TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PRODUKSI BERSIH INDUSTRI GULA Pabrik Gula Pesantren Baru PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Jawa Timur CHAIRANI SEVIANI ICI SISKA DEWI DHIA DARIN SILFI RIRI DWI H. W. TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEFENISI Produksi bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan baku, air dan energi, serta pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan produktivitas dan minimasi timbulan limbah. Pola pendekatan produksi bersih bersifat preventif atau pencegahan timbulnya pencemar, dengan melihat bagaimana suatu proses produksi dijalankan dan bagaimana daur hidup suatu produk. Pada proses industri, produksi bersih berarti meningkatkan efisiensi pemakaian bahan baku, energi, mencegah atau mengganti penggunaan bahan-bahan berbahaya dan beracun, mengurangi jumlah dan tingkat racun semua emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses. Pada produk, produksi bersih bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan selama daur hidup produk, mulai dari pengambilan bahan baku sampai ke pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan. Produksi bersih pada sektor jasa adalah memadukan pertimbangan lingkungan ke dalam perancangan dan layanan jasa. (UNEP, 1999)
proses pengolahan tebu untuk menghasilkan gula Kristal putih Stasiun Gilingan Mengekstrak nira yang terkandung dalam tebu Stasiun Pemurnian Memisahkan kotoran seperti partikel kasar Stasiun Penguapan Menguapkan kandungan air pada nira Stasiun Masakan Mengkristalkan nira kental Stasiun Sentrifugasi Memisahkan kristal gula dari larutannya Stasiun Pembungkusan Memberi perlakuan akhir pada gula sebelum digudangkan Stasiun Ketel Memanaskan air kondensat sampai mendidih, menghasilkan listrik tenaga uap air
DIAGRAM ALIR PRODUKSI BERSIH
PENERAPAN PRODUKSI BERSIH 1. PENGGUNAAN DAN DAUR ULANG KEMBALI Penggunaan kembali air hasil akhir pengelolaan limbah, Pengambilan tebu yang tercecer di emplacement untuk dimasukkan ke stasiun gilingan Penggunaan ampas tebu dari stasiun gilingan sebagai bahan bakar pada stasiun ketel, penggunaan uap nira dari stasiun masakan (kristalisasi) untuk stasiun penguapan (evaporasi), Penggunaan uap nira dari evaporator I untuk pengoperasian evaporator berikutnya nira yang terkandung dalam uap bekas dipisahkan dengan sap vanger sehingga nira kental bisa dikembalikan ke proses Peleburan kembali gula hasil yang biasanya pada awal giling masih kotor untuk dijadikan umpan pada stasiun kristalisasi, Peleburan kembali gula yang tidak memenuhi kriteria produk (gula kasar dan gula halus) di stasiun sentrifugasi untuk dijadikan bibitan di stasiun kristalisasi, Tumpahan nira kental di stasiun kristalisasi yang terjadi karena kerusakan peralatan ditarik kembali dengan pompa ke timbangan boulogne di stasiun pemurnian (purifikasi) untuk mengalami proses kembali Ceceran oli yang telah diserap dengan ampas di stasiun penggilingan digunakan pada ketel sebagai tambahan bahan bakar pada saat terjadi jam berhenti giling yang biasanya dikarenakan kerusakan alat Gula yang tercecer di sekitar timbangan curah diambil kembali secara manual untuk dilebur kembali di stasiun masakan sehingga jumlah kehilangan produk bisa lebih dikurangi.
PENERAPAN PRODUKSI BERSIH 2. PRODUK SAMPING Penggunaan kembali air hasil akhir pengelolaan limbah, Ampas tebu dari stasiun gilingan yang selain digunakan sebagai bahan bakar ketel juga dijual kepada perusahaan-perusahaan kertas Abu ketel dan blotong yang dihasilkan di stasiun ketel dan pemurnian diproses sebagai biokompos Tetes (molasses) yang dihasilkan di stasiun sentrifugasi molasses dijual pada perusahaan lain Abu cerobong yang telah diendapkan dalam kolam pembuangan akhir dijual kepada masyarakat sekitar yang biasanya akan digunakan sebagai tanah urug.
PENERAPAN PRODUKSI BERSIH 3. MODIFIKASI PERALATAN Memperbesar lubang udara primer dari 5 mm menjadi 10 mm sehingga suplai udara baru ke ruang bakar bisa optimal. Jika suplai udara ke ruang bakar tidak terdistribusi dengan baik maka pembakaran berlangsung tidak yang sempurna (ampas tidak habis terbakar/terbuang bersama abu) dan menyebabkan penumpukan ampas. Memperbaiki ruji pickroll yang berguna untuk mengatur jatuhnya ampas dari baggase plug ke baggase feeder lebih kontinyu dengan kondisi tercacah halus sehingga pembakaran ampas di ruang bakar bisa optimal. Modifikasi peluncur ampas ketel Takumamenjadi lebih curam dengan kemiringan mencapai 60o terhadap garis horizontal, sehingga diharapkan ampas tidak akan menumpuk dibagian atas. Modifikasi ini ditujukan untuk penumpukan ampas dan menjaga kontinuitas ampas yang masuk ke ketel Takuma.
PENERAPAN PRODUKSI BERSIH 4. SUBSTITUSI BAHAN BAKU Penggunaan asam phospat cair (P2O5) yang berfungsi untuk membentuk endapan kotoran dalam nira menggantikan peran Tripple Super Phospat (TSP) dengan pertimbangan perusahaan sebagai berikut: 1. TSP berharga murah namun keefektifannya kurang bila dibandingkan dengan asam phospat karena kadar PO yang terkandung dalam TSP hanya ± 36% dan yang dapat bereaksi dengan nira hanya ± 30% dan menimbulkan lebih banyak endapan pospat. 2. Asam Phospat berharga mahal namun lebih efektif daripada TSP karena kadar PO4- ± 80% dan endapan pospat yang ditimbulkan lebih sedikit sehingga bahan buangan yang harus diolah juga lebih sedikit. 3. Pertimbangan ekonomis perusahaan yang menyatakan bahwa pemakaian asam Phospat lebih hemat daripada TSP.
PENERAPAN PRODUKSI BERSIH 5. TREAT AND DISPOSAL Limbah B3 yang dihasilkan dari produksi gula yaitu: 1.Bahan pelumas/oli bekas berasal dari penggantian oli kendaraan bermotor dan bekas pendingin rol-rol gilingan. 2. Pb-Acetat berasal dari bahan penjernih penyaringan larutan nira. 3. Timah hitam (Pb) berasal dari sisa filtrat penyaringan larutan nira. Sejauh ini pengelolaan yang dilakukan oleh pihak pabrik adalah 1. Bekas kertas saring dan residunya dikumpulkan, dikeringkan kemudian disimpan dalam drum plastik. 2. Timah hitam (Pb) hasil dari Elektrolisa Filtrat dikeringkan dan disimpan dalam toples plastik tertutup. Penanganan limbah B3 adalah spesifik karena bersifat racun (toxic), mudah terbakar dan meledak, bersifat korosif, dan juga dapat menyebabkan infeksi baik pada manusia, hewan, ataupun tumbuhan. Limbah B3 tersebut akan dikumpulkan dan dikoordinir dari direksi PTPN X untuk selanjutnya ditangani oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri).