POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Berkelas.
Advertisements

Politik dan Pemerintahan Amerika Serikat (2012)
PERSPEKTIF KEAMANAN EROPA II Bpk. Saleh Umar 6 Oktober 2009.
Politik Luar Negeri Indonesia
Materi kuliah Pemilu dan Perilaku Politik
Geopolitik Indonesia Kelompok 3.
PANCASILA 4 HAKIKAT PANCASILA
PANCASILA DITINJAU ASAL MULANYA
UNDANG UNDANG DASAR NRI TAHUN 1945 DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA
OLEH: AGUN GUNANDJAR SUDARSA (Ketua Tim Kerja Sosialisasi MPR RI)
KI kd/indikator materi pustaka
GEOPOLITIK BAB 8.
POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL (POLSTRANAS)
4 PILLAR BERBANGSA DAN BERNEGARA
WAWASAN NUSANTARA Oleh : Aditya Hendra Moh. Khoirul Anwar
KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA TERKAIT LAUT CHINA SELATAN
BAB 3 Berkomitmen Terhadap Kaedah Pokok Fundamental
Hubungan internasional Tema : Organisasi internasional
Politik Luar Negeri Indonesia
& Globalisasi Pendidikan Pancasila.
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA
DEMOKRASI DAN DEMOKRASI DI INDONESIA
KOMPLEKSITAS ADMINISTRASI NEGARA
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA
Wawasan nusantara (Lecture 6 & 7)
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa ASEAN?
Wawasan nusantara (Lecture 5 & 6)
Pendahuluan Pembahasan Penutup. Pendahuluan Pembahasan Penutup.
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Membumikan Politik Luar Negeri Bagi Kepentingan Rakyat
Latar Belakang, Konsep, Implementasi dan Tantangan
Perubahan Sosial & Dinamika Pemerintahan
Politik dan Strategi Nasional
Sistem ekonomi internasional Pasca PD II  liberalisme dan sosialisme- komunis Indonesia  melakukan upaya perbaikan ekonomi Kondisi ekonomi Indonesia.
Aspek Strategis Perencanaan Pembangunan Nasional
Geopolitik Indonesia (Wawasan Nusantara)
Ideologi dan Nilai-nilai Pancasila
SISTEM PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
HUBUNGAN DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI
4.3.Menganalisis kedudukan Pembukaan UUD 1945 NKRI
Pendidikan Kewarganegaraan
Wawasan nusantara (Lecture 5 & 6)
STRATIFIKASI POLTRANAS 2
Pancasila Sebagai Sumber Nilai Dan Paradigma Pembangunan
Apa dan Mengapa Demokrasi?
Wawasan nusantara (Lecture 5 & 6)
MK: Ilmu Politik dan Masalah Kesehatan
POLITIK INTERNASIONAL.
Bela Negara: KONSEP dan praktek
KOMPLEKSITAS ADMINISTRASI NEGARA
Hartanto, S.IP.,MA Kelas PLNRI-2015
Perkembangan Pengelolaan Kekuasaan Negara di Pusat dan Daerah dalam Mewujudkan Tujuan Negara Indonesia AYU NOVITA ARUMSARI (19) DEA AMANDA AMELIA R (24)
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Presented By: Lailatul Hikmah
KELOMPOK 5 : AGUS MAULANA DHEA PUTRI A HARYANTI NADILLA
PERBEDAAN PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAH RI
GEOPOLITIK INDONESIA Handrisal.
Dosen ; Tatik Rohmawati, S.IP.,M.Si.
Politik dan Strategi Nasional
Dosen ; Tatik Rohmawati, S.IP.,M.Si.
Kelompok 3 : FIRMANSYAH FAJAR SASI SAMUDRA ANGGITA AYU
Pergertian Globalisasi
Militer dan Budaya Politik Indonesia
Peran Politik Luar Negeri dalam Hubungan Internasional Kelompok 6 1.DINDA APRILLA PRATIWI 2.DESI ERIKA 3.EDO SUSANTO 4.QOLBIYAH KHOIRUNNISA 5.SAHVIRAH.
STRATIFIKASI POLTRANAS
UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945 Pembukaan
Politik dan Strategi Nasional
WAWASAN NUSANTARA Latar Belakang, Konsep, Implementasi dan Tantangan.
KOMPLEKSITAS ADMINISTRASI NEGARA Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si
Wawasan Nusantara  Latar belakang timbulnya Wawasan Nusantara  Konsep Wawasan Nusantara A) Hakikat, Asas dan Arah WN B) Unsur dasar WN C) Kedudukan,
Transcript presentasi:

