DASAR-DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Teori Graf.
Advertisements

Indonesia Relatif Aman dari Radiasi Masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir berlebihan dengan isu radiasi akibat ledakan di Pembangkit Listrik Tenaga.
PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN Direktorat Jenderal Industri Agro.
PANDUAN PROGRAM KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF (INDUSTRI)
PROSEDUR PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAHB3 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP.
Kesehatan dan keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH)
MANAJEMEN INVENTORY DAN LOGISTIK
PENILAIAN RISIKO DAN PENENTUAN KEJADIAN.
DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI PADA PROSES AUDIT
SISTEM MANAJEMEN K3 PENDAHULUAN DAN PENGERTIAN K.3 MATERI 1
PDL.PR.TY.PPR.00.D05.BP BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN.
Diklat Petugas Proteksi Radiasi
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
Pengertian Kecelakaan Difinisi adalah :
PENGELOLAAN LIMBAH AGROINDUSTRI
LUBRICANT MINYAK PELUMAS
RINGKASAN PENGETAHUAN DASAR KEBAKARAN .
ANALISIS DATA DAN INFORMASI
Sanitasi dan Keamanan.
REAKTOR NUKLIR NON-DAYA JENIS TRIGA Heryudo Kusumo, DPIBN-BAPETEN
FISIKA BANGUNAN Aspek Fisika bangunan pada desain struktur masih lemah
SKEMA PENERAPAN SISTEM KEAMANAN PANGAN PADA TIAP TAHAPAN PRODUKSI
PDL.PR.TY.PPR.00.U04.BP KETENTUAN KESELAMATAN KERJA RADIASI Pusat Pendidikan dan Pelatihan BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL.
DAMPAK PADA KUALITAS UDARA

REAKTOR NUKLIR nanikdn.staff.uns.ac.id
Hujan Asam Mustahil dari PLTN Ledakan di instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi, Jepang, sempat memicu beredarnya kabar bohong, yaitu.
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN X) JAMSOSTEK Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU No.3 Th.1992) copyright by Elok Hikmawati.
INSPEKSI K3.
LINGKUNGAN FASILITAS RUMAH SAKIT
BEDAH KISI-KISI IPA UN SD/MI TAHUN 2013 GURU KELAS VI SD/MI KECAMATAN
KHANIFATUN, Pemantauan Radioaktivitas Udara di Ruang Reaktor Kartini.
ANALISIS LAJU DOSIS GAMMA DI PERMUKAAN KOLAM REAKTOR TRIGA 2000 SEBAGAI FUNGSI TINGGI AIR PENDINGIN PRIMER Rasito, R.H. Oetami, P. Ilham Y., dan Sudjatmi.
Penggunaan Reaktor Nuklir di Indonesia Kelompok 13: 1. dicky a 2
Penggunaan Reaktor Nuklir di Indonesia Kelompok 13: 1. dicky a 2. Putri Elita R 3. Septiani F 4. Sri devi s xii ipa 3.
Nanikdn.staff.uns.ac.id PRODUKSI RADIOISOTOP nanikdn.staff.uns.ac.id
PENGELOLAAN BAHAN KIMIA
PENGELOLAAN AIR LIMBAH INDUSTRI
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Sanitasi dan Keamanan Industri Pangan
Elemen Sistem Manajemen Bencana
Daftar Kerugian Potensial
Taruniyati Handayani Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA, No
Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH
BAHAN DAN ENERGI.
BAB 5 Unsur Radioaktif Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
Ai Melani dan Zurias Ilyas -DPIBN BAPETEN-
Ai Melani -DPIBN BAPETEN-
PERENCANAAN UNIT PENGOLAHAN Mata Kuliah : PERANCANGAN PABRIK
Urgensi dan Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja
S u y a t i
Program Higiene Industri dan Sistem Manajemen Higiene Industri
Radiasi Nuklir & Tumbukan Meteorit
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
By : Jessica Sharon Wichita
II. DASAR-DASAR K3 Oleh : Ir. Soedarjanto.
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
KELOMPOK 3 Ikbal muzaki Renaldi tampubolon Ponco Salahudin al ayufi
Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH
REAKTOR NUKLIR & MANFAATNYA BAGI KESEJAHTERAAN UMMAT MANUSIA
Kecelakaan kerja.
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
PENGANTAR TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Oleh : HENDRIK ARY DERMAWAN P E N I L A I A N R I S I K O B E N C A N A.
Apriyanto. 1. Bahaya listrik 2. Bahaya listrik bagi manusia 3. Bahaya kebakaran dan peledakan.
Transcript presentasi:

DASAR-DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR Oleh: Heryudo Kusumo

DASAR-DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR I. PENDAHULUAN II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR III. BAHAYA RADIASI POTENSIAL INSTALASI NUKLIR A. SUMBER BAHAYA B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN IV. KARAKTERISTIK KESELAMATAN INSTALASI A. PERTAHANAN BERLAPIS B. PENGHALANG GANDA C. SISTEM KESELAMATAN V. BATASAN DAN KONDISI OPERASI

DAFTAR REFERENSI 1. Kusumo,H: “Keselamatan Nuklir”, Modul Diklat Inspektur Bidang IBN, BAPETEN; 2. BAPETEN: “Modul Keselamatan Radiasi Bidang Instalasi Nuklir”, Modul Diklat Inspektur Bidang IBN; 3. Sinaga,D.C: ”Teknologi Keselamatan Instalasi Nuklir Non Reaktor (INNR)”, Modul Diklat Inspektur Bidang IBN, BAPETEN; 4. BAPETEN: “Pedoman Penyusunan Batasan dan Kondisi Operasi”, Draft.

I. PENDAHULUAN (1) Tujuan Instruksi Umum (TIU) Tujuan Instruksi Khusus (TIK) Latar belakang Instalasi nuklir di Indonesia Keselamatan instalasi nuklir Tujuan keselamatan instalasi nuklir

I. PENDAHULUAN (2) Tujuan Instruksi Umum: Setelah mempelajari materi ini peserta diklat diharapkan mampu memahami dasar-dasar keselamatan instalasi nuklir mencakup reaktor nuklir dan instalasi nuklir non-reaktor

I. PENDAHULUAN (3) Tujuan Instruksi Khusus: Setelah mempelajari materi ini peserta diklat diharapkan mampu: Mengenal fungsi keselamatan instalasi nuklir Mengenal potensi bahaya radiasi yang terkandung dalam reaktor nuklir dan instalasi nuklir non-reaktor Menjelaskan karakteristik kecelakaan yang mungkin terjadi pada reaktor nuklir dan instalasi nuklir non-reaktor

