Otonomi Daerah KELOMPOK 8: Rahmat Firdaus Hasan : 15130018 Nailatus Shova : 15130030 Diyan Fitriana : 15130095 Nuroniatul Khusnia : 15130148
Latar belakang Otonomi Daerah di Indonesia Otonomi daerah di indonesia lahir ditengah gejolak sosial yang sangat masif di tahun 1999. gejolak sosial tersebut didahului oleh krisis ekonomi yang melanda indonesia di tahun 1997 yang kemudian melahirkan gejolak politik dan puncaknya ditandai dengan berakhirnya pemerintahan orde baru yang telah berkuasa selama kurang lebih 32 tahun di indonesia. Setelah runtuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, mencuat sejumlah permasalahan terkait dengan sistem ketatanegaraan dan tuntutan daerah-daerah yang selama ini telah memberikan kontribusi yang besar dengan kekayaan alam yang dimilikinya. Wacana otonomi daerah kemudian bergulir sebagai konsepsi alternatif untuk menjawab permasalahan sosial dan ketatanegaraan indonesia yang dianggap telah usang dan perlu diganti.
Pengertian Otonomi Daerah Menurut undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Otonomi daerah adalah kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Maksud dan Tujuan Otonomi Daerah Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut : Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik. Pengembangan kehidupan demokrasi. Keadilan dan Pemerataan. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat. Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Jadi, pada dasarnya adalah untuk mencapai efektifitas pemerintahan.
Sentralisasi vs desentralisasi Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara. Sebelum adanya otonomi daerah Indonesia menganut sistem sentralisasi dimana semua urusan pemerintahan diatur oleh pusat, hal ini mengakibatkan ketiadaan ruang prakarsa dan kreatifitas daerah dalam memberikan kontribusi pembangunan Indonesia.
Sentralisasi vs desentralisasi Setelah terjadi penuntutan reformasi pada tahun 1998, sistem Indonesia dari sentralisasi menjadi desentralisasi dan mulai diberlakukan pada tahun 1999 berdasarkan undang-undang no 22 tahun 1999 dan di revisi menjadi UU no 32 tahun 2004 sebagai jawaban atas kehendak rakyat.
Dampak positif dan negatif sentralisasi Segi Ekonomi Perekonomian lebih terarah dan teratur karena hanya pusat saja yang mengatur. Namun daeerah seolah – olah dijadikan “sapi perah” dan tidak dibiarkan mengatur kebijakan ekonomi daerahnya. Segi Sosial Budaya Dengan sistem ini perbedaan budaya dapat disatukan sehingga tidak saling menonjolkan budayanya masing – masing dan hanya berpegang pada Bhineka Tunggal Ika. Dengan sistem ini pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktifitas negara sehingga mengakibatkan ketergantungan yang pada akhirnya mematikan inisiatif lokal dalam membangun lokalitasnya.
Segi Keamanan dan Politik Keamanan lebih terjamin dan jarang terjadi konflik antar daerah. Kemudian dalam hal politik pemerintah tidak harus pusing dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi terjadi kemandulan dalam diri daerah sebab hanya terus bergantung pada pusat.
Dampak positif dan negatif desentralisasi Segi Ekonomi Pemerintah daerah mudah dalam mengelola SDA yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerahnya. Tetapi sistem ini membuka peluang yang besar bagi pejabat untuk melakukan KKN. Segi Sosial Budaya Memperkuat ikatan sosial budaya pada setiap daerah karena mereka dapat menampilkan potensi setiap daerahnya. Sedangkan dampak negatifnya adalah setiap daerah berlomba – lomba untuk menonjolkan kebudayaannya sehingga secara tidak langsung dapat melunturkan kesatuan bangsa Indonesia.
Segi Keamanan dan Politik Dalam mempertahankan NKRI, daerah – daerah bisa meredam keinginannya untuk memisahkan diri. Sedangkan di dalam bidang politik pemerintah daaerah lebih aktif dalam membuat kebijakan dalam mengelola daerahnya, namun wewenang tersebut banyak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Pelaksanaan Otonomi Daerah Setelah otonomi daerah atau Desentralisasi bejalan sekitar lebih dari satu dekade, berbagai permasalahan muncul yang dapat kita rumuskan secara umum, yaitu: Kewenangan yang tumpang tindih Anggaran Pelayanan Publik Orientasi kekuasaan
Kewenangan Yang Tumpang Tindih adanya saling melempar tanggung jawab dalam mengatasi persoalan yang terjadi pada suatu daerah. Anggaran banyak terjadi masalah dimana keuangan daerah tidak mencukupi yang pada akhirnya pembangunan menjadi terhambat. Kemudian kurangnya transparansi dalam penyusunan APBD serta banyaknya keinginan yang bertabrakan antara masyarakat dan kepentingan elit.
3. Pelayanan Publik Banyak daerah otonom kelebihan PNS dengan kompetensi yang tidak memadai dan kekurangan PNS dengan kualitas yang baik serta prosedur pelayanan yang berbelit – belit dan rumit. 4. Orientasi Kekuasaan kepentingan elit lokal menjadi lebih jelas dalam memanfaatkan otoda sebagai momentum untuk mensukseskan kepentingan politiknya dan mengembangkan sentimen (putra daaerah) dalam pilkada.
Sudah maksimalkah otonomi daerah ? Musibah atau Berkah ? Penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya perubahan yang sangat besar. Hal ini menimbulkan celah negatif karena tidak diimbangi kesiapan dari seluruh pihak, serta tidak di dahului dengan persiapan infrastruktur yang memadai, baik itu berupa sarana dan prasarana fisik maupun regulasi atau peraturan yang lebih komprehensif. Seperti yang telah dipaparkan diatas otonomi daerah sedikit banyak telah menimbulkan ketidak harmonisan antar lembaga (ego sektoral) yang berpotensi menghambat penyelenggaraan good governance.
Alternatif untuk Indonesia lebih baik!!! Dokumentasi Modal Utama otonomi daerah?