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA MASA PEMERINTAHAN SBY-JUSUF KALLA

POLITIK LUAR NEGERI MASA PEMERINTAHAN SBY-JUSUF KALLA Ganti pemerintahan, ganti kebijakan, hal ini sering ditemukan di Indonesia, dimana antara pemerintahan yang satu dengan pemerintahan berikutnya seakan-akan tidak kesinambungan. Pemerintahan Soeharto banyak melakukan perubahan dari kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh Soekarno, begitu pula Gus Dur dan Megawati senantiasa merombak bahkan merubah sama sekali dari kebijakan sebelumnya, tak terkecuali dalam hal politik luar negeri.

Dari pernyataan tersebut, timbul pertanyaan, adakah perubahan politik luar negeri yang dilakukan oleh SBY dari pemerintahan sebelumnya ? Sebab dalam pemerintahan SBY-JK/SBY-Budiono, kebijakan yang diambil tidak lagi mengacu pada GBHN. Mengingat pentingnya peran politik luar negeri suatu negara dalam pergaulan internasional, maka menjadi penting untuk menyoroti arah politik luar negeri Indonesia selama masa pemerintahan SBY-JK.

POLITIK LUAR NEGERI MASA PEMERINTAHAN SBY-JUSUF KALLA Komunitas HI menyadari betul bahwa hubungan antar negara, politik luar negeri dan diplomasi merupakan tiga kegiatan yang saling berkaitan dalam usaha setiap warga untuk menjamin kepentingan-kepentingannya dan untuk mencapai tujuannya. Pemerintah menentukan urutan prioritas kepentingan yang hendak dipertahankan dan tujuan yang hendak dicapai. Adapun cara pendekatan dan pelaksanaannya dirumuskan dalam suatu kebijaksanaan luar negeri.

Karena keadaan internasional tidak statis, tetapi selalu berkembang, maka kebijaksanaan luar negeri selalu memerlukan penyesuaian dengan perkembangan tersebut, bahkan harus dapat mengantisipasi sejauh mungkin perkembangan selanjutnya.

KEY-DRIVERS(KECENDERUNGAN) POLUGRI RI MASA SBY-JK Selama masa pemerintahan SBY-Yusuf Kalla), menurut pandangan Rizal Sukma, Kompas, 23/12/2004, politik luar negeri Indonesia, sangat ditentukan oleh adanya enam key-drivers (kecenderungan), yaitu :

Adanya supremasi dan hegemoni AS akan terus bertahan dan kemungkinan akan lebih kuat dari saat sekarang. Itu fakta geopolitik yang harus dihadapi dan diperhitungkan. Supremasi dan hegemoni AS itu belum bisa ditandingi negara lainnya sampai puluhan tahun kedepan;

Berlanjutnya kebangkitan Cina, yang kemungkinan dalam 40 sampai 50 tahun mendatang akan menjadi penantang utama AS. Harus diperhitungkan bagaimana Cina menerjemahkan kekuatan ekonominya jadi kekuatan militer;

Revitalisasi peran keamanan Jepang di kawasan Asia Pasifik dengan disetujuinya kerangka pertahanan baru Jepang;

Tren kearah pembangunan Komunitas Asia Timur, yang akan terus mendominasi agenda politik luar negeri dan kerjasama di kawasan ini untuk lima tahun kedepan;

Kecenderungan unilateralisme dan bilateralisme Kecenderungan unilateralisme dan bilateralisme. Unilateralisma AS sulit dibendung, sementara ASEAN sendiri pada akhirnya negara-negara ASEAN akan lebih banyak bergerak sendiri-sendiri dan melakukan hubungan-hubungan bilateral dengan negara lainnya;

Kenderungan kembalinya otoritarianisme daripada demokrasi.