I. PENDAHULUAN (4) 4. Menjelaskan falsafah desain keselamatan pertahanan berlapis yang diterapkan pada instalasi nuklir 5. Menjelaskan penghalang ganda terhadap radioaktivitas yang dimiliki reaktor nuklir dan instalasi nuklir non-reaktor 6. Menjelaskan sistem keselamatan yang dimiliki reaktor nuklir dan instalasi nuklir non-reaktor 7. Menjelaskan BKO (Batasan dan Kondisi Operasi) yang diberlakukan terhadap reaktor nuklir dan instalasi nuklir non-reaktor

I. PENDAHULUAN (5) Latar belakang: Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dewasa ini cukup luas, a.l bidang: kesehatan, pertanian, pertambangan, penelitian, industri termasuk industri nuklir, dll. Pemanfaatan dalam bidang industri nuklir (khususnya instalasi nuklir) meliputi: - reaktor nuklir, mis. reaktor nondaya/riset dan PLTN - instalasi nuklir non reaktor (INNR), mis. instalasi yg termasuk dlm daur bahan nuklir

I. PENDAHULUAN (6) Instalasi nuklir mengandung potensi bahaya radiasi berupa zat radioaktif yg dapat mem- bahayakan keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, khususnya bila terjadi kecelakaan parah yang dapat melepaskan zat radioaktif ke lingkungan Potensi bahaya radiasi maupun karakteristik kecelakaan yg mungkin terjadi pada reaktor nuklir dan INNR pada dasarnya berbeda, sehingga sistem keselamatannyapun berbeda

I. PENDAHULUAN (7)‏ Instalasi nuklir di Indonesia: Reaktor Triga 2000 Bandung (2000 kW)‏ Reaktor Kartini Yogyakarta (250 kW)‏ Reaktor Serba Guna GAS Serpong (30 MW)‏ IPEBRR Serpong IEBE Serpong Instalasi Radio Metalurgi (IRM) Serpong KHIPSB3 (Kanal Hubung Instalasi Penyimpa- nan Sementara Bahan Bakar Bekas) Serpong Instalasi Pengolahan Uranium Gresik (Dekom.)

I. PENDAHULUAN (8)‏ Reaktor Triga 2000 Bandung: - Merupakan reaktor nuklir pertama yang dibangun (~ tahun 1961) & dioperasikan di Indonesia - Dibuat oleh General Atomic Inc., USA - Digunakan untuk pelatihan, penelitian, dan produksi isotop - Mulai beroperasi tahun 1964 pada daya 250 kW - Tahun 1971 ditingkatkan dayanya ke 1000 kW - Tahun 2000 ditingkatkan dayanya ke 2000 kW

I. PENDAHULUAN (9)‏ Reaktor Kartini Yogyakarta: - Merupakan reaktor nuklir yang dirancang dan dibangun oleh putra/i Indonesia sendiri (~ tahun 1976) - Digunakan untuk pendidikan, pelatihan dan penelitian - Mulai beroperasi tahun 1979 pada daya 50 kW (saat ini dapat beroperasi pada daya 100 kW)‏

I. PENDAHULUAN (10)‏ Reaktor Serba Guna G.A.Siwabessy Serpong: - Merupakan reaktor nuklir termaju pada saat dibangun (~ th 1983) - Dibuat oleh Interatom GmbH, Jerman Barat - Digunakan untuk penelitian, produksi isotop dan uji material - Mulai beroperasi pada tahun 1987 dan saat ini dapat beroperasi pada daya maksimum 30 MW

I. PENDAHULUAN (11) IPEBRR Serpong: - Digunakan untuk memproduksi elemen bakar RSG GAS dengan kapasitas produksi 70 elemen bakar atau elemen kendali per tahun (untuk waktu kerja 8 jam/hari) - Pada awalnya hanya memproduksi elemen bakar tipe U3O8-Al, dan saat ini memproduksi elemen bakar tipe U3Si2-Al - Mulai beroperasi sejak tahun 1989 sebagai INNR milik BATAN, dan sejak 1996 beralih ke PT BATAN Teknologi

I. PENDAHULUAN (12) IEBE Serpong: IRM Serpong: - Digunakan untuk memproduksi rakitan bahan bakar PLTN HWR jenis Cirene - Saat ini belum beroperasi dan hanya untuk keperluan litbang saja IRM Serpong: - Digunakan untuk uji pasca iradiasi elemen bakar, baik reaktor daya maupun reaktor riset - Mulai beroperasi tahun 1991, dan sampai saat ini telah digunakan a.l. untuk menguji elemen bakar bekas dari RSG

I. PENDAHULUAN (13) KHIPSB3 Serpong: IPU Gresik: - Digunakan untuk menyimpan bahan bahan bekas dari 3 reaktor nondaya dan bahan teriradiasi lainnya, sebelum direekspor atau dipindahkan ke tempat penyimpanan akhir IPU Gresik: - Digunakan untuk mengolah/memisahkan uranium dari asam phosphat (bahan baku pembuatan pupuk) - Saat ini sudah didekomisioning

II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR (1) Upaya yang dilakukan, baik secara teknis maupun administratif, untuk menjamin agar instalasi nuklir tsb tidak membahayakan keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup Upaya tsb dilakukan selama seluruh tahapan pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir meliputi: pemilihan tapak, desain, konstruksi, komisioning, operasi & perawatan, sampai dekomisioning instalasi nuklir

II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR (2) Tujuan Keselamatan instalasi nuklir (IAEA SS No.75-INSAG-3): Keselamatan nuklir umum: Melindungi pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup terhadap bahaya radiasi instalasi nuklir dengan membentuk dan mempertahankan sistem pertahanan yang efektif dalam instalasi nuklir tersebut

II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR (3) Tujuan proteksi radiasi: Menjamin agar paparan radiasi di dalam instalasi nuklir dipertahankan serendah mungkin di bawah NBD (Nilai Batas Dosis) yang diperkenankan, baik selama operasi normal maupun selama terjadinya peristiwa yang dapat mengakibatkan terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan, dan menjamin adanya mitigasi paparan radiasi akibat terjadinya kecelakaan nuklir

II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR (4) NBD (sekarang): 50 mSv per tahun (pekerja radiasi) 5 mSv per tahun (masyarakat umum) NBD (Rekomendasi ICRP 1990): 20 mSv per tahun, maks. 50 mSv per tahun dalam jangka waktu 5 tahun (pekerja radiasi) 1 mSv per tahun, maks. 5 mSv per tahun dalam jangka waktu 5 tahun (masyarakat umum)

II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR (5) Tujuan keselamatan teknis: Mencegah terjadinya kecelakaan dalam instalasi nuklir dengan tingkat kepercayaan yang tinggi; Menjamin agar semua kecelakaan yang dipertimbangkan dalam desain, termasuk kecelakaan dengan kebolehjadian yang sangat kecil, hanya memberikan akibat radiologi yang kecil; dan Menjamin agar kemungkinan terjadinya kecelakaan parah dengan akibat radiologi serius adalah sangat kecil

