KOMBINASI DAN KOORDINASI ANTARA BERBAGAI RANAH Anak-anak itu mebentuk suatu konsep tentang organisasi sosial bersamaan dengan konsep moralnya. Moralitas dan Konvensi merupakan konsep dan sistem perkembangan yang berbeda. Mengenai konsep persamaan, Berlin ( 1981 ) mengajukan suatu contoh yang tepat berkenaan dengan situasi yang mengkombinasikan persoalan yang bersifat moral dan organisasional. Contoh yang di ajukannya adalah kekuasaan yang dimiliki pemimpin suatu Orkestra.
Beberapa pihak menafsirkan jenis contoh-contoh seperti itu sebagai pertanda kekosongan konsep moral yang formal, seperti kesamaan, kerugian dan keadilan. Sebagai pencerminan kompleksitas kehidupan sosial Bahwa individu maupun kelompok memiliki lebih dari satu tujuan sosial, dan beberapa tujuan yang berbeda kadang-kadang bahkan saling bertentangan muncul dalam satu konteks situasi yang sama. Contoh tentang adanya keragaman dalam mengaplikasikan konsep moral itu mengandung tuduhan akan tiadanya atau kurangnya substansi moral. Dalam mempertimbangkan mana yang lebih penting di antara moral dan tujuan organisasi itu, orang kadang-kadang mendahulukan yang satu dari yang lainnya.
Persoalannya hanyalah bahwa manakala terjadi pertentangan atau konflik antara moral dengan tujuan organisasi, maka individu yang berada dalam situasi seperti itu kadang-kadang harus memutuskan untuk memberikan prioritas pada faktor-faktor organisasi. Ada suatu contoh mengenai cara mengkoordinasi berbagai pertimbangan masalah yang menyangkut kedudukan peranan pria dan wanita. Tiga modus hubungan antar ranah : 1. Ada tekanan perhatian terhadap salah satu ranah dengan menomorduakan ranah lain. 2. Ada pertentangan antara kedua ranah itu disertai sikap yang tidak konsisten serta tiadanya keputusan dan tidak di dapatkan kecocokan antara kedua ranah tersebut. 3. ada koordinasi antara kedua komponen, sehingga keduanya mendapatkan perhatian layak dalam pemecahan masalah yang bersangkutan.
Mengenai persoalan moral dan persoalan keorganisasian dapat di contohkan dari Berlin mengenai permainan Orkestra. Bahwa menerima organisasi suatu Orkestra dan otoritas pimpinanya ( Dirigen ) tampaknya tidak di dasarkan atas alasan moral, melainkan di dasarkan atas hasrat untuk mencapai maksud lain ( yaitu “ menghasilkan suara tertentu dengan cara tertentu “ ). Dalam hal ini telah di jelaskan bahwa pertimbangan moral sering mengatasi pertimbangan keorganisasian. Dalam kondisi seperti itu, keseimbangan antara komponen-komponen moral dengan keorganisasian di dapatkan perbedaan. Jadi, konsekuensinya adalah dari kondisi-kondisi tersebut dapat ditafsirkan sebagai petunjuk bahwa hasil perilaku merupakan fungsi dari koordinasi berbagai tipe pertimbangan.