Jakarta, 3 Juli 2014
1. Ali Djajono (Kemenhut) 2. Paramita Iswari (Fasilitator) 3. Madani Mukarom (AsosiasiKPH) 4. Nus Ukru (Masyarakat/ DGM) 5. Sugeng Wahyudiono (Akademisi) 6. Mahendra Tahir (LSM) 7. Gusti Putu Armada (AWKMI) 8. Aliza (Solidaritas Perempuan)
Tinjau ulang kebijakan-kebijakan tentang KPH yang selama ini bersifat kontradiktif Perlu kebijakan sertifikasi profesi untuk pengembangan SDM KPH Perlu dikembangkan kebijakan bagi pembentukan lembaga mitra sejajar KPH (beranggotakan multistakeholder) yang bisa menjalankan fungsi kontrol dan konsultasi Perlu kajian terkait kelembagaan apakah akan lebih menekankan bisnis atau pelayanan publik, atau mengkombinasikan keduanya Perlu ada mekanisme transfer fiskal yang memungkinkan dari pusat ke daerah sehingga KPH bisa memanfaatkannya secara langsung
Perlu pengembangan strategi komunikasi yang efektif sehingga internalisasi KPH di daerah (institusi pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat sipil, komunitas termasuk perempuan dan laki-laki) bisa berjalan efektif Strategi komunikasi bisa dikembangkan dengan memanfaatkan media massa dan forum-forum di daerah Membangun strategi perencanaan dan implementasi yang partisipatif dengan memprioritaskan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam pembangunan KPH
Penataan batas dan resolusi konflik dengan menerapkan prinsip PADIATAPA yang inklusif, sensitif dan responsif gender merupakan langkah penting dalam mendorong operasionaliasi KPH di lapangan Perlu dikembangkan insentif (peningkatan kapasitas, penghargaan, dll) yang memadai bagi KKPH untuk mendorong proses operasionalisasi KPH bisa berjalan lebih cepat KPH harus menjadikan masyarakat adat dan komunitas lokal (laki-laki dan perempuan) sebagai proritas utama untuk mendapatkan manfaat, akses dan kontrol dalam pengelolaan hutan Persoalan tenurial harus diselesaikan pada tingkat tapak dengan mengacu pada putusan MK 35/2012, MK 45/2011 dan peraturan lain yang memberikan hak dan akses bagi masyarakat adat dan komunitas lokal (laki-laki dan perempuan)
Pembangunan KPH harus didorong menjadi bagian dari proses reformasi birokrasi kehutanan Perlu dikembangkan mekanisme kerja sama antar KPH untuk menumbuhkembangkan pengelolaan pengetahuan dalam penyelesaian berbagai persoalan. Mengembangkan jaringan secara luas dengan kalangan pemegang otoritas pengetahuan(antara lain RAKI, lembaga litbang kehutanan, dll) untuk meningkatkan kualitas KPH Perlu pengarusutamaan gender dalam pembangunan KPH melalui istrumen- istrumen strategis yang menerapkan prinsip inklusif, sensitif dan responsif gender untuk mencapai kesetaraan substantif dalam manfaat, akses dan kontrol, termasuk dengan menerapkan gender safeguard. Orientasi ekonomi dalam pengembangan KPH perlu diimbangi dengan orientasi lingkungan dan sosial sehingga keberlanjutan sumber daya hutan dan masyarakat adat dan komunitas lokal (laki-laki dan perempuan) yang ada di sekitarnya bisa terjamin. Dalam rangka penyelesaian tenurial, penerapan prinsip-prinsip PADIATAPA yang inklusif, sensitif dan responsif gender menjadi keharusan.
1. Hasil diskusi kelompok 1 2. Hasil diskusi kelompok 2 3. Hasil diskusi kelompok 3 4. Hasil diskusi kelompok 4