Ketegaran Hidup Sang Raja Koran Vonis kanker hati tak membuat dirinya down. Ia pun menerimanya dengan rasa ikhlas. Operasi cangkok hati pun berjalan sukses. Saat itu usianya menginjak 56 tahun. Sebagai pebisnis, sekaligus pemimpin media Jawa Pos grup, salah satu media besar di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, ia terbiasa melakukan perjalanan bisnis yang panjang. Seperti biasanya, Dahlan Iskan menjalani kehidupannya dengan optimis. Hingga sampailah waktu dimana cobaan besar itu tiba. Saat itu, setelah melakukan perjalanan bisnis panjang dari Cina hingga Ambon, entah kenapa tiba-tiba, ia mengalami muntah darah ketika tiba di rumahnya, Surabaya. Ia langsung melakukan pengecekan kepada seorang dokter. Dokter mengatakan livernya telah sirosis. Bahkan, hati yang rusak itu telah dipenuhi kanker. Dokter pun langsung menyarankan untuk segera melakukan transplantasi hati dalam waktu kurang lebih enam bulan. Jika tidak, maka nyawanya tidak akan tertolong. “Dokter memvonis umur saya tinggal enam bulan lagi,” tuturnya. Maha Suci Allah SWT. Di tangan-Nya nyawa setiap orang. Kepada-Nya pula setiap makhluk akan kembali. Vonis dokter ini cukup mengagetkannya. Namun, itu hanya sementara. Sikapnya tak seperti kebanyakan orang yang cemas dan ketakutan setelah mendengar vonis mematikan itu. Apalagi, Rektor Universitas Paramadina Nurcholis Madjid gagal setelah melakukan transplantasi hati. Usianya tak panjang setelah operasi. Raut wajah pria yang dikenal pekerja keras ini sama sekali tidak berubah mendengar vonis dokter. Denyut jantungnya pun bergerak normal, seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal, vonis dokter tersebut tidak main-main. Meramal usianya yang tak kurang dari enam bulan. Sebagai orang beriman, Dahlan menerima vonis itu dengan ikhlas dan tawakal. Dalam relung hatinya, sama sekali tidak terbesik rasa takut, apalagi khawatir yang berlebihan. Berbeda dengan kebanyakan orang yang tidak terlalu siap menerima vonis berat tersebut. “Alhamdulillah, saya bersyukur tidak punya perasaan seperti itu. Begitu dokter mengatakan sirosis dan kanker serta usianya tak lebih dari enam bulan, saya menerimanya dengan ikhlas,” ujarnya. Ketegaran menerima ujian, itulah yang ditunjukkan Dahlan Iskan. Namun, ketabahan itu tidak jatuh dari langit. Sikap itu terpupuk sejak ia masih belia, terutama dalam kehidupan keluarga. Sejak kecil, ayahnya telah mengajari Dahlan arti sebuah keikhlasan, kesabaran dan kepasrahan menerima apa adanya yang datang dari-Nya. Ayah Dahlan adalah seorang ahli zikir. Segala beban hidup diterimanya dengan ikhlas. Tak bosan-bosan, ia pun mengajarkan dan meminta kepada anak-anaknya agar hidup dengan ikhlas. “Saya merasa ajaran ikhlas dari Bapak cukup tertanam. Bapak saya seorang pembelajar ikhlas yang luar biasa. Tapi sering juga mengatakan, jangan-jangan kalau meninggal tidak ikhlas. Tapi, alhamdulillah saat meninggal ia ikhlas.” Dengan keteguhan hati, ia menerima vonis mematikan tersebut. Lebih-lebih rekam jejak keluarganya yang tak berumur panjang. Ibu, kakak dan pamannya meninggal dunia dalam usia relatif muda, antara 30-34 tahun. “Saya berpikir umur saya tidak panjang, seperti ibu, kakak dan paman saya,” tandasnya. Persoalan selesai? Ternyata tidak. Ikhlas menerima vonis berat itu, ternyata tak lantas membuat persoalan selesai. Kali ini soal negara tempat untuk melakukan transplantasi. Saat itu ada beberapa negara yang menjadi