II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR (6) Fungsi keselamatan instalasi nuklir (IN) merupa-kan fungsi penting terkait SSK IN yang diperlu-kan untuk menjamin keselamatan operasi IN tsb Fungsi keselamatan suatu IN sifatnya spesifik dan mungkin tdk relevan utk IN lain (mis fungsi keselamatan reaktor nuklir “agak berbeda” dg fungsi keselamatan INNR) Fungsi keselamatan merupakan salah satu unsur penting dlm melakukan “grading” persya-ratan yang akan diberlakukan thd SSK IN Penerapannya dilakukan melalui klasifikasi keselamatan, misalnya SSK IN dibagi dalam Kelas Keselamatan I, II, III, dimana makin tinggi Kelas Keselamatan suatu SSK makin ketat persyaratan yg diberlakukan thdnya

II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR (7) Fungsi keselamatan terkait SSK reaktor nuklir: a. Mengendalikan reaktivitas b. Membuang panas yang timbul di teras reaktor c. Mengungkung zat radioaktif dan menahan radiasi Fungsi keselamatan terkait SSK INNR: a. Mengendalikan kondisi sub-kritis dan kimia b. Membuang panas peluruhan dari radionuklida Suatu SSK IN dapat mempunyai satu atau lebih fungsi keselamatan

II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR (8) SSK yg mempunyai fungsi keselamatan disebut SSK yang penting utk keselamatan (“items important to safety”), dan dibagi menjadi 2 jenis: a. SSK terkait keselamatan (“safety related items”), yaitu SSK yang berfungsi pada saat IN beroperasi secara normal, mis. sistem pendingin primer, sistem kendali reaktivitas, dll. b. Sistem Keselamatan (SK), yaitu SSK yang hanya berfungsi pada saat kejadian abnormal atau kecelakaan. Pada saat IN beroperasi secara normal, SK tidak berfungsi tetapi dalam keadaan “stand by”, mis. SPR (sistem proteksi reaktor), SPD (sistem pendingin darurat), dll Slide berikut berisi contoh SSK reaktor nuklir yang penting untuk keselamatan beserta fungsi keselamatannya

II. BAHAYA RADIASI POTENSIAL INSTALASI NUKLIR A. Sumber Bahaya: 1. Reaktor nuklir 2. Instalasi nuklir non-reaktor B. Karakteristik Kecelakaan:

A. SUMBER BAHAYA (1) 1. Reaktor Nuklir: Zat radioaktif hasil reaksi pembelahan berantai dalam bahan bakar nuklir (bahaya radiasi utama) Zat radioaktif hasil reaksi aktivasi neutron dgn bahan struktur reaktor (kecil dibanding dgn di atas, namun penting untuk reaktor riset karena dapat memberikan paparan radiasi pada pekerja dan peneliti yg bekerja di dalam reaktor nuklir) Kedua zat radioaktif di atas dapat merupakan bahaya radiasi eksterna maupun interna pada pekerja dan peneliti

A. SUMBER BAHAYA (2) Zat radioaktif hasil reaksi pembelahan: - Umur pendek (diperlukan untuk memper-kirakan pengaruh jangka pendek dari suatu kecelakaan nuklir terhadap masyarakat dan lingkungan hidup) - Umur panjang (diperlukan untuk memper-kirakan pengaruh jangka panjang dari kecelakaan nuklir tersebut terhadap masyarakat dan lingkungan hidup)

Sifat Fisika Kesehatan Tabel 1. Karakteristik Isotop Hasil Belahan Umur Pendek Isotop Umur Paruh T1/2 Aktivitas (Kci/MW) Sifat Penguapan Sifat Fisika Kesehatan ShD 1 hr stl ShD Br-83 -84 -85 -87 2,3 j 32 m 3 m 56 d 3 6 8 15 Mudah Radiasi eksterna seluruh tubuh, bahaya terhadap kesehatan sedang Kr-83m -85m -88 -89 -90 114 m 4,4 j 78 m 2,8 j 33 d 23 31 39 0,2 0,1 Gas Radiasi eksterna, bahaya terhadap kesehatan kecil

I-131 -132 -133 -134 -135 8 h 2,3 j 21 j 52 m 6,1 j 25 38 54 63 55 23 4,4 Mudah Radiasi eksterna, radiasi interna terhadap kelenjar gondok, radiotoksisitas tinggi Xe-131 -131m 12 h 2,3 h 5,3 h 9,2 j 0,3 1 0,7 4,7 4 Gas Radiasi eksterna, bahaya terhadap kesehatan kecil Te-127m -127 -129m -139 105 j 9,4 j 34 h 72 m 0,5 2,9 2,3 9,5 Terlepas dari uranium yang teroksidasi Radiasi eksterna, bahaya terhadap kesehatan sedang Te-131m -131 30 j 25 m 77 j 3,9 26 2,2 31 Terlepas dari uranium yg teroksidasi

Tabel 2. Karakteristik Isotop Hasil Belah Umur Panjang Umur Paruh T1/2 Aktivitas (Kci/MW) Sifat Penguapan Sifat Fisika Kesehatan ShD 1 hr stl ShD Kr-85 10,4 t 0,12 0.62 Gas Bahaya terhadap kesehatan kecil Sr-89 -90 54 h 28 t 39 1,2 Sedang Bahaya interna terhadap tulang dan paru-paru Ru-106 1,0 t 5 10 Dalam bentuk oksida mudah menguap Bahaya interna terhadap ginjal dan saluran kencing

Cs-137 33 t 1,1 5,3 Mudah Bahaya interna terhadap seluruh tubuh Ce-144 282 h 30 50 Sedikit Bahaya interna terhadap tulang dan paru-paru Ba-140 12,8 h 53 Sedang

A. SUMBER BAHAYA (3) 2. Instalasi Nuklir Non Reaktor: Selama operasi normal, untuk IPEBRR dan IEBE pada umumnya berupa uranium yang akan diproses menjadi elemen bakar nuklir, dan hanya merupakan bahaya radiasi interna Bila terjadi kecelakaan kekritisan, zat radioaktif hasil reaksi pembe-lahan dpt merupakan bahaya radiasi eksterna maupun interna Untuk IRM berupa zat radioaktif hasil reaksi pembelahan yang terdapat dalam elemen bakar bekas yang akan diproses, dan merupakan bahaya radiasi eksterna maupun interna Untuk KHIPSB3 berupa zat radioaktif hasil reaksi pembelahan yang terdapat dalam elemen bakar bekas yang akan disimpan, dan merupakan bahaya radiasi eksterna maupun interna

B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (1) 1. Reaktor Nuklir: Pada dasarnya kecelakaan yang terjadi pada reaktor nuklir dapat dikelompokkan menjadi: a. Kecelakaan reaktivitas b. Kecelakaan kegagalan pendingin c. Kecelakaan kehilangan pendingin (LOCA) c. Kecelakaan penanganan bahan bakar d. Kecelakaan akibat tapak

