KOMIK SEBAGAI MEDIA PENGEMBANGAN KREATIVITAS DALAM DUNIA PENDIDIKAN Oleh : Sarah Sabrina M
Komik William Erwin "Will" Eisner (March 6, 1917 – January 3, 2005) Seorang penulis, pengusaha dan maestro komik pertama di Amerika (1986) dengan serinya yang berjudul “The Spirit”. Dalam bukunya yang berjudul Comics and Sequental Art , Eisner mendifinisikan komik sebagai sequenital art, yaitu sususan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi sesuatu.
Dalam perjalanan sejarah komik Indonesia, dulu penyebutan komik dikenal sebagai ‘tjergam’ atau cerita bergambar yang mengekor dari istilah sastra yaitu tjerpen (cerita pendek) dan tjerbung (cerita bersambung). Sehingga pada saat itu istilah ini lebih populer karena dianggap lebih meng-indonesia. Kata comic (bahasa Inggris) sendiri sebetulnya memililki pengertian yang sama dengan kata komik dalam bahasa Indonesia.
Candi Borobudur Sebuah candi Buddha yang terletak di daerah Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Dalam sejarahnya candi ini didirikan oleh penganut agama Budha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi, saat itu pemerintahan dipegang oleh wangsa Syeilendra. Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1991 Pada tiap tingkatan candi Borobudur, terdapat relief-relief yang dipahat di dinding candi. Terdapat semacam panel-panel yang berisi cerita rakyat. Panel-panel tersebut dibuat secara berurutan membentuk kronologi cerita dan hal tersebut sama persis dengan ciri-ciri pokok komik.
Wayang Beber (Sekitar 861 M) Ketika raja Hindu Jayabaya dari Mamenang di pulau Jawa memerintahkan para senimannya untuk membuat gambar leluhurnya di atas daun palem. Gambar-gambar tersebut kemudian digambar lagi di atas selembar kertas, namun karena harga kertas pada saat itu sangat mahal maka kertas yang digunakan tersebut dipotong-potong. Untuk penghematan, gambar tersebut dilukiskan saling berdampingan sepanjang kertas yang ada. Media yang dipakai dalam wayang Beber ini sudah menggunakan kertas ataupun kain Gambar-gambarnya sudah dipanel dalam tiap adegan, saling berurutan, bersebalahan dan berdekatan.
Periode Komik di Indonesia Dimunculkan oleh Kho Wan Gie (Tahun 30-an) yang membuat komik strip berjudul ‘Put On’ di surat kabar Sin Po. Ia menjadi inspirasi para komikus Nusantara sebelum akahirnya lahir komik heroik nasionalis yang dibuat oleh Nasroen AS berjudul “Kisah Kepahlawanan Jogja”. 1940- 1960-an mulaibermunculan komik Amerika yang bertemakan pahlawa super seperti Superman. Kemudian juga mulai merebak komik dengan kisah-kisah dongeng nusantara dan nasionalis yang banyak menjadi inspirasi pahlawan perjuangan pada masa Soekarno. Tahun 1964 banyak berdatangan komik dari luar negeri yang mengandung adegan-adegan keras dan frontal, seperti adegan percintaan dan perkelahian yang berdarah-darah. Pada Tahun 90-an diberdirikan departemen penilik komik sebagai lembaga penyensoran naskah komik sebelum diterbitkan.
Komik Indonesia Kini Komik dianggap media yang sangat menarik karena desainnya yang mengkolaborasikan teks dan visual. Di dalamnya terdapat jalinan cerita, menginformasikan pesan-pesan yang semakin variatif dari mulai pesan yang mengandung hiburan atau humor, promosi, kritik, sosial budaya, agama sampai dengan ilmu pengetahuan. Seiring dengan berjalannya waktu komikpun dibuat dengan cara yang beragam, mulai dari komik bersambung (komik strip), buku komik, web comic, komik online, komik kompilasi dan novel grafis yang dengan ceritanya yang seperti novel dan ditujukan bagi pembaca yang bukan anak-anak.
Komik sebagai Ajang Kreativitas dalam Dunia Pendidikan pengertian kreativitas yaitu suatu kemampuan seseorang untuk dapat berpikir cemerlang dengan ide-ide yang unik untuk memecahkan suatu masalah, atau dengan menciptakan penemuan yang inovatif dan bermanfaat. Kemampuan kreativitas tersebut dimanfaatkan secara nyata untuk membuat sesuatu yang efektif khususnya untuk membatu perkembangan pendidikan dan penyampaian pesan pada masyarakat luas. Dan komik dianggap dapat menyampaikan pesan tersebut dengan baik serta mudah.
