Kesehatan Kerja dalam Perspektif Hiperkes & Keselamatan Kerja Kelompok 4 HARYATI 15B20023 MARDIAWATI 15B20026 Kesehatan Kerja dalam Perspektif Hiperkes & Keselamatan Kerja
Apa itu Hiperkes? Hiperkes??? Dalam bidang kesehatan kerja dikenal suatu pendekatan pencegahan penyakit akibat kerja yang disebut hygiene industri atau Hiperkes Hiperkes (Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja) adalah lapangan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja yang mengurusi problematik kesehatan dan keselamatan pekerja secara menyeluruh.
Kesehatan Kerja – Dalam Perspektif Hiperkes & Keselamatan Kerja membahas tentang kesehatan kerja yang ditinjau dari perspektif hiperkes dan keselamatan kerja, dan dapat dipandang sebagai suatu pedoman bagaimana kesehatan kerja dilaksanakan.
Keselamatan & Kesehatan Kerja Apa itu Keselamatan & Kesehatan Kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan hubungan tenaga kerja dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja, lingkungan kerja dan cara-cara melakukan pekerjaan tersebut. Kesehatan kerja adalah upaya perusahaan untuk mempersiapkan, memelihara serta tindakan lainnya dalam rangka pengadaan serta penggunaan tenaga kerja dengan kesehatan (fisik, mental dan sosial) yang maksimal, sehingga dapat bereproduksi secara maksimal pula.
Siapa Tenaga Pelaksana? Tenaga pelaksana dalam penyelenggaraan kesehatan kerja, yaitu dokter dan perawat. Gambar 1.1 Tenaga Pelaksana Kesehatan Kerja
Gambar 1.2 Dokter Perusahaan Tugas dokter atau dokter perusahaan dalam membantu pengusaha yaitu : Seleksi tenaga kerja yang sehat fisik, mental, dan rohaninya. Penempatan yang tepat untuk pekerjaan tertentu Peningkatan, pemeliharaan, dan perawatan kesehatan tenaga kerja agar tetap pada derajat kesehatan yang tinggi Pencegahan penyakit dalam hubungan kerja dan penyakit umum Pencegahan kecelakaan akibat kerja Pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK) Penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja (ergonomi) Gambar 1.2 Dokter Perusahaan
Kriteria perawat HIPERKES adalah : Berijazah perawat Terdaftar di dinas kesehatan setempat dan legal mendapat izin untuk bekerja sebagai seorang perawat Mempunyai keterampilan dalam dasar-dasar dan implementasi teknik keperawatan, penanganan PPPK dan gawat darurat Telah mengikuti dan mendapatkan sertifikat latihan hiperkes Bekerja dan menjalankan tugas-tugas keperawatan di perusahaan
Gambar 1.3 Perawat Hiperkes Memiliki pengetahuan tentang UU kompensasi dan asuransi kesehatan, per-UU hiperkes dan keselamatan kerja Memiliki pengetahuan tentang penyakit akibat kerja, sanitasi, dan pendidikan kesehatan kepada tenaga kerja Memililik pengetahuan tentang keluarga berencana, pencatatan, dan pelaporan kondisi lingkungan kerja, serta penyakit. Memiliki pengetahuan tentang ilmu fisiologi serta hubungan antara kesehatan dan produktivitas. Gambar 1.3 Perawat Hiperkes
Pelayanan Kesehatan Kerja Sebagai upaya melindungi tenaga kerja dari setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja dan memelihara kemampuan fisik tenaga kerja, perusahaan wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja yang substansinya diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja Gambar 1.4 Pelayanan Kesehatan Kerja
Tujuan Pelayanan Kesehatan Kerja Tujuan pelayanan kesehatan kerja menurut Peraturan Menteri tersebut adalah : Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja Melindungi tenaga kerja dari setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani), dan kemampuan fisik tenaga kerja Memberikan pengobatan dan perawatan, serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita penyakit
Tugas Pokok Pelayanan Kesehatan Kerja Tugas pokok pelayanan kesehatan kerja meliputi : Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan secara berkala, pemeriksaan kesehatan khusus. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja, perlengkapan sanitasi dan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja Pertolongan pertama pada kecelakaan
Tugas Pokok Pelayanan Kesehatan Kerja Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas pertolongan pertama pada kecelakaan Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan, dan gizi serta penyelanggaraan makanan di tempat kerja. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam kesehatannya. Memberikan laporan secara berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus.