Dampak dari enam kecenderungan tersebut menurut Rizal Sukma, menyebabkan semakin tidak relevannya ASEAN sebagai sebuah organisasi regional bangsa-bangsa Asia Tenggara. Fokus untuk konsolidasi ASEAN akan hilang, dan ini juga akan berdampak pada marjinalisasi peran Indonesia di forum internasional. Namun Marty Natalegawa, Kompas, 23/12/2004, menilai bahwa Deplu masih optimistis bahwa Indonesia bisa memainkan peran yang menonjol di ASEAN maupun internasional, karena memiliki empat aset penting yang bisa diberdayakan dalam menjalankan politik luar negeri, yaitu:

Demokrasi; artinya demokrasi yang sedang dibangun di Indonesia akan mengurangi resistensi dari negara-negara Barat yang senantiasa mensyaratkan demokrasi sebagai salah satu indikator mau bekerjasama dengan mereka;

Umat Islam yang moderat dan jumlahnya terbesar di dunia Umat Islam yang moderat dan jumlahnya terbesar di dunia. Tuduhan bahwa Islam adalah teroris, hanya berlaku kepada kelompok-kelompok fundamentalis dan radikal, sedangkan dengan kelompok moderat dunia Barat tidak terlalu khawatir;

Pers yang bebas dan kritis, akan menunjukkan telah terbangunnya civil society yang merupakan prasyarat terbangunnya demokrasi;

Peran DPR yang semakin besar sebagai check and balance antara eksekutif dan legislatif, meskipun agak mengkhawatirkan dengan terpilihnya Jusuf Kalla (Wapres) sebagai Ketua Umum Golkar melebihi Agung Laksono (Ketua DPR) sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar.

Dalam perkembangan global, MPR secara tegas menggariskan adanya urutan prioritas dari pemikiran strategis Indonesia, yaitu :

Pelaksanaan polugri yang bebas aktif diabdikan kepada kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan disegala bidang (sekarang recovery);

Meneruskan usaha-usaha pemantapan stabilitas dan kerjasama di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat Daya, khususnya lingkungan ASEAN sebagai corner stones dalam rangka mempertinggi tingkat ketahanan nasional untuk mencapai ketahanan regional;

Meningkatkan peranan Indonesia di dunia Internasional dalam rangka membina dan meningkatkan persahabatan dan kerjasama yang saling bermanfaat antara bangsa-bangsa;

Memperkokoh kesetiakawanan, persatuan dan kerjasama ekonomi;

Meningkatkan kerjasama antar negara untuk menggalang perdamaian dan ketertiban dunia demi kesejahteraan umat manusia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan social.

LANDASAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA Namun dalam menyesuaikan kebijaksanaan luar negeri dengan situasi internasional yang berkembang, landasan dan dasar-dasar dari politik luar negeri tetap sama dan tidak berubah, karena dasar-dasar yang pokok dapat dikembalikan pada Undang-undang Dasar 1945.

Dasar-dasar yang pokok dari Politik Luar Negeri RI tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Alinea pertama menyatakan bahwa : …kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan…  

Selanjutnya Pembukaan UUD’45 mengatakan dalam ayat ke-4, bahwa : …Pemerintah/negara berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.

Politik luar negeri Indonesia dengan demikian mempunyai landasan atau dasar yang kuat karena berakar dalam falsafah Pancasila. Karena itu bagaimanapun juga kita tidak bisa menyimpang daripadanya dan harus tetap setia pada dasar-dasar atau landasan pokok politik luar negeri yang oleh perintis kemerdekaan dituangkan dalam kata yang sederhana dan jelas, dan bisa dikatakan sebagai landasan ideal dari politik luar negeri Indonesia.  

Dalam melaksanakan aspek ideal tersebut bisa saja tidak paralel dengan aspek realitas, disinilah diperlukan manuver dan kelincahan berdiplomasi yang luwes, yang dalam pelaksanaannya tidak dogmatis dan kaku, tetapi realistis dan pragmatis melalui pelaksanan Politik Luar Negeri yang bebas aktif. Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersikap pasif-reaktif atas kejadian-kejadian internasionalnya, melainkan bersikap aktif.

Dengan polugri yang bebas aktif, Indonesia mendudukan dirinya sebagai subyek dalam hubungan luar negerinya dan tidak sebagai objek, sehingga Indonesia tidak dapat dikendalikan oleh haluan politik negara lain yang berdasarkan pada kepentingan nasionalnya. Politik luar negeri adalah komponen dari kebijaksanaan politik nasional yang tidak dapat dipisahkan dari kondisi-kondisi real di dalam negeri.

