TEORI-TEORI TENTANG PEMBANGUNAN DAN PERTANIAN Dalam ilmu ekonomi terdapat 3 kelompok besar teori pembangunan yaitu: Teori pembangunan klasik (didukung oleh Adam Smith (1723-1790)). Teori klasik menyatakan perekonomian tidak perlu diatur karena ada yang mengaturnya yaitu mekanisme pasar (demand dan supply). Harga ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. Pembangunan ekonomi akan didorong oleh suasana persaingan pasar. Teori pembangunan Marxis (didukung oleh Karl Marx); teori ini tidak mempercayai adanya mekanisme pasar. Perekonomian akan terbagi menjadi 2 kelompok yaitu pekerja dan pemilik faktor produksi. Teori Marxisme menyatakan bahwa dalam perekonomian negara harus memainkan peranan dominan, faktor-faktor produksi dikuasai oleh negara, sebaliknya hak-hak pribadi harus dibatasi dan pembagian pendapatan diatur sedemikian rupa oleh negara. Teori pembangunan Keynes (didukung oleh John Maynard Keyness); teori ini merupakan perpaduan antara teori klasik dan marxisme . Teori ini menyatakan bahwa pembangunan ekonomi tidak dapat sepenuhnya dilakukan melalui mekanisme pasar, perlu campur tangan pemerintah terutama dalam hal investasi.
Teori ilmu sosial tentang pembangunan Teori modernisasi (Harrod Domar, Max Webber, Mc Lelland, Rostow, Inkeles dan Smith). Teori ini menyatakan bahwa pembangunan adalah hasil dari transformasi masyarakat dari bentuk tradisional menjadi bentuk modern. Adanya proses perubahan nilai budaya tradisional ke budaya modern. Teori Struktural (Prebisch, Baran, Frank, Santos, dan Westerstein). Teori ini menyatakan bahwa keterbelakangan di dunia ketiga bukan disebabkan oleh faktor psikologi atau budaya melainkan oleh lingkungan material manusia yaitu organisasi kemasyarakatan beserta sistem imbalan-imbalan material yang diberikannya.
TEORI TENTANG PERTANIAN DI INDONESIA Teori Dualisme Teori dualisme sosial oleh JH. Booke; bahwa pertanian di Indonesia terdiri dari perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Terdapat perbedaan tujuan berusaha antara masyarakat barat dan timur yaitu antara tujuan ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan sosial. Orang Timur itu mempunyai tujuan hidup yang berbeda dengan orang Eropa. Mereka hanya hidup untuk bersenang-senang. Apabila kebutuhan pokoknya sudah terpenuhi maka dia tidak perlu susah payah lagi untuk bekerja. Dualisme teknologi oleh Higgins, B (1960); dualisme terjadi karena adanya perbedaan penggunaan teknologi modern dan sektor tradisional. Sektor modern lebih banyak mengimpor teknologi dari luar negeri yang bersifat labor saving sehingga modal relatif lebih banyak digunakan, sedangkan sektor tradisional yang ditandai oleh besarnya kemungkinan untuk mengganti modal dengan tenaga kerja (modal saving). Dualisme regional; adanya perbedaan atau ketidakseimbangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan dan wilayah antar negara yang disebabkan oleh ketidakseimbangan investasi antara wilayah-wilayah tersebut.
Teori Involusi Pertanian; dikemukakan oleh Clifford Geertz (1976) yang menyatakan bahwa terhambatnya pembangunan ekonomi di Indonesia disebabkan oleh involusi pertanian. Peningkatan produksi disebabkan oleh peningkatan tenaga kerja dan bukan oleh perkembangan teknologi dan mengakar kepada share poverty yaitu budaya untuk berbagi kemiskinan. Teori ini menyatakan bahwa budaya yang lebih mementingkan solidaritas bersama daripada peningkatan penghasilan menyebabkan sektor pertanian tidak dapat berkembang. Teori Evolusi Pertanian; dikemukakan oleh William Collier (1996) yang menyatakan bahwa keterlambatan dalam pembangunan pertanian disebabkan oleh hambatan faktor-faktor ekonomi seperti terbatasnya luas lahan, modal, dan kesalahan kebijakan pemerintah yang menganggap bahwa petani di Indonesia masih terbelakang. Teori Moral Ekonomi Petani; dikemukakan oleh James Scott (1986) yang menyatakan bahwa petani Indonesia adalah sangat rasional, tanggap terhadap teknologi dan ingin maju. Namun ada faktor yang membatasi tindakan petani yaitu penghasilan yang pas-pasan karena luas usaha yang relatif kecil
Teori Mosher; tentang syarat pokok dan syarat pelancar pembangunan pertanian. Syarat pokok adalah faktor yang harus ada dalam kegiatan pembangunan pertanian, sedangkan syarat pelancar adalah faktor yang berfungsi mempercepat proses pembangunan pertanian Syarat pokok: pasar untuk hasil produksi, teknologi yang selalu berubah, tersedianya sarana produksi secara lokal, perangsang produksi bagi petani, dan pengangkutan. Syarat pelancar: pendidikan pembangunan, kredit produksi, kerjasama kelompok tani, memperbaiki dan memperluas tanah pertanian, perencanaan nasional untuk pembangunan pertanian.
Coen Reintjes (1999) tentang Pembangunan Pertanian dengan input rendah Coen Reintjes melihat kerusakan lingkungan yang terjadi dan kemunduran-kemunduran yang terjadi di sektor pertanian seperti: Telah terjadi kerusakan tanah akibat pemakaian pupuk anorganik secara berlebihan selama bertahun-tahun. Telah terjadi perkembangan hama dan penyakit yang semakin sulit diatasi. Hilangnya beberapa plasma nutfah seperti bibit unggul lokal yang menjadi kebanggaan petani di masa lampau Semakin tingginya ketergantungan petani terhadap pihak luar dam semakin berkembangknya komersialisasi pembuatan input-input luar Coen Reintjes menganjurkan agar pembangunan pertanian beralih kepada teknologi yang menggunakan input luar rendah dengan mengembangkan teknologi yang ada di sekitar lingkungan petani
Hayami dan Kikuchi (1987) tentang Teori Kelembagaan Pertanian Telah terjadi perubahan kelembagaan di beberapa desa di Pulau Jawa yaitu dari sistem bawon ke sistem caplokan sementara di beberapa desa lainnya tidak terjadi. Sistem bawon adalah sistem pekerjaan panen padi sawah dengan pola tolong menolong di antara petani, sedangkan sistem caplokan adalah sistem pekerjaan panen dengan jalan upah/ borongan. Teori ini menyimpulkan terbentuknya dan bertahannya suatu sistem kelembagaan dalam pekerjaan pertanian dapat dipahami dari aspek ekonomi dan bukan disebabkan oleh aspek sosial seperti yang dikemukakan oleh Booke dan Geertz.