B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (2) a. Kecelakaan reaktivitas: Diklasifikasikan kedalam transien daya lebih (bila melibatkan kenaikan daya yg relatif lambat di atas daya normal), atau ekskursi nuklir (bila melibatkan kenaikan daya yang sangat cepat) Kerusakan/pelelehan bahan bakar terjadi akibat kegagalan memindahkan panas ke pendingin Akibatnya hasil belahan radioaktif dapat terlepas dari bahan bakar ke sistem pendingin

B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (3) b. Kecelakaan kegagalan pendingin: Dalam sistem pendingin primer, pengangkutan panas yg memadai memerlukan dipertahankan-nya aliran dan jumlah pendingin yang memadai. Kecelakaan kegagalan pendingin pada umum-nya disebabkan kegagalan pompa, sehingga perpindahan panas dari bahan bakar ke pendi-ngin terganggu, suhu bahan bakar meningkat sampai melebihi titik lelehnya, akibatnya hasil belahan radioaktif dapat terlepas ke luar bahan bakar

B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (4) c. Kecelakaan kehilangan pendingin (LOCA): - LOCA terjadi bila ada kebocoran yang besar dari sistem pendingin, misalnya melalui patahan pipa yang besar. - Pada kecelakaan ini suhu bahan bakar meningkat dengan cepat akibat ketiadaan pendingin sehingga mencapai titik lelehnya. - Akibatnya hasil belahan radioaktif terlepas ke luar bahan bakar dan sistem pendingin ke gedung reaktor

B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (5) d. Kecelakaan penanganan bahan bakar: Kecelakaan ini hanya melibatkan satu atau beberapa rakitan bahan bakar Pada kecelakaan ini zat radioaktif yang terlepas lebih sedikit dibandingkan dengan kecelakaan reaktivitas atau kecelakaan kegagalan pendingin Namun akibatnya mungkin lebih besar karena penanganan bahan bakar bekas dilakukan di luar sistem pendingin primer. Dhi zat radioaktif yang terlepas langsung berada di dalam gedung reaktor

B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (6) e. Kecelakaan akibat tapak: Dapat diakibatkan oleh ulah manusia seperti kebakaran, ledakan, tubrukan pesawat, dll Dapat diakibatkan oleh kejadian alam seperti angin, banjir, badai, longsor, gempa bumi, dll Gempa bumi dianggap paling berbahaya karena goncangannya tidak hanya berpengaruh pada gedung/pengungkung saja, melainkan juga pada semua sistem dan komponen reaktor sehingga dapat menggagalkan fungsinya

B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (7) Akibat kecelakaan: Kecelakaan yg terjadi pada reaktor nuklir dapat menga-kibatkan terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan Dari jenis kecelakaan nuklir sebelumnya dipilih beberapa kecelakaan (biasanya yang terparah) yg dijadikan dasar dalam mendesain sistem keselamatan reaktor (DBA) Utk reaktor penelitian, pelepasan radioaktivitas dari subsistem atau komponen reaktor (misalnya akibat pelelehan bahan bakar) biasa dipilih sebagai DBA Sebagai akibat kecelakaan biasa dipakai Skala Kejadian Nuklir Internasional (INES = International Nuclear Event Scale) seperti terlihat pada Tabel berikut

-Tidak berpengaruh terhadap keselamatan 1 Anomali Tingkat Sebutan Kriteria Contoh Normal -Tidak berpengaruh terhadap keselamatan 1 Anomali -Diakibatkan kegagalan peralatan, kesalahan manusia, atau prosedur kurang memadai -Tdk menimbulkan resiko tetapi dpt menun-jukkan kelemahan sistem keselamatan 2 Insiden -Kejadian teknis atau anomali, walaupun tidak berpengaruh langsung thd keselamatan, tetapi dapat mengharuskan dilakukannya evaluasi ulang terhadap peralatan keselamatan 3 Insiden serius Pelepasan zra ke lingkungan yg berakibat penerimaan dosis radiasi maks. 0,1 mSv, tidak memerlukan perlindungan lingkungan Tingkat radiasi tinggi dalam instalasi, pekerja dapat menerima dosis radiasi > 50 mSv Dapat berkembang menjadi kecelakaan akibat kegagalan fungsi sistem keselamatan Vandellos Spanyol (1989)

Kecelakaan dalam instalasi 4 Kecelakaan dalam instalasi Pelepasan zra ke lingkungan yg berakibat penerimaan dosis radiasi beberapa mSv. -Mungkin tdk memerlukan perlindungan lingkungan kecuali pengawasan makanan Kerusakan teras sedang akibat efek mekanis dan/atau pelelehan Dosis radiasi personil dalam orde 1 Sv Saint Laurent Perancis, (1980) 5 Kecelakaan dengan resiko luar -Pelepasan zra ke lingkungan (antara 100 – 1000 TBq I-131). - Hanya memerlukan pelaksanaan sebagian RPKD (mis. Evakuasi/perlindungan) -Kerusakan teras cukup parah akibat efek mekanis dan/atau pelelehan Three Miles Island, USA, (1979) 6 Kecelakaan serius Pelepasan zra ke lingkungan (antara 1000 – 10.000 TBq). Perlu pelaksanaan RPKD utk membatasi pengaruh merugikan terhadap kesehatan 7 Kecelakaan parah -Pelepasan sejumlah besar zra hasil belahan umur pendek dan panjang ke lingkungan (>10.000 TBq I-131) -Pengaruh thd kesehatan besar, baik yang langsung maupun tertunda. Dampak terhadap lingkungan berjangka panjang Chernobyl, Uni Sovyet, (1986) Fukushima (2011)?

B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (8) 2. Instalasi Nuklir Non-Reaktor: Pada dasarnya, kecelakaan yang terjadi di INNR dapat dikelompokkan menjadi: a. Kecelakaan kekritisan b. Kontaminasi daerah kerja c. Kecelakaan konvensional

B. KARAKTERITIK KECELAKAAN (9) a. Kecelakaan kekritisan: Kecelakaan kekritisan merupakan kecelakaan utama pada INNR Pada INNR, bahan bakar nuklir yang diproses dapat berbentuk padat, cair, dan gas Apabila penangannya kurang tepat/benar, dapat terjadi kecelakaan kekritisan yang disebabkan oleh tercapainya masa kritis dan dimensi kritis Kecelakaan kekritisan dapat terjadi pada IPEBRR, IEBE, maupun IRM

