NAMA KELOMPOK 3 : DIMAS ANGGIE LORENZA ( )

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Etika Profesi Public Relations
Advertisements

Apakah Etika Itu?.
PANCASILA 10 PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA PENGANTAR
BAB MENETAPKAN JUDUL DAN MERUMUSKAN MASALAH PENELITIAN
Materi kuliah Pemilu dan Perilaku Politik
BISNIS DAN PERLINDUNGAN KOSUMEN. BISNIS DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Masyarakat modern adalah masyarakat bisnis Pelaku bisnis beranggapan hanya bertanggung.
METODE DAN PENDEKATAN DALAM STUDI FILSAFAT POLITIK
Penelitian Kualitatif
KONSEP ADMINISTRASI IKA RUHANA.
Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg
ISSUE ETIK DAN MORAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
(2)KARAKTERISTIK IPS SD
PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDUAL Oleh : Ir. Muslim, SE
IDENTITAS MORAL : PERANANNYA DALAM BERFUNGSINYA MORAL
BAB V PENGAMBILAN KEPUTUSAN
ETIKA BISNIS (BAHAN 1) MOHD. KURNIAWAN. DP.
Di susun oleh : MEILILIYANIE, S.SiT.
Etika Administrasi Publik (Pertemuan 1)
ETIKA BISNIS purwati.
BISNIS DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB 5 dan 6 DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Etika Profesi Dalam Dunia Informasi
Hasim As’ari TEORI ETIKA 1.
ARIF ABDUL AZIZ EA09 UNIVERSITAS GUNADARMA
ORGANISASI, KEPEMIMPINAN & PERILAKU ADMINISTRASI
Pertemuan ke-7 Etika utilitarianisme dalam bisnis
PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDUAL
PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
ETIKA BISNIS “Perspektif Etika Bisnis dalam Ajaran Islam (Sudut Pandang) dan Barat, dan Etika Profesi” Nurdesri Wahyu Ningtyas 4EA Fakultas.
PENGANTAR ETIKA Oleh: Arum Ardianingsih, SE, AKT, M.Acc, CA BAB 1
BAB V ETIKA BISNIS.
Prinsip-prinsip Etis Bisnis Dalam Berbisnis
Prinsip-prinsip Etis Bisnis Dalam Berbisnis
ETIKA BISNIS “Pengertian Budaya Organisasi dan Perusahaan, Hubungan Budaya dan Etika, dan Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis Nurdesri Wahu Ningtyas.
ETIKA BISNIS DAN PROFESI
PENYAMPAIAN Stigma yang baik terlihat dan hanya diketahui oleh orang yang memiliki itu Banyak kasus di mana tampak bahwa stigma individu akan selalu.
PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM RELASI HUKUM DAN KEKUASAAN SERTA DALAM MENGHADAPI ISU-ISU GLOBAL Kelompok 10 Anesta Ebri Dewanty
POKOK BAHASAN Pertemuan 01 KESADARAN DIRI
Etika moral dan nilai dalam praktik kebidanan
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
BAB 10 ORGANISASI MORALITAS DAN TANGGUNG JAWAB
Keputusan (Decision).
ETIKA.
Etika dan Profesionalisme
TEORI-TEORI ETIKA BISNIS
organization morality and responsibility
KONSEP ETIKA DAN ETIKET
Filsafat Pendidikan dan Pembelajaran
PUTRI NOVIAWATI /4EA09 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA
Moral foundation of business ethics.
Nama : Ratna Dhammena Santika NPM : Kelas : 4EA10
Prinsip-prinsip Etis Bisnis Dalam Berbisnis
KELOMPOK 1 LATIFUL ABSOR NADYA N. ALIFAH
KONSEP ADMINISTRASI IKA RUHANA.
Penyusunan teori formal Kegunaan teori Verifikasi teori
mengutip dari Bertens 2000, mempunyai arti : 1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2. kumpulan.
PANCASILA 10 PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA PENGANTAR
TEORI-TEORI ETIKA BISNIS
Membuat Keputusan (Decision Making)
MEMPERSEMBAHKAN KELOMPOK 1 M. Reza Ansyari LubisMuammad Abduh Arya Syaputra Novika LubisWiwik HerawatiSiti Nuranis.
Apakah Etika Itu?.
Pengenalan Mata Kuliah
TEMA DAN DIMENSI POKOK DALAM ETIKA
disajikan oleh : Machmud SYAM
MORAL & ETIKA PROFESI Bahan 02 b
TEORI DASAR PEMBUATAN KEPUTUSAN ETIS PELAYANAN JAMULOG
ETIKA BISNIS & TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR)
BAB III PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI
Hukum dan Etika Profesi Public Relations Pertemuan 4
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Transcript presentasi:

NAMA KELOMPOK 3 : DIMAS ANGGIE LORENZA (16040254049) NOVALITA KRISTIAWARDANI (16040254053) MERI YULIANINGSIH (16040254063) DEWI MASITHA TAMARINDA (16040254073) Relationships

RELASI ANTARA PERTIMBANGAN MORAL DAN TINDAKAN MORAL Bab ini memberikan suatu pandangan menyeluruh tentang tiga buah studi yang menunjukkan adanya relasi yang monoton antara tahapan penalaran moral dengan penampilan tindakan moral. Analisis tentang situasi-situasi ini mendukung dalil yang moenyatakan bahwa relasi tersebut dalam beberapa kasus disebabkan karena adanya peningkatan dalam pertimbangan pertanggungjawaban pada tahapan-tahapan tinggi sedang dalam kasus-kasus lain karena fenomena itu serta adanya peningkatan dalam pertimbangan pertanggungjawaban pada tahapan-tahapan tinggi, sedang dalam kasus-kasus lain karena fenomena itu serta adanya peningkatan keinginan subjek-subjek dari setiap tahapan atas, untuk mengambil pilihan deontis.

Di temukan kolerasi antara pertimbangan moral yang relatif tinggi dengan apa yang biasanya dipandang sebagai perilaku moral, termasuk di dalamnya soal kejujuran, mempertahankan diri terhadap bujukan, dan altruisme. Dalam bab ini kami hendak mendiskusikan tiga buah studi mengenai persoalan ini, untuk memberikan garis besar pertautan atau relasi teoretis antara pertimbangan moral dengan tindakan moral.

1. Proses Jalur-Ganda Lawan Jalur Tunggal Brown dan Hernstein menyimpulkan bahwa relasi antara pertimbangan moral dan tindak moral bersifat paradoksal (bertentangan). Anda harus berasumsi bahwa cara orang berpikir tentang moral menentukan cara ia bertindak. Hendaknya anda percaya bahwa secara normal, tindakan dan pikiran seseorang itu sejalan. Apabila anda tidak berasumsi seperti itu, maka tidak pernah akan muncul paradoks seperti dimaksud di atas, dan anda tidak perlu merasa heran, manakala ada orang yang berbicara setinggi langit, namun memperlihatkan tindakan yang rendah.

Model jalur-tunggal itu hanya menyiratkan bahwa proses perkembangan moral itu merupakan suatu proses tunggal, baik bila dilihat dari sudut perkembangan penalaran berkenaan dengan dilema hipotesis, maupun dari sudut perkembangan tindakan moral. Dalam model ini suatu tahapan umum dari pertimbagan moral yang dipraktikkan terhadap dilema tertentu menyingkapkan subjek. Tahapan itu melahirkan suatu pertimbangan tentang tindakan apa yang benar dalam situasi tertentu, pilihan yang hendak kita sajikan itu cenderung lebih banyak dilakukan pada tahapan-tahapan moral yang benar.

2. Definisi Tindakan Moral Sebelum suatu tindakan dapat dipandang sebagai suatu tindakan moral, alasan atau motivasi si pelaku melakukan tindakan tersebut harus terlebih dahulu diuji. Berkenaan dengan persoalan itu, Kleinberger (1982) seorang filosof, mengidentifikasi tiga tipe dari teori etika (ethical) dalam hubungannya dengan masalah ini. Tipe pertama ialah tipe rasionalis, yaitu seorang etis murni. Tipe ini memandang penalaran moral itu sebagai suatu keharusan serta mencukupi bagi lahirnya suatu tindakan moral. Tipe kedua adalah tipe naturalistik, yaitu seseorang etis yang bertanggung jawab. Tipe ini berpandangan bahwa penalaran moral itu memang merupakan suatu keharusan, akan tetapi tidak mencukupi untuk melahirkan suatu tindakan moral. Tipe ketiga ialah tipe behavoristik sosial. Dalam pandangan ini, moralitas dapat ditentukan tanpa merujuk kepada pola pikiran sang pelaku.

3. Relativisme Lawan Universalitas Suatu definisi yang modern mengenai posisi yang relativistic secara sosial ataupun kultural, diberikan oleh Berkowitz (1964). Dikatakanmya; “Nilai-nilai moral merupakan hasil evolusi dari tindakan-tindakan yang secara umum diakui sebagai ‘baik’ atau ‘buruk’ oleh para anggota suatu masyarakat tertentu. Kenyataannya memang perilaku dari Hartshome dan May sendiri konsisten benar dengan asumsi relativisme individual. Akan tetapi menurut pertimbangan mereka ketidakjujuran seperti yang mereka lakukan itu sangat berharga bagi pengetahuan saintifik lebih lanjut mengenai masalah watak.