Namun tetap saja arah politik luar negeri Indonesia akan tepat sasaran atau tidak, bergantung kepada kebijakan seperti apa yang akan diambil dan ditetapkan oleh Presiden. Kalau Gus Dur sangat menonjolkan peran hubungan internasional dalam prioritas pemerintahannya dan Megawati Soekarnoputri menekankan hubungan dengan negara-negara ASEAN sebagai prioritas, dengan menempatkan ASEAN sebagai batu pijakan kearah hubungan yang lebih luas, prioritas SBY akan kemana ?

SIKAP POLUGRI SBY Kalau melihat kecenderungan yang ada di Asia Pasifik seperti yang disinyalir oleh Rizal Sukma, maka pemerintahan SBY perlu menyiapkan strategi apa yang akan dijalankan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, paling tidak di kawasan ASEAN dan Asia Pasifik.

Strategi yang paling ideal dalam upaya mengantisipasi siapa yang akan menjadi leader di Asia Pasfik, maka AS adalah sebuah negara yang tetap menjadi prioritas hubungan luar negeri Indonesia dan baru kemudian menyusul China dan Jepang.

Mendekati negara-negara tersebut, tidak hanya semata-mata dalam kerangka ASEAN, namun saatnya juga menata hubungan bilateral yang lebih kontinyu dengan negara-negara tersebut, sebab ada kecenderungan negara-negara ASEAN lain, sudah mulai meninggalkan ASEAN dan berlomba mencari gandengan dengan melakukan hubungan bilateral.

Keinginan negara-negara ASEAN untuk mengimplementasikan Plann of Action dari ASEAN Economic Community, akan mendapat tantangan dari negara-negara anggotanya sendiri, karena hubungan langsung dengan negara-negara lain di luar kawasan dirasakan jauh lebih menguntungkan daripada hanya berkutat dalam wadah ASEAN yang sudah mulai kesempitan. Plann of Action dari ASEAN Economic Community memang sudah ditandangani dalam KTT ASEAN ke-10 di Vientine, namun negara-negara ASEAN seperti Singapura dan Malaysia masih setengah hati untuk menerapkannya.

Dalam posisi seperti ini alangkah lebih baik apabila Indonesia sudah memiliki alternatif lain selain tetap berada dalam lingkungan ASEAN. Diantaranya mungkin perlu untuk dijajaki bagaimana mengikat negara-negara yang potensial menjadi penguasa di kawasan Asia Pasifik seperti AS, China dan Jepang untuk diikat dalam hubungan bilateral yang lebih kontinyu dan lebih dekat

Langkah lain adalah membina hubungan dengan kawasan-kawasan lain yang selama ini belum tergarap secara optimal, umpamanya dengan negara-negara di Pasifik. Mungkin perlu dipikirkan kembali gagasan Gus Dur untuk membangun kerjasama atau forum yang dinamakan Forum Pasifik Barat, apalagi setelah Australia mengumumkan negaranya sebagai deputy shariff AS di kawasan Asia.

Secara ekonomi, makna hubungan Indonesia dengan Australia, Timor Leste, Papua Newgini, Selandia Baru, Haiti dan Philipina sangat berarti bagi perluasan pasar produk Indonesia dan juga secara politik akan menguntungkan, sebab peran negara-negara tersebut terhadap eskalasi separatisme sangat besar, terutama Australia dan Papua Newgini di Papua, Timor Leste di NTT, Philipina di Myangas (La Palmas) dan lain-lain.

Disinilah dibutuhkan kecerdasan seorang Presiden untuk membaca setiap peluang, tantangan dan kecenderungan di lingkungannya untuk merubah menjadi keuntungan bagi national interest Indonesia di forum internasional yang cenderung anarkhis, belum lagi permasalahan TKI yang tak kunjung selesai.  

