Sosok Wanita Inspirasi di Bidang Pendidikan Siti Rahmani Rauf Kiswanti Een Sukaesih
Siti Rahmani Rauf (Pencetus Alat Peraga Membaca “Ini Bu-di”) Biasa dipanggil dengan sebutan Nenek Ani, adalah seorang guru SD sejak zaman Belanda masih menduudki Indonesia. Pada saat itu nenek Ani mendapatkan bayaran sebanyak 25 gulden. Sampai pada akhirnya, nenek Ani kemudian diangkat menjadi seorang PNS pada tahun 1937. Nenek Ani kemudian pensiun pada tahun 1976. Saat itu beliau menjabat sebagai kepala sekolah SDN Tanah Abang 5, Jakarta. Pada tahun 1984 Nenek Ani membuat alat peraga untuk pelajaran mengeja Bahasa Indonesia yang bertujuan untuk memudahkan anak-anak dalam belajar mengeja dan meciptakan suasana yang menyenangkan dalam berlajar membaca. Alat peraga itu awalnya hanya berupa papan karton yang memunculkan lima anggota keluarga Budi dan kartu kalimat nama-nama mereka. Kemudian diringkas di dalam sebuah koper berukuran 60 x 60 sentimeter dengan tebal 15 cm, PT Yudi Kiki Kencana kemudian tertarik untuk memproduksi alat peraga itu dalam jumlah besar. Dengan alat peraga itu, siswa dan guru diajak sama-sama aktif dalam belajar huruf dan kalimat. Ini disebut metode SAS (Struktural Analitik Sintetik).
Ketika PT. Yudi Kiki Kencana tertarik untuk memproduksi alat peraga dengan jumlah besar, Nenek Ani tidak mau idenya membuat alat peraga itu ditukar dengan uang atau royalty. Nenek Ani hanya meminta syarat sederhana, yakni nenek Ani meminta diberangkatkan Haji. Pada masa itu, buku peraga “Ini Budi” laris manis di seluruh kota di Indonesia. Namun Nenek Ani mengakui bahwa buku paket “Ini Budi” sebenarnya telah ada namun buku peraganya yang tidak ada. Oleh karena itu dibuatlah buku peraga Ini Budi, yang tidak lain adalah pembelajaran yang pernah kita jumpai ketika belajar di bangku kelas 1 SD. Karena buku peraga itulah yang membuat kalimat Ini Budi menjadi sangat populer hingga saat ini untuk di pelajari oleh siswa kelas 1 SD.
Kiswanti (Pemberantas Buta Huruf di Lebak) Beliau adalah tokoh di balik berdirinya Warung Baca Lebakwangi, atau biasa disingkat Warabal. Warung bacanya ini tidak serta-merta berdiri di Kampung Lebakwangi, Parung, Bogor. Ibu Kiswanti hanyalah lulusan SD, namun walaupun demikian semangat ibu Kiswanti untuk belajar tak pernah padam. Sesuai dengan tekad beliau yang selalu berkata “Ia boleh berhenti sekolah, tapi tidak akan berhenti belajar, boleh jadi anak miskin, tapi tak boleh berhenti berusaha”. Karena keperdulian sosial dibidang pendidikan yang sangat tinggi, ibu Kiswanti mempunyai cita-cita untuk membangun perpustakaan gratis tanpa dikenakan biaya apapun. Ia mengawalinya dengan lebih dulu ‟menjemput bola”, berkeliling kampung dengan sepeda onthel yang diganduli dua keranjang buku di bagian depan dan belakangnya. Selama delapan bulan pertama, ia menempuh hingga 5 km setiap pagi dan sore dengan kayuhan sepedanya.
Ibu Kiswanti memperkenalkan diri dan buku-buku yang dibawanya kepada kerumunan anak yang sedang bermain, dengan mendatangi arisan warga, atau mendekati mereka yang baru bubar pengajian. Perlahan tapi pasti, warga terbiasa melihat Ibu Kiswanti dan buku-bukunya. Anak-anak kemudian tahu bahwa ada kegiatan lain yang lebih bermanfaat dibanding sekadar bermain tak keruan, yaitu membaca. Kini ia tak perlu lagi mengayuh sepeda hingga 5 km. Justru ratusan anak menyambangi warung bacanya dengan antusias, dan betah membaca di sana. Hingga saat ini koleksi buku yang tersedia di Warabal lebih dari seribu buku dengan genre yang berbeda-beda. Dan bukan hanya sebagai warung baca, Warabal kini juga menyediakan program bimbingan belajar gratis dan program kreatifitas untuk masyarakat didaerahnya.
Een Sukaesih (Seorang Guru Tanpa Tanda Jasa) Keterbatasan fisik karena tubuhnya yang lumpuh tidak menjadi penghalang untuk Een Sukaesih seorang guru asal Sumedang, Jawa Barat ini untuk mengajar meski dari atas tempat tidur. Hampir 26 tahun sudah Een mengabdikan hidupnya untuk mengajar, menyemai ilmu dan kasih sayang untuk siswanya yang datang silih berganti kerumahnya. Mulai dari 1986, ibu Een sudah terbaring di tempat tidur sambil mengajar. Hal ini terjadi diakibatkan penyakit Rematoid Artifis yang terjadi ketika beliau masih remaja. Dedikasi dan pengabdian Een Sukaesih menghantarkannya ke Jakarta untuk menerima penghargaan khusus Special Achievement Liputan6 Award untuk kategori Inovasi, Kemanusian, Pendidikan, Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan. Ibu Een adalah sosok ‘Ibu Guru’ istimewa. Ya, karena beliau seorang luar biasa, Umumnya orang memberi di saat lapang, tetapi ibu Een berbeda. Dalam keterbatasannya, beliau membantu menyiapkan masa depan orang lain dengan cara membagi ilmu dan kasih sayang, serta menjadi sahabat bagi anak didiknya.