4. Konsistensi Moral Atau Pendekatan Atas Dasar Tanggung Jawab Tampaknya ada dua pendekatan dalam menghadapi persoalan apa sebenarnya tindakan yang secara moral benar itu. Pendekatan pertama sejalan dengan pandangan relativisme individual. Pandangan tersebut mengatakan bahwa bukan kita, para ahli psikologi, melainkan subjek itu sendiri yang harus menentukan, apakah suatu tindakan itu benar atau salah. Tindakan moral ialah tindakan yang sejalan atau konsisten dengan pertimbangan moral, bagaimanapun tindakan itu adanya. Kami namakan saja ide konsistensi (consistency idea) tentang tindakan moral ini sebagai “pertanggungjawaban moral”. Sebagai suatu sifat seseorang pribadi, pertanggungjawaban pertama-tama menandakan adanya kepedulian dan penerimaan akan konsekuensi tindakan seseorang.

5. Pendekatan Moralitas Universal Yang lebih pokok yaitu fungsi pertimbangan mengenai kebenaran adalah untuk memecahkan pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan cara yang dapat disepakati umum, bahwa pada prinsipnya keadilan itu berfungsi untuk membimbing kearah tercapainya persetujuan atas dasar persetujuan yang berlandaskan pertimbangan deontis mengenai fakta-fakta yang dihadapi. Jadi baik pandangan Kant mengenai prinsip keadilan atau respek terhadap kepribadian maupun pandangan Mill mengenai prinsip utilitas atau prinsip meraih sebanyak mungkin kesejahteraan dari jumlah yang terbanyak akan menyetujui hak Heinz untuk mencuri.

STUDI TENTANG GERAKAN KEBEBASAN BICARA Gerakan kebebasan bicara hendak menguji hubungan antara tahapan moral dengan tindakan menduduki gedung administrasi Universitas California di berkeley secara ilegal. Puncak dari serangkaian perdebatan antara board of regents dengan kelompok-kelompok mahasiswa berupa menduduki gedung, dalam rangka menuntut hak-hak sipil serta tujuan-tujuan yang radikal. Perdebatan itu timbul karena tindakan pimpinan universitas yang melarang membagikan selebaran dan bacaan serta penyebaran tujuan-tujuan politik.

Mengenai relasi antara pertimbangan moral dengan tindakan moral Mengenai relasi antara pertimbangan moral dengan tindakan moral. Adapun teori yang dimaksud itu dapat diikhtisarkan sebagai berikut: Hubungan antara pertimbangan moral dengan tindakan moral mendukung teori proses satu jalur Struktur tahapan moral menafsirkan soal soal yang relevan dalam suatu situasi. Adapun struktur dapat mempengaruhi perilaku melalui dua pertimbangan, yaitu pertimbangan deontis (suatu pertimbangan yang didasarkan pada yang “seharusnya” dilakukan, dan pertimbangan tanggung jawab (pertimbangan yang didasarkan pada kesiapan untuk melakukannya).

Tindakan moral dapat dipandang “benar” dalam dua arti Tindakan moral dapat dipandang “benar” dalam dua arti. Dalam arti yang lebih lemah, tindakan yang benar ialah setiap tindakan yang konsisten dengan keputusan deontis si pelaku itu sendiri mengenai apa yang benar itu. Tindakan yang benar dapat disebut juga “tindakan yang bertanggung jawab”. Dalam situasi-situasi moral terdapat kesepakatan deontis diantara mereka yang tergolong pada tahapan konvensional , dan di atasnya diperkirakan akan terdapat hubungan yang monotonis di antara tahapan moral dengan tindakan moral yang disebabkan meningkatnya pertimbangan asas dasar pertanggung jawaban pada setiap tahapan yang tinggi.

Pada situasi-situasi moral yang pada tahapan-tahapan konvensional bertentangan, akan tetapi disepakati subjek-subjek, diperkirakan akan terdapat relasi monotonis tahapan moral dengan tindakan moral, mungkin disebabkan karena setiap kali subjek meningkat kepada tahapan yang lebih tinggi akan membuat keputusan deontis, dan karena adanya peningkatan pertimbangan pertanggung jawaban pada setiap tahapan yang lebih tinggi itu. Subjek-subjek dari tahapan-tahapan yang lebih rendah yang melaksanakan tindakan moral (dalam rumusan yang lebih mantap) diperkirakan tergolong pada subjek tipe B . penalaran subjek tipe B ini lebih bersifat universal, lebih dapat digeneralisasikan dan lebih memiliki konsistensi internal dari penalaran subjek tipe A. Fenomena ini terbukti baik pada studi Milgram, maupun pada studi tentang kebebasan bicara.