Indonesia jangan “kurung batok”, hanya melihat ASEAN sebagai ruang hidup. ASEAN sudah terlalu sempit bagi negara sebesar Indonesia, sudah selayaknya pemerintahan baru Indonesia menatap masa depan yang lebih luas dan lebih prospektif. Ketika Jepang dan China serta Korea sedang giat-giatnya menggagas pembangunan Komunitas Asia Timur, hendaknya ditangkap menjadi sebuah peluang yang menguntungkan bagi Indonesia

Komunitas Asia Timur bukan sebagai ancaman bagi Indonesia, sebaliknya ini adalah sebuah lahan baru yang selayaknya dimanfaatkan untuk dijadikan peluang bagi keuntungan Indonesia baik secara politis maupun secara ekonomi. Komunitas Asia Timur yang banyak didominasi negara-negara industri, tentu membuka peluang bagi Indonesia sebagai sebuah negara dengan jumlah Sumber Daya Alam yang melimpah untuk memasok kebutuhan industri mereka.

Asia Timur saya kira adalah sebuah kawasan yang tepat untuk dijadikan orientasi politik luar negeri Indonesia kedepan. Untuk itulah perlu disiapkan perangkat apa saja yang perlu dibenahi guna mewujudkan impian tersebut. Apalagi niat Indonesia untuk menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB akan menjadi mudah apabila China dan Jepang (Jepang juga mencalonkan sebagai representasi dari negara Industri bersama Jerman) dapat dirangkul selain negara-negara anggota Gerakan Non-Blok, yang masih menganggap Indonesia sebagai sebuah negara yang dituakan.

Tentu saja dalam upaya mengantisipasi setiap kemungkinan dan kecenderungan tersebut, perlu terlebih dahulu adanya upaya untuk merumuskan kira-kira pola tindak seperti apa yang akan dilakukan oleh para pelaksana politik luar negeri Indonesia.

Perumusan pelaksanaan politik luar negeri dipengaruhi oleh perkembangan situasi politik internasional pada khususnya dan situasi hubungan internasional pada umumnya. Hal ini sejalan dengan pemikiran Cecil V. Crabb Jr, yang mengatakan : “Jika dilihat dari unsur-unsur fundamentalnya, politik luar negeri terdiri dari dua elemen, yatu: tujuan nasional yang akan dicapai dan alat-alat untuk mencapainya.

Politik luar negeri Indonesia nantinya adalah merupakan pandangan rasional dari SBY-Kalla dibantu oleh Hasan Wirajuda, yang nantinya akan dijadikan orientasi para pelaksana hubungan internasional atau para diplomat Indonesia dalam memperjuangkan national interestnya. Polugri RI mulai di laksanakan sejak 2 September 1948, yang di sampaikan melalui pidato Bung Hatta di depan sidang KNIP dengan judul : “Mendayung diantara Dua Karang”, akan menjadi panduan bagi pemerintahan SBY untuk merumuskan langkah-langkah konkret pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan nasional bangsa Indonesia.

Indonesia dalam menggagas ASC dan kebijakan lain yang diungkapkan oleh Menlu tidak ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional, tetapi justru ingin memisahkan aspek konsiderasi moral dari capaian kepentingan nasional. Kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif bergerak maju di luar kendala seperti itu.

Memang tidak dapat dipungkiri, aneka perkembangan di luar negeri memerlukan perhatian bersama mengingat kompleksitas sentuhan persoalannya kian dekat, apalagi saat limbah persoalan internasional mudah meluber menabrak kepentingan banyak pihak. Kasus TKI Ilegal dan kasus deportasi WNI dari Timor Leste menjadi ilustrasi betapa mudahnya masalah meluber menghadapkan kita dengan negara lain.

Ditengah perbenturan persoalan seperti itu, kebijakan luar negeri dan diplomasi menjadi elemen penting. Komponen yang berperan untuk mendekatkan jarak kepentingan antar faktor internasional dan domestik kearah solusi yang tepat berdasarkan dialog, perundingan dan bahkan menggunakan pendekatan kekerasan. Mesin diplomasi akan mengantarkan hubungan suatu negara dengan negara lain dalam situasi bersahabat sekalipun kita memiliki timbunan persoalan dan perbedaan kepentingan.

Maka mengingat betapa pentingnya diplomasi, Presiden SBY telah memberikan arahan kepada para pelaksana diplomasi Indonesia continuity and change bagi kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif. Sekaligus menggarisbawahi betapa pentingnya aspek kepedulian, keberpihakan, dan perlindungan bagi warga negara Indonesia di luar negeri. Satu-dua tahun terakhir, pelaksanaan kebijakan luar negeri memasuki tataran orientasi yang lebih membumi dengan meningkatnya sentuhan kepentingan publik.

