KAJIAN SANITASI LINGKUNGAN KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI UNTUK CAPAIAN LAYANAN SANITASI MENYELURUH DI JAWA TENGAH MENUJU UNIVERSAL AKSES 100 – 0 – 100 Rakor Penyehatan Lingkungan Permukiman yang Berkualitas Biro Infrastruktur dan SDA Prov. Jateng Solo, 20 April 2018 Dr. Hartuti Purnaweni, MPA Undip
DEFINISI SANITASI WHO: sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap semua faktor lingkungan fisik manusia yang (mungkin) mempengaruhi sehingga merugikan pertumbuhan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia Kamus Besar Bhs Indonesia : Sanitasi lingkungan adalah cara menyehatkan lingkungan hidup manusia terutama lingkungan fisik (tanah, air, dan udara). Buku Opsi Sistem dan Teknologi Sanitasi (TTPS 2010): sanitasi adalah upaya membuang limbah cair domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan LH sehat, baik di tingkat rumah tangga maupun di lingkungan perumahan. Sanitasi, terbagi dalam 3 sub sektor: air limbah, persampahan, dan drainase.
Dampak sanitasi yang buruk: penurunan kualitas lingkungan, penyebaran penyakit, kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi tanpa diiringi dengan peningkatan kualitas dan akses sanitasi pertumbuhan yang semu, memicu kerugian besar. Bank Dunia Tahun (2008) : Indonesia kehilangan Rp. 56 Trilliun (2,3% dari PDB) karena dampak pengelolaan air dan sanitasi yang buruk
WHO (2007): intervensi lingkungan melalui modifikasi lingkungan dapat menurunkan risiko penyakit diare s/d 94%. Modifikasi lingkungan (Fewtrell I, Kaufmann RB, et all, 2005): penyediaan air bersih (menurunkan risiko 25%), pemanfaatan jamban (32%), pengolahan air minum tingkat rumah tangga (39%) dan cuci tangan pakai sabun (45%) Tetapi penerapan semua hal tersebut diatas secara bersamaan dapat menurunkan risiko sebesar 97%.
Hambatan Pembangunan Sanitasi antara lain Lemahnya perencanaan dan koordinasi pembangunan sanitasi, yang ditandai dengan pembangunan sanitasi kurang terpadu, salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan, dan tidak berkelanjutan mencerminkan tingkat pelayanan pemerintah pada masyarakat Kurangnya perhatian masyarakat /pada masyarakat terkait perilaku hidup bersih dan sehat perlu disadarkan oleh pemerintah sbgai agent of change
Program 100-0-100 Artinya: 100% akses air minum aman 0% permukiman kumuh 100% akses sanitasi layak BPS (2015) : jumlah RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) di Indonesia sekitar 2,51 juta unit (2,18 juta rawan layak huni dan 0,33 juta benar-benar tak layak huni).
