PENGELOLAAN HUTAN LESTARI (SUSTAINABLE) PERTEMUAN KE 12: PENGELOLAAN HUTAN LESTARI (SUSTAINABLE) Mengapa hutan harus dikelola secara lestari Konsep Pembangunan Bderkelanjutan (Sustainable Development) Konsep Pembagunan Hutan Berkelanjutan (Sustainable Forest Management / SFM) Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari Sertifikasi LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia)
1. MENGAPA HUTAN HARUS DIKELOLA SECARA LESTARI Perubahan kehidupan agraris menjadi industri : perubahan pola kehidupan sesuai proses alami menjadi ekploitasi SDA (terutama SDA tak terbaharui) Pertambahan penduduk menyebabkan pertambahan kebutuhan manusia semakin besar dan terjadi revolusi industri yang menyebabkan kerusakan ekosistem hutan Hukum Malthus (1830) : pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan produksi pangan mengikuti deret hitung.... Maka terjadilah pembukaan lahan dan eksploitasi hutan alam Secara alami, Bumi hanya mampu menghidupi 2 Milyar manusia, tetapi berkat Haber (1913) yang menemukan pupuk N maka terjadi Revolusi Industri akibatnya terjadi ketidakseimbangan ekosistem : polusi, pestisida DDT, pencemaran merkuri (penyakit minamata) ----- pencemaran lingkungan.
Masalah global saat ini : Pertumbuhan penduduk Pemanasan global Kerusakan ozon Hujan asam Kerusakan hutan (deforestation dan penggurunan hutan (deseartation) Pencemaran udara dan air (lautan dan air tawar) Kelestarian biodiversity Pembangunan yang tidak berkelanjutan (unsustainable development)
WAJIB MEMILIKI SERTIFIKAT ECOLABEL Tahun 1972 PBB melakukan Konferensi Lingkungan Hidup Sedunia yang pertama di Stockholm, Swedia yang dikenal dengan United Nations Conference on Human Environment. Tahun 1992 setelah 20 tahun dari konferensi di Stockholm dilakukan kembali konferensi UNCED (United Nation Conference on Environment and Development) di Rio de Janeiro dibawah prakarsa PBB yang dikenal dengan KTT Bumi atau KTT Rio. KTT Rio menghasilkan deklarasi antara lain : 1. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) 2. Prinsip-prinsip Pengaturan Hutan 3. Konvensi Biodiversity Tahun 1989 di New York pada workshop yang diadakan oleh Rainforest Alliance (LSM) menuntut jaminan kelestarian hutan tropik bahkan memperjuangkan boikot kayu tropik walaupun tidak disepakati oleh para peserta (forum). Namun disetujui untuk menerapkan adanya sistem labelling dan sertifikasi terhadap kayu tropik sebagai tanda kayu tersebut berasal dari hutan yang dikelola secara lestari. ITTO (International Tropical Timber Organisation) pada 1990 dalam konferensi di Bali memutuskan bahwa tahun 2000 sebagai target tercapainya pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management, SFM) di hutan tropika yang dikenal dengan era penerapan ekolabel (Ecolabelling). SELURUH PRODUK YG BERBAHAN BAKU KAYU TROPIK WAJIB MEMILIKI SERTIFIKAT ECOLABEL
2. KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pembangunan adalah proses transformasi sumberdaya alam, teknologi, ekonomi dan sumberdaya manusia (sosial budaya) Bumi yang sudah berumur milyaran tahun mungkin akan tetap ada/bertahan bila terjadi perubahan, sedangkan manusia yang umurnya kurang dari setengah milyar tahun bisa musnah bila kondisi yang membuatnya ada tidak dijaga bersama-sama. Prinsip-prinsip Pembangunan berkelanjutan 1. Menjamin pemerataan dan keadilan social 2. Menghargai keanekaragaman 3. Menggunakan pendekatan integrative 4. Perspektif jangka panjang 5. Sasaran dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 6. Keberlanjutan ekologis 7. Keberlanjutan ekonomi 8. Keberlanjutan Sosial-budaya 9. Keberlanjutan Politik 10. Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Konsep dari World Commision on Environmental and Development (WCED) dan komisi Brundtland: Pembangunan berkelanjutan ialah pembangunan yang diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan sendiri Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan (tri dimensional) secara terpadu yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan
World Summit 2005 menghasilkan konsep tiga pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan yang saling berinteraksi yaitu : Pembangunan tidak hanya untuk memenuhi kepentingan ekonomi, sosial, maupun lingkungan secara parsial. Akan tetapi harus terpadu dan saling mengkaitkan kepentingan satu sama lainnya. Sebab, keberlanjutan ketiga kepentingan tsb adalah saling bergantung satu sama lainnya
Tiga aspek pembangunan berkelanjutan : Keberlanjutan ekonomi, diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinyu untuk memelihara keberlanjutan pembangunan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi dan industri Keberlanjutan lingkungan yakni pembangunan harus mampu menghindari eksploitasi, serta mampu memelihara sumberdaya yang stabil, fungsi lingkungan, keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk katagori sumber ekonomi. Keberlanjutan sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.