B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (10) b. Kontaminasi daerah kerja: Kontaminasi daerah kerja dapat terjadi akibat terlepasnya uranium atau zat radioaktif dari sistem proses ke daerah kerja Kontaminasi uranium dapat terjadi di IPEBRR dan IEBE, sedangkan kontaminasi zat radioaktif dapat terjadi di IRM Akibatnya dapat terjadi kontaminasi udara daerah kerja, kontaminasi permukaan daerah kerja, paparan radiasi, dan kontaminasi interna terhadap para pekerja

B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (11) c. Kecelakaan konvensional: Oleh karena pada umumnya INNR menggunakan zat kimia yg tergolong B3 (bahan beracun dan berbahaya), maka dapat terjadi kecelakaan konvensional seperti kebakaran, ledakan, atau keracunan apabila zat kimia tersebut tidak ditangani dengan sebagaimana mestinya. Kecelakaan jenis ini dapat terjadi di IPEBRR dan IEBE Kecelakaan lain yang dapat terjadi pada INNR adalah kecelakaan mekanik (dengan adanya peralatan mekanik seperti derek, mesin bubut, dll), dan kecelakaan listrik (dengan adanya peralatan proses yang pada umumnya menggunakan listrik tegangan tinggi). Kecelakaan jenis ini dapat terjadi di IPEBRR, IEBE, maupun IRM

III. KARAKTERISTIK KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR A. Pertahanan Berlapis B. Penghalang Ganda: 1. Reaktor nuklir 2. Instalasi nuklir non-reaktor C. Sistem Keselamatan: D. Batasan dan Kondisi Operasi: 1. Batas keselamatan 2. Setting sistem keselamatan 3. Kondisi batas untuk operasi aman 4. Persyaratan survailen/pengawasan 5. Persyaratan administrasi

A. PERTAHANAN BERLAPIS (1) Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan menjamin perlindungan yang memadai terhadap pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi suatu instalasi nuklir, maka desain keselamatan instalasi nuklir dewasa ini menerapkan konsep “pertahanan berlapis” (defence in-depth) Aspek utama konsep pertahanan berlapis adalah penggunaan berbagai lapisan proteksi terhadap pelepasan radioaktivitas, di mana setiap lapisan proteksi akan mem”back-up” lapisan sebelumnya apabila terjadi kegagalan

A. PERTAHANAN BERLAPIS (2) Konsep pertahanan berlapis untuk reaktor nuklir dan INNR pada dasarnya sama, hanya penerapannya selama pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir sedikit berbeda Awalnya, pertahanan berlapis hanya terdiri dari 3 (tiga) lapisan keselamatan, namun dewasa ini berkembang menjadi 5 (lima) lapisan keselamatan, yaitu: 1. Lapisan keselamatan pertama 2. Lapisan keselamatan kedua 3. Lapisan keselamatan ketiga 4. Lapisan keselamatan keempat 5. Lapisan keselamatan kelima

A. PERTAHANAN BERLAPIS (3) 1.Lapisan keselamatan pertama: Ditujukan untuk mencegah terjadinya kondisi abnormal akibat kegagalan sistem & komponen instalasi nuklir selama operasi normal Untuk itu sistem dan komponen instalasi nuklir harus mempunyai mutu yg setinggi mungkin sesuai dengan standar mutu tertinggi Penerapannya dilakukan melalui pembuatan dan pelaksanaan PJM (program jaminan mutu) selama tahap pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir, termasuk tahap pemilihan tapak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku

A. PERTAHANAN BERLAPIS (4) 2. Lapisan keselamatan kedua: Ditujukan untuk mendeteksi terjadinya kondisi abnormal, dan mencegah agar kondisi abnormal tersebut tidak berkembang menjadi kecelakaan Untuk itu instalasi nuklir dilengkapi dgn sistem deteksi kegagalan (mis. sistem instrumentasi dan kendali), sistem proteksi kegagalan (misalnya sistem proteksi reaktor), dll Di samping itu, harus tersedia prosedur operasi dan perawatan instalasi nuklir yang harus dipatuhi dan dilaksanakan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku

A. PERTAHANAN BERLAPIS (5) 3. Lapisan keselamatan ketiga: Ditujukan untuk mengatasi akibat kecelakaan hipotetis (DBA), sehingga zat radioaktif hasil belah tidak terlepas ke lingkungan Untuk itu instalasi nuklir dilengkapi dengan sistem keselamatan seperti sistem proteksi reaktor, dan sistem keselamatan rekayasa (engineered safety features) seperti sistem pendingin darurat (SPD), dll Di samping itu, harus tersedia prosedur operasi dalam keadaan darurat yang harus dipatuhi dan dilaksanakan pada saat terjadi kecelakaan

A. PERTAHANAN BERLAPIS (6) 4. Lapisan keselamatan keempat: Ditujukan utk mengatasi kecelakaan parah (kecelakaan di luar DBA) yang dapat mengakibatkan terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan Untuk itu instalasi nuklir dilengkapi dengan sistem pengungkung (termasuk sistem ventilasi dan isolasi gedung) guna mencegah terlepasnya zra ke lingkungan Di samping itu, harus tersedia prosedur manajemen kecelakaan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan untuk mengendalikan kondisi instalasi nuklir, mencegah penjalaran kecelakaan, dan meringankan/mitigasi akibat kecelakaan parah tersebut

A. PERTAHANAN BERLAPIS (7) 5. Lapisan keselamatan kelima: Ditujukan untuk meringankan (mitigasi) kecelakaan nuklir yang mengakibatkan pelepasan sejumlah besar zat radioaktif hasil belahan ke lingkungan, di mana lapisan keselamatan keempat tidak berfungsi Penerapannya berupa pelaksanaan PPKD (prosedur/ program penanggulangan keadaan darurat) untuk melindungi personil, masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi akibat kecelakaan tersebut Pelaksanaan PPKD tergantung dari kondisi kecelakaan, yaitu kecelakaan yg hanya berakibat di dalam kawasan, atau kecelakaan yg akibatnya sampai ke luar kawasan instalasi nuklir

B. PENGHALANG GANDA (1) Untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan, baik selama operasi normal maupun kecelakaan, instalasi nuklir memiliki sejumlah penghalang fisik yang disebut penghalang ganda (multiple barrier) Penghalang ganda merupakan penerapan konsep pertahanan berlapis, di mana setiap penghalang fisik merupakan “back-up” dari penghalang sebelumnya apabila gagal Karena adanya perbedaan sistem proses antara reaktor nuklir dan INNR, maka penghalang ganda reaktor nuklir pada umumnya berbeda dengan penghalang ganda pada INNR

B. PENGHALANG GANDA (2) Reaktor nuklir: - Pada dasarnya reaktor nuklir mempunyai penghalang ganda yang terdiri dari 3 (tiga) penghalang fisik, yaitu: a. Elemen bakar b. Sistem pendingin primer c. Sistem pengungkung/gedung reaktor - Untuk reaktor daya (PLTN), penghalang ganda bisa terdiri lebih dari 3 (tiga) penghalang fisik seperti terlihat pada gambar, dhi 6 (enam) penghalang fisik

