SDH Subdural Hematom
Anatomi Kepala
Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu: Skin atau kulit Connective tissue atau jaringan penyambung Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhbungan langsung dengan tengkorak Loose areolar tissue tau jaringan penunjang longgar. Perikranium
Tulang Tengkorak Terdiri dari kubah (kalvaria) basis kranii Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang: frontal, parietal, temporal dan oksipital Basis cranii Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis fosa media tempat temporalis fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum
Meninges (menutupi seluruh permukaan otak) terdiri dari 3 lapisan yaitu : Duramater Selaput keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada kranium. Terdiri atas lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, sehingga terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah (Bridging Veins), dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Fraktur tulang kepala dapat menyebabkan laserasi arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
Selaput Arakhnoid Pia mater lapisan yang tipis dan tembus pandang terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala. Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
Otak merupakan struktur gelatin, berat pada dewasa ±14 kg terdiri dari: proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon; mesensefalon (otak tengah); rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal: fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal: fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal: mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital: proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum: fungsi koordinasi dan keseimbangan.
Vaskularisasi Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plexus khoroideus, kecepatan produksi 20 ml/jam mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV LCS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam LCS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan LCS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.
Tentorium Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
Definisi SDH Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural.
ETIOLOGI SDH SDH timbul setelah adanya cedera/ trauma kepala hebat, seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Perdarahan sub dural dapat terjadi pada: Trauma kapitis Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak terhadap duramater, misalnya jatuh terduduk. Trauma leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi bila ruangan subdura lebar akibat atrofi otak, misalnya pada orangtua dan juga pada anak-anak. Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan subdura. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor intrakranial. Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati.
Patofisiologi Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya bridging veins yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. Karena otak yang dikelilingi LCS dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat di mana mereka menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural.
Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat
Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan TIK dan perubahan dari bentuk otak. Naiknya TIK dikompensasi oleh efluks dari cairan likuor ke axis spinal dan dikompresi oleh sistem vena. Pada fase ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relatif perlahan karena komplains tekanan intra kranial yang cukup tinggi.
GEJALA KLINIS Hematoma Subdural Akut Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24-48 jam setelah cedera berkaitan erat dengan trauma otak berat Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
Hematoma Subdural Subakut Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu > 48 jam tetapi < 2 minggu setelah cedera. Hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural. Anamnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.Dengan meningkatnya TIK seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.
Hematoma Subdural Kronik Gejala umumnya tertunda beberapa minggu, bulan bahkan tahun setelah cedera pertama.Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma SDH yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. SDH pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. SDH kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. SDH besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: • sakit kepala yang menetap • rasa mengantuk yang hilang-timbul • linglung • perubahan ingatan • kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
SDH Akut SDH Subakut SDH Kronik 1 – 2 hari 2 – 14 hari > 14 hari -Penurunan kesadaran -lateralisasi -tanda2 TIK -kesadaran naik turun -kesadaran naik turun>> -cederanya ringan/trivial -orangtua>> -lesi hiperdens -bentuk bulan sabit/ semilunar/lentikular -lesi hiperden bercampur dgn isoden atau hipoden -lesi hipodens berbentuk bulan sabit -kraniotomi evakuasi hematoma -kraniotomi/burrhole drainage -burrhole drainage
PENATALAKSANAAN Perawatan Medis Meskipun SDH secara signifikan membutuhkan terapi pembedahan, maneuver medis sewaktu dapat digunakan preoperative untuk menurunkan TIK yang meningkat. Pengukuran ini merupakan pintu untuk setiap lesi massa akut dan telah distandardisasi oleh komunitas bedah saraf. Resusitasi dimulai dengan ABCs (airway, breathing, circulation). Semua pasien GCS < 8 harus diintubasi untuk perlindungan jalan nafas. Setelah menstabilkan jalan nafas, lakukan pemeriksaan neurologis. Respirasi adekuat sebaiknya dilakukan dan dijaga untuk menghindari hipoksia. Hiperventilasi dapat digunakan jika sindrom herniasi tampak. Tekanan darah harus dijaga pada kadar normal atau tinggi dengan menggunakan salin isotonic, penekan, atau keduanya. Hipoksia dan hipotensi, dimana penting pada pasien dengan trauma kepala, merupakan predictor yang independen untuk hasil yang buruk.
Sedatif short acting dan paralitik digunakan hanya ketika diperlukan untuk memfasilitasi ventilasi adekuat atau ketikadicurigai adanya peningkatan TIK. Jika pasien menampakkan tanda sindrom herniasi, berikan manitol 1gr/kg dengan cepat melalui IV Pasien juga sebaiknya dihiperventilasikan ringan (pCO2 ~30-35 mm Hg). Pemberian antikonvulsan untuk mencegah kejang yang disebabkan iskemia, dan selanjutnya jaga TIK Jangan memberikan steroid, yang ditemukan tidak efektif pada pasien dengan trauma kepala.
Perawatan Pembedahan Tindakan bedah darurat. Hematoma subdural, khususnya yang berkomplikasi, gejalanya tak dapat dipisahkan dari kerusakan jaringan otak yang menyertainya; yang berupa gangguan kesadaran yang berkelanjutan sejak trauma (tanpa lusid interval) yang sering bersamaan dengan gejala-gejala lesi massa, yaitu hemiparesis, deserebrasi satu sisi, atau pelebaran pupil. Pada hematoma subdural simple dapat terjadi lusid interval bahkan dapat tanpa gangguan kesadaran. Sering terdapat lesi multiple. Maka, tindakan CT Scan adalah pemeriksaan ideal, karena juga menetapkan apakah lesi multiple atau single. Angiografi karotis cukup bila hanya hematoma subdural yang didapatkan. Bila kedua hal tersebut tak mungkin dikerjakan, sedang gejala dan perjalanan penyakit mengarah pada timbulnya lesi massa intrakranial, maka dipilih tindakan pembedahan. Tindakan eksploratif burrhole dilanjutkan tindakan kraniotomi, pembukaan dura, evakuasi hematoma dengan irigasi memakai cairan garam fisiologis. Sering tampak jaringan otak edematous.
Indikasi operasi Klinis Radiologis Penurunan kesadaran Lateralisasi Tanda2 TIK Radiologis Tebal perdarahan ≥ 1 cm Ada efek massa Midline shift ≥ 0,5 cm Deformasi ventrikel, sisterna
Subdural hematom
PROGNOSIS Tindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang baik, karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total. Hematoma subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas menjadi lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar 50 %.