Bisa juga saran yang dihasilkan berupa dasar kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pembuat kebijakan.
Saran merupakan “jawaban“ atas kesimpulan Saran merupakan “jawaban“ atas kesimpulan. Artinya, jika dari penelitian tersebut dihasilkan kesimpulan tertentu, maka sarannya apa. Sudah semestinya saran harus gayut dengan kesimpulannya. Disamping itu saran yang diajukan harus realistis, artinya dapat dilaksanakan oleh yang diberi saran.
Contoh 8.1. Kesimpulan Tingkat pendapatan petani padi secara organik dan non organik secara statistik tidak berbeda nyata. Artinya bahwa jika petani menanam padi baik secara organik maupun secara non organik tidak akan berpengaruh secara nyata terhadap tingkat pendapatannya. 8.2. Saran Oleh karena input eksternal masih dipergunakan oleh petani padi secara organik, maka diperlukan perubahan yang lebih besar dalam pengoptimalan penggunaan input lokal. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan ujicoba dan eksplorasi informasi mengenai input biologis setempat melalui kelompok tani melalui action research. Pengorganisasian petani untuk pengendalian hama perlu dilakukan secara terus menerus, karena pada musim tanam tahun 2001 banyak petani yang gagal panen karena serangan hama tikus.