Bahan Bakar Kelongsong Sistem Pendingin Perisai Pengungkung Penyungkup

B. PENGHALANG GANDA (3) a. Elemen bakar: Sebagian besar (>90 %) zat radioaktif hasil belahan tersimpan dalam matriks bahan bakar Sebagian kecil (<10%) dapat berdifusi keluar dari matriks bahan bakar, namun tetap tertahan di dalam kelongsong elemen bakar Kelongsong elemen bakar merupakan penghalang utama terhadap pelepasan zat radioaktif, sehingga harus dipertahankan integritasnya Zat radioaktif hasil belahan dapat keluar dari kelongsong bila terjadi kecelakaan parah yang mengakibatkan kelongsong retak, rusak, atau meleleh

B. PENGHALANG GANDA (4) b. Sistem pendingin primer: Terdiri dari tangki reaktor, pipa, penukar panas, katup, dan pompa Selama operasi normal, untuk reaktor riset diupayakan agar tidak ada zat radioaktif yang terlepas dari sistem pendingin primer, agar tidak membahayakan keselamatan pekerja dan peneliti yang berkerja di dalam gedung reaktor Zat radioaktif hasil belahan dapat keluar dari sistem pendingin primer apabila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan rusaknya sistem pendingin ini

B. PENGHALANG GANDA (5) c. Sistem pengungkung/gedung reaktor: Terdiri dari gedung reaktor dan sistem pengungkung seperti sistem ventilasi, sistem isolasi gedung, dll. Sistem ventilasi berfungsi untuk mempertahankan tekanan negatif di dalam gedung reaktor Berfungsi untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan selama operasi normal maupun kecelakaan Dirancang agar dapat mengatasi kejadian dari dalam maupun dari luar reaktor nuklir, misalnya kebakaran, ledakan, angin ribut, gempa bumi, dll Zat radioaktif hasil belahan dapat terlepas ke lingkungan bila sistem pengungkung/gedung reaktor tidak berfungsi dengan baik, atau terjadi kecelakaan yang berakibat rusaknya sistem pengungkung/gedung reaktor tersebut

B. PENGHALANG GANDA (6) 2. INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR: - Oleh karena potensi bahaya radiasi instalasi nuklir non reaktor (INNR) pada umumnya lebih kecil dibandingkan dengan reaktor nuklir, maka INNR hanya mempunyai penghalang ganda yang terdiri dari 2 (dua) penghalang fisik, yaitu: a. Sistem proses b. Sistem/gedung pengungkung - Penghalang ganda IPEBRR dan IEBE pada dasarnya sama, karena kedua INNR tersebut mempunyai sistem proses yang hampir sama; sedangkan penghalang ganda pada IRM agak sedikit berbeda

B. PENGHALANG GANDA (7) a. Sistem proses: Sistem proses pada IPEBRR dan IEBE digunakan untuk memproduksi elemen bakar atau rakitan bahan bakar (baik untuk reaktor riset maupun reaktor daya/PLTN), karena itu sistem proses untuk kedua INNR tersebut pada dasarnya sama Sistem proses IRM sedikit berbeda dengan kedua INNR di atas, karena sistem proses IRM hanya digunakan untuk pengujian pasca –iradiasi bahan bakar nuklir Selama operasi normal, diupayakan agar uranium tetap tertahan di dalam sistem proses dan tidak terlepas ke daerah/ruangan kerja Namun apabila hal tsb tidak dapat dicegah, harus ada daerah kontaminasi yang diawasi dengan ketat

B. PENGHALANG GANDA (8) b. Sistem/gedung pengungkung: Terdiri dari gedung dan sistem pengungkung seperti sistem ventilasi. Sistem ventilasi berfungsi untuk mempertahankan tekanan negatif di dalam gedung Berfungsi untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan selama operasi normal maupun kecelakaan Dirancang agar dapat mengatasi kejadian dari dalam maupun dari luar INNR, misalnya kebakaran, ledakan, angin ribut, gempa bumi, dll Zat radioaktif hasil belahan dapat terlepas ke lingkungan bila sistem/gedung pengungkung tidak berfungsi dengan baik, atau terjadi kecelakaan yang berakibat rusaknya sistem/gedung pengungkung tersebut

C. SISTEM KESELAMATAN (1) Instalasi nuklir pada dasarnya terdiri dari sistem proses dan sistem keselamatan Sistem proses berfungsi pada kondisi operasi normal, sedangkan sistem keselamatan hanya berfungsi pada kondisi abnormal atau kecelakaan Sistem keselamatan bertujuan untuk mempertahankan instalasi nuklir pada kondisi yang aman, dan mencegah terlepasnya zat radioaktif agar tidak membahayakan keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup Mengingat adanya perbedaan dalam sistem proses dan potensi bahaya maupun karakteristik kecelakaan antara reaktor nuklir dan INNR, maka sistem keselamatan reaktor nuklir pada umumnya berbeda dengan sistem keselamatan INNR

C. SISTEM KESELAMATAN (2) 1. Reaktor nuklir: Potensi bahaya utama dari suatu reaktor nuklir adalah adanya zat radioaktif hasil belahan dalam jumlah besar yang terkandung dalam bahan bakar nuklir Agar zat radioaktif tersebut tidak membahayakan keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, maka reaktor nuklir dilengkapi dengan penghalang ganda terhadap pelepasan radioaktivitas seperti telah dijelaskan sebelumnya Sistem keselamatan reaktor di samping berfungsi untuk mempertahankan reaktor dalam kondisi yang aman, juga berfungsi mempertahankan integritas penghalang ganda

C. SISTEM KESELAMATAN(3) Berdasarkan hal tersebut sistem keselamatan reaktor dapat dikelompokkan menjadi: sistem pemadam reaktor (reactor shutdown system), dan sistem keselamatan rekayasa (engineered safety features) Pada kondisi normal atau kecelakaan, sistem pemadam reaktor harus dapat menurunkan daya reaktor dan mempertahankannya dalam kondisi subkritis Selanjutnya sistem keselamatan rekayasa berfungsi mencegah dan/atau mengatasi akibat kecelakaan nuklir yang dapat melepaskan zat radioaktif ke lingkungan, sehingga tidak membahayakan keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup

C. SISTEM KESELAMATAN (4) Contoh sistem keselamatan reaktor nuklir: Sistem instrumentasi & kendali, untuk mengendalikan reaktor dan mendeteksi kegagalan/ kondisi abnormal b. Sistem proteksi reaktor, berfungsi memadamkan reaktor apabila terjadi kondisi abnormal atau kecelakaan c. Sistem ventilasi, berfungsi mempertahankan tekanan negatif di dalam gedung reaktor, baik pada kondisi normal maupun abnormal/kecelakaan d. Sistem pembuangan panas peluruhan, berfungsi memindahkan panas peluruhan pada kondisi normal maupun abnormal e. Sistem pendingin darurat, berfungsi mendinginkan reaktor pada saat terjadi LOCA; dan lain-lain