HASIL-HASIL PENELITIAN Air Limbah Persampahan Drainase Perlunya kajian pembangunan berwawasan lingkungan pada ketiga sektor tersebut sehingga kondisi alam yang stabil dapat digunakan oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang (makna pembangunan berkelanjutan)
AIR LIMBAH Mende, Kumurur, Moniaga (Kajian Sistem Pengelolaan Air Limbah Pada Permukiman di Kawasan Sekitar Danau Tondano, Kab Minahasa): Hasil penelitian : sebagian besar sarpras pembuangan air limbah (grey maupun black water) di antaranya ketersediaan WC, serta septik tank kurang memadai. Sebagian besar limbah dari permukiman masuk ke badan air Danau. Direkomendasikan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL), untuk meminimalisir bahan- bahan pencemar
Perlu Pengelolaan Terpadu Air Limbah Rumah Tangga pada tingkat RT Haslinah, Pengelolaan Terpadu Air Limbah Rumah Tangga Pada Tingkat Rumah Tangga Di Kota Makassar (2013) Hasil penelitian: Masyarakat seenaknya membuang air limbah seperti air dari kamar mandi, wastafel, keran cuci, WC dan dapur tanpa melalui proses, langsung dibuang melalui saluran air yang ada di sekitar rumah. Air limbah yang tidak diolah, mengalir ke saliran drainase, ke sungai, ke laut mencemari sea food kita Perlu Pengelolaan Terpadu Air Limbah Rumah Tangga pada tingkat RT
Rizky Muliani Dwi Ujianti, 2018, Kualitas Air DAS Garang, Semarang: Tingginya kandungan bakteri coliform di DAS Garang diduga akibat masuknya kotoran hewan dan manusia ke dalam perairan. Aktivitas kegiatan penduduk di sepanjang aliran sungai diyakini mempengaruhi hal tersebut
Sri Subekti, (Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga di Semarang) Hasil penelitian: pembuangan limbah rumah tangga di kota-kota besar masih menggunakan cara tradisional (mengalirkan secara langsung melalui saluran pembuangan menuju ke riol utama kota, berakhir di pantai/laut sebagai saluran pembuangan akhir) Akibat : kerusakan lingkungan pada sungai, rawa, dan perairan pantai, pencemaran pada sumur-sumur penduduk beserta sumber air lainnya akibat rembesan limbah rumah tangga (dari saluran pembuangan maupun dari badan-badan air yang telah tercemar).
Afandi, Sunoko, Kismartini, (2013), Status Keberlanjutan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Komunal Berbasis Masyarakat di Kota Probolinggo Pembangunan sarpras IPAL domestik komunal seringkali fokus pada pembangunan fisik saja tanpa memperhatikan kesiapan SDM di tingkat lokal sehingga sering kali sarpras tsb gagal, tidakberkelanjutan Strategi : pengembangan kapasitas masyarakat dan kelembagaan pengelola air limbah, pengembangan alternatif pembiayaan pengelolaan air limbah berbasis kemitraan, peningkatan koordinasi dan pembagian peran pada POKJA sanitasi
Haslimah, (2015): Konstruksi Sumur Resapan Air (SRA) merupakan alternatif pilihan dalam mengatasi air limbah secara dini dan menurunnya permukaan air tanah pada kawasan perumahan Mobil tinja membuang limbahnya ke sungai sosialisasikan serbuk/cairan penguras WC
PERSAMPAHAN
Meningkatnya sampah diapers/popok sekali pakai yang merupakan limbah B3 di kawasan permukiman Perlu pemikiran kembali ke cara lama (penggunaan popok yang bisa dicuci)
DRAINASE Terkait erat dengan kondisi Lingkungan Fisik dan Lingkungan Sosial Budaya Pelayanan drainase perkotaan belum memadai, jauh di bawah pertumbuhan jumlah dan aktivitas penduduk Perlu dibuat pemisahan saluran air kotor dari rumah tangga dengan saluran air hujan Kesadaran masyarakat sangat diperlukan untuk ikut membantu dalam pengelolaan limbahnya serta diperlukan keterkaitan antara pemerintah, masyarakat.
Isfandari, Ilmiaty,Baitullah, (2014) Analisis Sistem Drainase Di Kawasan Pemukiman Pada Sub Das Aur Palembang Sistem drainase yang baik harus dapat menampung pembuangan air semaksimal mungkin, sehingga bila debit air berlebih maka sistem drainase tersebut masih dapat menampung dan mengalirkannya, sehingga tidak terjadi genangan air pada saat hujan turun dan banjir pada saat air sungai pasang. Selain itu, drainase juga berfungsi mengurangi erosi tanah dan meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah
PENUTUP Kita harus optimis target tercapainya 100% akses sanitasi layak di akhir tahun 2019 melalui Program 100-0-100 (100% akses air minum aman, 0% permukiman kumuh, 100% akses sanitasi layak) dapat kita raih, menuju Masyarakat Jawa Tengah Yang Sehat dan Hidup Berkualitas