Sebagai Media Pendidikan Model pembelajaran dengan komik merupakan sejenis alat berpikir untuk memecahkan masalah kreatif dalam tuntutan pendidikan. Baik bagi pendidikan formal maupun informal. Dalam pengembangan kreativitas seniman atau guru tidak cuma dituntut terampil mengekspresikan diri, namun juga dituntut agar mampu mengkomunikasikan gagasan secara lebih jelas, memudahkan, dan menyenangkan kepada orang lain. Komik dapat diterapkan sebagai media pendidikan informal, yaitu pendidikan yang ada di lingkungan keluarga berupa ajaran tata-krama, sikap dan tingkah laku. Dapat juga disebut pendidikan yang ada di masyarakat, atau pendidikan yang dialami oleh seseorang oleh lingkungannya.
Sebagai media komunikasi visual, komik dapat diterapkan sebagai alat bantu pendidikan informal yang mampu menyampaikan pesan secara efektif dan efisien pada masyarakat. Komik yang berkembang dalam masyarakat banyak yang dipadukan dengan tema-tema roman, guyonan, misteri, dongeng sampai dengan yang bertemakan adventure. Masalah sepele yang kerap kali muncul dalam lingkungan sosial dapat dijadikan topik yang menarik dalam komik. Misalnya saja komik yang mengandung kritik kemorosotan nilai moral yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak komikus Indonesia yang menyajikan komik dengan tema-tema sosial politik. Hal tersebut tentulah menjadi sangat populer, karena komik dianggap lebih menarik karena selain menjadi sebuah wacana berita di Indonesia tapi juga dapat dijadikan sarana “demonstrasi” sebagai bentuk protes secara tidak langsung. Misalnya kartun komik populer karya Muhammad Mice Misrad, yang tema-temanya acap kali mengkritik pemerintahan berdasarkan kondisi yang dialami masyarakat Indonesia kalangan bawah. Komik tersebut walau bersifat mengkritisi tapi dapat disajikan secara cerdas, kritis dan apa adanya dengan bumbu-bumbu humor yang jenaka. Hal kritisi tersebut secara tidak langsung pula telah memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.
Komik sebagai Media Pemebelajaran Mengacu pada salah satu pendekatan pembelajaran di bidang seni, Education through Art merupakan pendekatan yang paling cocok sebagai landasan dasar pendidikan. Dalam tesis Plato Ia mengemukakan bahwa “Art should be based education” yang artinya sesungguhnya seni atau pendidikan seni memiliki peran dan fungsi yang penting bagi pendidikan pada umumnya. Berdasarkan perspektif pendidikan, seni telah dipandang sebagai alat atau sarana untuk mencapai sasaran pendidikan sehingga banyak sekali bermunculan alternatif media pembelajaran dalam bentuk kesenian. Dalam hal ini komik ditujuakan sebagai media pembelajaran di pendidikan formal.
Media komik dalam pembelajaran di sekolah ditujukan kepada siswa yang masih dalam tahap pengembangan dan masih sangat membutuhkan bimbingan guru, misalnya untuk siswa Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar dan SMP yang dianggap belum terlalu matang baik dari segi mental maupun fisik. Misalnya pada pelajaran Fisika pembelajaran tidak hanya berdasarkan oral maupun audio visual saja tapi guru juga dapat memberikan gambaran tentang materi Fisika yang diajarkan dalam bentuk komik, sebelum kegiatan praktik diadakan.
Fenomena tersebut dapat menjelaskan bahwa komik memiliki manfaat yang cukup baik dalam pembelajaran. Namun selain manfaat di atas komik juga memiliki beberapa kekurangan dan menimbulkan beberapa masalah lain seperti: Apabila media komik terus-terusan diberikan kepada siswa maka bisa membuat daya imajinasi anak menjadi tumpul Anak lebih tertarik melihat gambar dari pada tulisan. Hal ini pula yang menimbulkan anak malas untuk membaca dan menulis. Siswa cenderung lebih memilih komik berdasarkan gambar yang menarik minatnya saja tanpa memahami materi secara utuh. Berdasarkan kekurangan tersebut maka perlu diperhatikan secara baik oleh guru kapan media pembelajaran komik akan diberikan kepada siswa sehingga tidak berlebihan dan berdampak buruk.