C. SISTEM KESELAMATAN (5) 2. Instalasi nuklir non reaktor: Keselamatan radiasi merupakan faktor penting dalam INNR. Selama operasi normal, penerapan prinsip proteksi radiasi seperti penggunaan perisai radiasi, bekerja sejauh dan sesingkat mungkin dari sumber radiasi perlu diperhatikan. Seperti pada reaktor nuklir, INNR juga mempunyai penghalang ganda, walaupun dalam bentuk yang lebih sederhana, yang berfungsi mencegah terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan Sistem keselamatan INNR berfungsi antara lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi daerah kerja, mendeteksi terjadinya kekritisan, dan mempertahankan integritas fungsi pengungkungan zat radioaktif

C. SISTEM KESELAMATAN (6) Contoh sistem keselamatan INNR: a. Sistem pemantau radiasi, portabel maupun stasioner, berfungsi untuk mendeteksi paparan radiasi dan/atau kontaminasi daerah kerja dan paparan radiasi personil b. Sistem ventilasi, yang berfungsi mempertahankan tekanan negatif di dalam “glove box”, lemari asap, atau sistem proses lainnya maupun gedung INNR. Sistem ventilasi ini merupakan salah satu sistem keselamatan utama pada INNR c. Sistem detektor kekritisan, berfungsi mendeteksi terjadinya kekritisan di dalam INNR d. Sistem deteksi dan proteksi kebakaran, dll

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (1) BKO (Batasan dan Kondisi Operasi) merupakan batasan terhadap nilai parameter dan kondisi operasi instalasi nuklir, agar instalasi nuklir tsb dapat beroperasi dengan aman, untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan/atau memperkecil dampak/ akibat kecelakaan tersebut BKO harus dibuat oleh PIN untuk dinilai dan disetujui terlebih dahulu oleh BAPETEN sebelum dilaksanakan Selanjutnya BKO dijadikan dasar bagi BAPETEN dalam mengawasi pelaksanaan operasi instalasi nuklir tersebut Pada dasarnya BKO reaktor nuklir sama dengan BKO INNR, namun karena parameter dan kondisi operasi reaktor nuklir berbeda dengan INNR, maka penerapan BKO untuk reaktor nuklir juga berbeda dengan BKO untuk INNR

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (2) Pada dasarnya BKO instalasi nuklir terdiri dari unsur-unsur berikut: 1. Batas keselamatan (BK) 2. Setting sistem keselamatan SSK) 3. Kondisi batas untuk operasi aman (KBO) 4. Persyaratan survailen/pengawasan 5. Persyaratan administrasi

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (3) 1. Batas keselamatan (BK): BK merupakan batas nilai parameter yang tidak boleh dilampaui selama operasi instalasi nuklir. Pelampauan nilai BK akan menyebabkan instalasi nuklir berada dalam kondisi tidak aman dan dapat berakibat terjadinya kecelakaan BK ditetapkan pada variabel parameter proses penting yang diidentifikasi dalam analisis keselamatan, dan pada umumnya ditujukan untuk mempertahankan keutuhan penghalang utama terhadap pelepasan radioaktivitas (misalnya kelongsong elemen bakar untuk reaktor nuklir, atau komponen sistem proses seperti glove box, lemari asap, hot cell, dll untuk INNR)

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI ( 4) a. Contoh BK untuk reaktor nuklir: (Reaktor Triga 2000 Bandung) - Suhu elemen bakar maksimum Tebm = 950 ºC (untuk mempertahankan integritas elemen bakar) - Suhu pendingin maksimum Tpm = 49 ºC (untuk mencegah “film boiling” pada kelongsong e.b) - Daya maksimum Pm = 2400 kW (120% daya normal) (untuk mencegah terlampauinya BK elemen bakar) - Level air kolam minimum di atas teras Hm = 550 cm (untuk menjamin terpenuhinya pendinginan teras reaktor dan perisai radiasi ke arah vertikal) Catatan: Bila BK dilampaui, reaktor pada kondisi tdk aman

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (5) b. Contoh BK untuk INNR: - IPEBRR: massa diizinkan (dalam tungku dapur, mesin pengerolan, lemari asap, mesin potong dan gunting, dll) = 12, 65 kg uranium, dll - IEBE: paparan radiasi maksimum pada daerah kerja = 25 µSv/jam, batasan kontaminasi udara daerah kerja = 20 Bq/cm3 (α) dan kontaminasi udara buang lewat cerobong = 2 Bq/cm3 (α), dll - IRM: operating area dan lab lain di luar hot cell < 10 µSv/jam, kontaminasi udara daerah kerja = 20 Bq/cm3 (α) dan 200 Bq/cm3 (β), dll

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (6) 2. Setting sistem keselamatan (SSK): Agar supaya BK tidak terlampaui, maka diperlukan mekanisme tertentu untuk mencegahnya Hal tersebut dilakukan dengan memasang sistem monitor untuk setiap parameter yang disyaratkan, yang pada nilai tertentu akan memberikan sinyal untuk memicu tindakan proteksi otomatis oleh suatu sistem keselamatan (misal SCRAM) agar BK tidak dilampaui Nilai tertentu di bawah BK yang ditetapkan untuk memicu tindakan proteksi otomatis ini disebut SSK (setting sistem keselamatan) Seperti halnya BK, SSK juga ditetapkan pada variabel parameter proses penting yang diidentifikasi dalam analisis keselamatan

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (7) a. Contoh SSK untuk reaktor nuklir: (Reaktor Triga 2000 Bandung) - Suhu elemen bakar Teb = 750 ºC - Suhu pendingin Tp = 47 ºC - Daya reaktor P = 2200 kW (110% daya normal) - Level air kolam H = 600 cm Catatan: Bila SSK dilampaui, maka reaktor akan SCRAM (padam secara otomatis)

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (8) b. Contoh SSK untuk INNR: - Oleh karena potensi bahaya INNR jauh lebih kecil dibandingkan dengan reaktor nuklir, maka pada umumnya INNR tidak mempunyai SSK yang dapat memberikan sinyal untuk memicu tindakan proteksi otomatis oleh suatu sistem keselamatan - Apabila BK suatu INNR dilampaui, maka alarm akan berbunyi, dan para pekerja harus segera meninggalkan ruangan kerja