pilihan, antara lain Australia, Jepang, Singapura dan AS. “Saat itu, saya belum mempertimbangkan RRC,” katanya. Namun, masing-masing negara punya plus-minusnya. Australia misalnya, meskipun rumah sakit di sana terkenal, namun namun orang yang mau cangkok hati juga banyak. Sementara yang mendonorkan hatinya jumlahnya terbatas. Hal serupa juga terjadi di AS. Ia kemudian mempertimbangkan Jepang, Negeri Sakura. Namun, ia merasa akan kesulitan bahasa mengingat bahasa Inggris orang Jepang agak berbeda dengan lainnya. Selain itu, persediaan hati di sini yang jumlahnya terbatas. Negara lainnya adalah Singapura. Tapi negara ini belum memiliki pengalaman banyak transplantasi hati. Ternyata tak mudah untuk memilih. Apalagi, waktu terus berjalan. Waktu yang ada tidak dapat diperlambat, apalagi ditunda walau sedetik. Terngiang-ngiang di pikirannya apakah waktu enam bulan akan terpenuhi? Berusaha dan terus berusaha itulah yang dilakukan Dahlan Iskan. Sikap putus asa telah lama dibuang dari dirinya. Kapan dan di mana pun, ia akan tetap tegar dan berusaha keras hingga ajal menjemput. Itulah mungkin jawaban kenapa ia dapat meraih kesuksesan saat ini. Allah Maha Penyayang. Usaha keras tersebut membuahkan hasil. Atas saran seorang teman, akhirnya ia memilih operasi cangkok hati di salah satu rumah sakit terkenal di Cina, Negeri Komunis. Persoalan kembali melilitnya. Rumah sakit RRC ternyata mengalami kesulitan mencari donor hati. Hingga saat itu, belum ada orang yang mau mendonorkan hatinya untuk Dahlan. “Ya Allah begitu berat ujian-Mu ini?” doanya penuh kesabaran. Waktu terus berjalan, tanpa ada orang yang mampu menghentikannya. Tak terasa waktu telah memasuki bulan ke empat, namun ia belum juga mendapatkan donor hati. Rasa cemas menghinggapi dirinya. Apalagi, waktu yang tersedia hanya tinggal dua bulan. Usaha keras terus dilakukan. Karena belum ada kepastian donor hati, dokter menyarankan untuk membunuh kanker dengan cara tertentu dan memotong limpanya. Ini dilakukan untuk mengulur-ulur waktu hingga tersedia donor hati bagi Dahlan. Ia teringat pesan ajaran Islam bahwa Allah SWT tidak akan menguji hamba-Nya dengan ujian yang yang tidak sanggup dipikulnya. Segala ujian yang Allah berikan, insya Allah akan sanggup dipikul hamba-Nya. Dengan pertimbangan matang, akhirnya ia menerima saran dokter rumah sakit RRC untuk memotong limpa. Alhamdulillah, operasi pemotongan limpa berjalan lancar. Namun, sekali lagi ini adalah usaha untuk mengulur-ulur waktu sampai tersedia donor hati untuknya. Bagaimana dengan cangkok hati, belum ada jawaban. Di tengah-tengah masa penantian, sering di tengah sepinya malam, ia meneteskan air mata dan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT karena memiliki istri yang setia. Saat waktu luang, istrinya tak pernah lupa membuka lembaran-lembaran al-Qur’an dan membacakan ayat-ayat Allah di sampingnya. Saat semua orang tengah lelap dalam tidurnya, sang istri terbangun mengambil air wudhu kemudian bersujud sambil tak henti-hentinya berdoa dan bermunajat kepada Allahu Rabbi demi keselamatan sang suami terkasih. “Saya mendapat support dari istri,” kenang Dahlan. Allah SWT mendengar doa hamba-Nya. Tak lama setelah itu, dokter mengabarkan telah mendapatkan donor hati dan operasi cangkok hati Dahlan siap dilakukan. Usai operasi dokter menyatakan operasi berjalan sukses. Alhamdulillah, air mata menetesi muka cerianya sebagai tanda syukur atas karunia-Nya.