Pemeriksaan Kesehatan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-02/MEN/1980 mengatur tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja, yang meliputi pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan secara berkala, pemeriksaan kesehatan khusus. Masing-masing jenis pemeriksaan dijelaskan berikut ini. Gambar 1.5 Pemeriksaan Kesehatan
Pemeriksaan Kesehatan Sebelum kerja (Pre-employment Health Examination) Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seseorang diterima untuk melakukan pekerjaan. Tujuan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja adalah agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, cocok untuk jenis pekerjaan yang dilakukan sehingga keselamatan dan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja lainnya dapat dijamin . Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru, laboratorium rutin, dan pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
Pemeriksaan Kesehatan Secara Berkala (Periodical Health Examination) Pemeriksaan kesehatan secara berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada periode-periode tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter. Tujuannya untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan. Pemeriksaan kesehatan secara berkala minimal dilakukan 1 tahun sekali. Pemeriksaan kesehatan secara berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru, laboratorium rutin, dan pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
Pemeriksaan Kesehatan Secara Khusus Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan khusus dilakukan terhadap : Tenaga kerja yang pernah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan lebih dari 2 minggu Tenaga kerja berusia di atas 40 tahun, tenaga kerja wanita, tenaga kerja cacat, dan tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu. Tenaga kerja yang mendapat dugaan tertentu mengenai gangguan kesehatanmya sesuai dengan kebutuhannya.
Pemeriksaan Kesehatan Secara Khusus Pemeriksaan kesehatan khusus diadakan pula apabila terdapat keluhan di antara tenaga kerja : Berdasarkan pengamatan pegawai pengawas Berdasarkan penilaian Pusat Bina Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Serta balai-balainya Berdasakan pendapat umum di masyarakat
Faktor – Faktor Lingkungan Kerja Ada 5 faktor yang mempengaruhi tenaga kerja di lingkungan kerjanya yaitu faktor fisika, faktor biologi, faktor kimia, faktor psikologi, dan faktor ergonomi. Gambar 1.6 Faktor-Faktor di Lingkungan Kerja
1. Faktor Fisika Yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. Fisika Kebisingan Getaran Radiasi Non-Mengion Pencahayaan
1. Faktor Fisika Kebisingan Gambar 1. 7 Kebisingan Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dB) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll. Gambar 1. 7 Kebisingan
Gambar 1. 8 Mesin Finishing 1. Faktor Fisika Getaran Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws. Gambar 1. 8 Mesin Finishing
1. Faktor Fisika Radiasi Non-Mengion Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation, inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio) Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak. Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit. Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker. Contoh : Radiasi ultraviolet : pengelasan. Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran Laser : komunikasi, pembedahan . Gambar 1. 9 Sinar Laser
Gambar 1. 10 Pencahayaan yang baik penting untuk lingkungan kerja 1. Faktor Fisika Pencahayaan (Illuminasi) Tujuan pencahayaan : Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan Memberi lingkungan kerja yang aman Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja. Gambar 1. 10 Pencahayaan yang baik penting untuk lingkungan kerja
2. Faktor Biologi Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik.
3. Faktor Kimia Gambar 1. 11 Asap Industri Yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); Cara Masuk Ke Dalam Tubuh Asal : bahan baku, bahan tambahan, hasil antara, hasil samping, hasil (produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk : zat padat, cair, gas, uap maupun partikel. Masuk tubuh : melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, kulit dan mukosa Waktu Masuk : secara akut dan secara kronis Efek terhadap tubuh : iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistemik, kanker, kerusakan / kelainan janin pneumoconiosis, efek bius (narkose), Pengaruh genetic. Gambar 1. 11 Asap Industri
4. Faktor Psikologi Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja. Gambar 1.1 2 Stress
Pembebanan Kerja Fisik 5. Faktor Fisiologi Pembebanan Kerja Fisik Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan. Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari. Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan. Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
Ergonomi dan Produktivitas Kerja Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunanai, yaitu ergo yang berarti kerja dan nomos yang berarti aturan atau hukum. Ergonomi secara istilah berarti ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimaloptimalnya (Nurmianto, 1996). Gambar 1.13 Memindahkan Barang menggunakan Prinsip Ergonomi
Perancangan ergonomi yang baik harus mencakup ergonomi makro dan mikro yang dikaitkan dengan organisasi sehingga akan memberikan keuntungan ekonomi yang baik. Sesuai dengan definisi ergonomi, dimana sebuah sistem kerja harus dapat menjamin keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta terpenuhinya kebutuhan hidup dasar, akan memberikan dampak terhadap hasil kerja tersebut yaitu meningkatnya efektifitas dan efisiensi industri. Dampak lain dari penerapan ergonomi adalah sedikitnya absensi karyawan, kualitas produk yang meningkat, kecelakaan kerja yang berkurang, biaya kesehatan dan asuransi yang berkurang dan tingkat keluar masuk karyawan (turn over) yang berkurang. Pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahan dan mengurangi pengeluaran walaupun pada awalnya perlu investasi ergonomi (Fary, 2008)
Terima Kasih