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (8) 3. Kondisi batas untuk operasi aman (KBO): KBO merupakan batas yang ditetapkan pada peralatan dan parameter operasi untuk menyediakan margin yang memadai antara nilai operasi normal dengan SSK KBO ditetapkan di bawah SSK, dan biasanya ditetapkan pada nilai parameter 10% di atas nilai operasi normal untuk parameter tersebut Seperti halnya BK dan SSK, penetapan KBO juga didasarkan pada analisis keselamatan dan biasanya ditetapkan secara administratif Ketaatan terhadap KBO akan mencegah tercapainya SSK sehingga instalasi nuklir dapat beroperasi pada kondisi yang aman

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (9) a. Contoh KBO untuk reaktor nuklir: (Reaktor Triga 2000 Bandung) - Suhu elemen bakar Teb = 650 ºC (Nilai operasi normal = 550 ºC) - Suhu pendingin Tp = 45ºC (Nilai operasi normal = 42 ºC) - Daya reaktor P = 2050 kW (105% daya normal) (Nilai operasi normal = 2000 kW) - Level air kolam H = 630 cm (Nilai operasi normal = 650 cm) Catatan: Bila KBO dilampaui, alarm akan berbunyi, dan operator harus melakukan tindakan tertentu mis menurunkan daya reaktor secara manual, atau memadamkan reaktor (SCRAM) secara manual

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (10) b. Contoh KBO untuk INNR: - Sama dengan SSK, pada umumnya INNR tdk mempunyai KBO seperti halnya reaktor nuklir - Apabila BK suatu INNR dilampaui, maka alarm akan berbunyi, dan para pekerja harus segera meninggalkan ruangan kerja

Batasan dan Kondisi Operasi (BKO) 100 % Nilai operasi normal 110 % KBO SSK BK Kondisi kecelakaan Operasi normal Kejadian operasional terantisipasi

Batasan dan Kondisi Operasi (BKO) SSK KBO NON Teb 950 °C. 750 °C 650 °C 550 °C P 120 % (2400 kW) 110 % (2200 kW) 105 % (2100 kW) 100 % (2000 kW) Tp 49 °C 47 °C 45 °C 42 °C H 550 cm 600 cm 630 cm 650 cm

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (11) 4. Persyaratan survailen/pengawasan: Persyaratan survailen mensyaratkan bahwa desain instalasi nuklir harus sedemikian untuk memungkinkan dilakukannya inspeksi & uji fungsi terhadap komponen, struktur dan sistem (KSS) yg penting untuk keselamatan Dpl KSS yang mempunyai BK, SSK dan KBO harus dapat diinspeksi dan diuji fungsi secara berkala, untuk menunjukkan bahwa KSS tersebut mampu atau siap menjalankan fungsinya setiap saat bila diperlukan Persyaratan survailen harus merinci ruang lingkup dan frekuensi pengujian KSS utk menunjukkan terpenuhinya persyaratan kinerja yang berkaitan dengan KSS tersebut

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (12) Jenis survailen: - Inspeksi, berupa kegiatan pengujian, observasi atau pengukuran untuk menentukan kesesuaian dengan spesifikasi KSS - Pemeriksaan kemampuan operasi, berupa kegiatan pengujian untuk membuktikan bahwa KSS mampu menjalankan fungsinya seperti yang disyaratkan - Kalibrasi, berupa kegiatan pengujian untuk membuktikan kesesuaian output/nilai parameter yang diukur oleh suatu instrumen/alat ukur dgn sinyal input standar

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (13) a. Contoh persyaratan survailen untuk reaktor nuklir (Reaktor Triga 2000 Bandung): - Kalibrasi daya termal (3 kali per tahun, atau setelah perubahan konfigurasi teras) - Pengukuran waktu jatuh batang kendali (1 kali per tahun) - Penggantian filter sistem ventilasi (Jika tekanan negatif udara gedung reaktor < 2 mm H2O) - Dan lain-lain

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (14) b. Contoh persyaratan survailen untuk INNR: - Kalibrasi monitor radiasi (1 kali per tahun) - Penggantian filter sistem ventilasi (bila filter sudah jenuh, atau beda tekanan antara input – output mencapai harga tertentu misalnya 10 cm H2O) - Dan lain-lain

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (15) 5. Persyaratan administrasi: Merupakan kendali administratif terhadap struktur organisasi, kualifikasi dan pelatihan personil, penilaian dan audit, prosedur, pencatatan, pelaporan, keselamatan radiasi, serta modifikasi dan pemanfaatan fasilitas Persyaratan administrasi juga mencakup tindakan yang harus dilaksanakan dalam hal terjadi kondisi abnormal dan/atau penyimpangan terhadap BKO Persyaratan administrasi untuk reaktor nuklir dan INNR pada dasarnya sama

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (16) Unsur-unsur persyaratan administrasi: a) Struktur organisasi: - Diagram organisasi pengoperasi - Tugas, wewenang, tanggung jawab personil - Susunan personil pengoperasi b) Kualifikasi dan pelatihan personil: - Persyaratan kualifikasi - Jenis dan frekuensi pelatihan

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (17) c) Penilaian dan audit: - Panitia Penilai Keselamatan (komposisi dan kualifikasi anggota, kewenangan, frekuensi minimum pertemuan anggota, hal-hal yang dinilai, dokumentasi hasil penilaian, dll) - Tim Audit/Jaminan Mutu (komposisi dan kualifikasi anggota, kewenangan, frekuensi minimum pelaksanaan audit/pertemuan anggota, dokumentasi hasil audit, dll)

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (18) d) Prosedur: - Pernyataan bahwa kegiatan instalasi nuklir seperti operasi, perawatan, survailen, pelaksanaan program proteksi radiasi, kesiapsiagaan nuklir, dll akan dilakukan menurut prosedur tertulis yang disahkan oleh pimpinan tertinggi - Tahapan pembuatan prosedur, revisi prosedur, dll e) Pencatatan/Perekaman: - Ketentuan tentang penyiapan, penyimpanan dan ketersediaan berbagai dokumen & rekaman yg menun-jukkan kesesuaian operasi instalasi nuklir dengan BKO - Dokumen dan rekaman yang perlu disimpan dan jangka waktu penyimpanannya

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (19) f) Pelaporan: - Laporan operasi (format dan isi laporan operasi, frekuensi penyampaian laporan operasi kepada BAPETEN, dll) - Laporan kejadian (penyimpangan terhadap BKO, kejadian abnormal, atau kecelakaan) g) Keselamatan radiasi: - Komitmen manajemen untuk melindungi pekerja, pengguna instalasi, masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi

D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI (20) h) Modifikasi dan pemanfaatan instalasi: - Persyaratan administrasi untuk melakukan modifikasi - Persyaratan administrasi untuk melakukan eksperimen/ modus operasi baru i) Tindakan dalam kejadian abnormal: - Tindakan yang dilaksanakan dalam hal terjadi penyimpangan KBO - Tindakan yang dilaksanakan dalam hal terjadi penyimpangan SSK - Tindakan yang dilakukan dalam hal terjadi penyimpangan BK, dll

TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN ANDA