Namun disisi lain, kecenderungan yang terjadi dikawasan Asia Pasifik akan menentukan arah politik luar negeri Indonesia selanjutnya, sebab mau tidak mau tantangan global yang mesti dihadapi oleh Indonesia mengarah pada kecenderungan-kecenderungan tersebut. Sudah selayaknya apabila politik luar negeri bebas aktif menjadi kendaraan untuk merekatkan hubungan dengan AS, China, Jepang dan Korea Selatan sekaligus.

Kebijakkan luar negeri Indonesia yang bebas aktif dinilai perlu dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi realitas dunia masa kini. Hal ini perlu dilakukan agar politik bebas aktif itu bisa mewakili dan menyuarakan kepentingan nasional Indonesia di tingkat dunia dimasa-masa mendatang.

Namun, ini tidak berarti kemudian membongkar total atau mengganti keseluruhan konsep politik bebas aktif yang dianut pemerintah Indonesia sejak tahun 1948 pada masa pemerintahan Soekarno-Hatta

“Kita harus mengembangkan kebijakan politik luar negeri kita “Kita harus mengembangkan kebijakan politik luar negeri kita. Namun, harus tetap dalam koridor politik bebas aktif. Saya harap ada forum-forum yang mendidkusikan lebih lanjut apa-apa saja didalam konsep politik bebas aktif yang bisa dikembangkan dimasa depan, untuk melanjutkan agenda nasional dan mempertahankan kepentingan nasional kita”.

Meski Indonesia mengalami beberapa kali pergantian pemerintahan dan perubahan system politik, konsep politik bebas aktif tidak pernah berubah dan tetap menjadi prinsip utama dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Namun timbul pertanyaan, apa arti politik bebas aktif itu dimasa kini ?

Hal itu kata SBY perlu dipertanyakan karena kondisi dunia saat ini sangat jauh berbeda dibandingkan dengan kondisi dunia para pendahulu. Masalah yang dulu belum ada, saat ini menjadi isu penting seperti terorisme internasional dan globalisasi.

Indonesia kata SBY saat ini tengah “Mengarungi Samudera yang Bergejolak”. Oleh karenanya kita memerlukan kebijakan politik luar negeri yang bisa membantu kita melewati gejolak itu.

Yang penting, Indonesia harus memiliki kemampuan diplomatic, intelektual, dan emosional untuk menangani isu kebijakan luar negeri yang kompleks.

Oleh karena itu penting bagi Indonesia untuk memiliki kemampuan menjalin hubungan baik dengan komunitas internasional. Menurut SBY, itulah sebenarnya inti dari politik bebas aktif, yakni bagaimana cara menjalin hubungan baik dengan semua pihak melalui proses diplomasi.

Jalinan itulah yang juga akan menentukan pengaruh dan kemampuan Indonesia dalam membentuk tatanan dunia internasional. Jalinan tersebut, bukan hanya antar pemerintah, tetapi juga antara pemerintah dan pelaku usaha, pemerintah dan lembaga-lembaga non-pemerintah, atau pemerintah dan tokoh-tokoh individual lainnya.

Dunia saat ini sangat kompleks Dunia saat ini sangat kompleks. Mustahil bagi Indonesia untuk terlibat dalam semua isu internasional. Indonesia harus bisa mengembangkan cara baru menciptakan jalinan hubungan dengan berbagai hal dan berbagai pihak.

Salah satu contoh nyata peran Indonesia sebagai “penghubung” antar Negara adalah ASEAN. Peran Indonesia penting karena bisa menyatukan berbagai perbedaan dan kepentingan didalam sebuah forum dimana berbagai Negara bisa duduk bersama dan bekerjasama.

Kebijakan luar negeri berperan penting dalam pemerintahan suatu Negara Kebijakan luar negeri berperan penting dalam pemerintahan suatu Negara. Indonesia kata SBY mampu dan ingin membangun dunia yang lebih baik.

(Dikutip dari tulisan Ade Priangani, “Tantangan Politik Luar Negeri Masa Pemerintahan SBY-Jusuf Kalla”, Jurnal Paradigma Polistaat, Vol. 5 No. 3, Desember 2004-Februari 2005 dan Berita “Politik Bebas Aktif RI Perlu Pengembangan”, 20 Mei 2005, hal 1-11).