Ketiga aspek pembangunan berkelanjutan tersebut adalah saling berkontribusi dampak yang positif antara satu dengan yang lainnya. Sehingga apabila dijalankan dan diimplemetasikan dengan baik dalam berbagai aspek kehidupan akan terjadi keterikatan dan ketergantungan yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan dari generasi demi generasi Keterkaitan dan ketergantungan ketiga aspek tersebut ialah sebagai berikut: aspek ekonomi memberi dampaknya pada aspek sosial (equitable) dan lingkungan (viable), aspek sosial memberi dampaknya pada aspek ekonomi (equitable) dan lingkungan (bearable) aspek lingkungan memberi dampaknya pada aspek ekonomi (viable) dan sosial (bearable)
Empat prinsip yang harus dipenuhi dalam mencapai pembangunan berkelanjutan (Hadi, 2005): Pemenuhan kebutuhan manusia (fullfilment of human need), sandang, pangan dan papan hak asasi manusia, rasa aman dan memiliki kesempatan untuk mengekspresikan pendapat memelihara integritas ekologi (maintenace of ecological integrity), yakni perlindungan sumberdaya (konservasi) sebagai akibat keterbatasan daya dukungnya keadilan sosial (social equity) pemerataan hasil pembangunan adanya solidaritas antar generasi tidak boleh mengorbankan hak-hak generasi yang akan datang kemampuan menentukan nasib sendiri (self determination). mandiri partisipatori demokrasi mampu memutuskan sendiri atas hal-hal yang berkaitan dengan nasib dan masa depannya memiliki rasa keterbukaan dan transparansi
3. KONSEP PEMBANGUNAN HUTAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT / SFM) Istilah lestari selalu menjadi bagian dari konsep kehutanan yang universial. Konsep ini bermula dari kelestarian hasil produksi, panen yang terukur berdasarkan hasil panen yang sama dari tahun ketahun, tidak menurun atau panen yg progresif. Sesuai perkembangan lingkungan hidup dan kelestarian SDA, maka sistem pengelolaan hutan harus dapat menjamin kelestarian multidimensi, yaitu : 1. Kelestarian SDA 2. Kelestarian hutan dan hasil hutan 3. Kelestarian fungsi lingkungan 4. Kelestarian manfaat bagi masyarakat
KTT Bumi di Rio de Janeiro menghasilkan prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaan hutan lestari meliputi : Kepemilikan hutan Tujuan pengelolaan sumberdaya hutan Kebijakan dalam pengelolaan hutan Langkah-langkah dalam pengelolaan dan pembangunan hutan Nilai hutan Keseimbangan manfaat ekonomi dan ekologi Pendanaan, teknik dan sistem pemasaran hasil hutan Peranan hutan tanaman Peningkatan peranan hutan alam Kebijakan pengelolaan hutan Peranan IPTEK, kerjasama international dalam penelitian/pengembangan Aturan perdagangan internasional termasuk pajak/tarif.
Batasan dan Kriteria SFM dari ITTO : SMF adalah proses pengelolaan lahan hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan pengelolaan yang secara jelas ditetapkan, yang menyangkut produksi hasil hutan yang diinginkan dan jasa secara berkesinambungan, tanpa dampak yang tidak diinginkan baik terhadap lingkungan maupun sosial, atau pengurangan nilai yang terkandung di dalamnya dan potensinya pada masa mendatang. Kriteria dan indikator yang dikembangkan oleh ITTO untuk pengelolaan hutan berkelanjutan dibuat untuk tingkat nasional dan tingkat kesatuan pengelolaan hutan. Ada 5 Kriteria dari ITTO untuk Pengelolaan Hutan Lestari : 1. Basis Sumberdaya hutan (5 indikator) 2. Kesinambungan hasil hutan (8 indikator) 3. Tingkat pengendalian lingkungan (3 indikator) 4. Dampak sosial ekonomi (4 indilator) 5. Kelembagaan (7 indikator) Setiap kriteria terdiri atas beberapa indikator pengelolaan hutan lestari ITTO mengembangkan Pedoman Pengelolaan Hutan Alam Tropik Secara Lestari dan Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Tanaman Tropika secara Lestari.
Regulasi Pengelolaan Hutan di Indonesia: Lahir terlambat Undang undang RI No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan : Bagian kedua : asas dan tujuan Pasal 2 : Penyelengaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan. Pasal 3 : Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan : Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.
Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisi-patif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
4. SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN Konsep Sertifikasi Hutan Sertifikasi (manajemen) hutan didefinisikan sebagai prosedur verifikasi yang menghasilkan sertifikat mengenai kualitas pengelolaan hutan dalam hubungannya dengan satu set kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari. Pelaksanaan penilaiannya dilakukan oleh pihak ketiga yang independen. Tujuan Sertifikasi Hutan Untuk menyediakan insentif baik insentif pasar atau non pasar untuk mendorong peningkatan kualitas pengelolaan hutan menuju pengelolaan hutan secara lestari atau berkelanjutan. Tujuan ini disebut sebagai tujuan Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) atau sering disebut sebagai Sustainable Forest Management objective Untuk meningkatan akses pasar dan share for products dari sistem pengelolaan yang lestari. Tujuan ini disebut sebagai tujuan perdagangan atau Trade Objective
Gambar : Konteks Kebijakan dalam Sertifikasi yg berorientasi Pasar Tujuan lain sertifikasi : meminimumkan kebutuhan atas pelaksanaan peraturan perundangan (law enforcement ), meningkatkan efisiensi, dan mengurangi resiko investasi (Simula 1999 dalam Bass dan Simula, 1999). Gambar : Konteks Kebijakan dalam Sertifikasi yg berorientasi Pasar (sumber: Bass dan Simula, 1999) Sertifikasi hutan dapat menjadi jembatan antara konsumen yang mau membayar lebih bagi produk hutan yang ramah lingkungan atau menolak produk yang tidak ramah lingkungan, dan para manajer hutan yang mempunyai komitmen untuk meningkatkan kinerja pengelolaan hutannya.
5. SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI MELALUI LEMBAGA EKOLABEL INDONESIA (LEI) Konsep Dasar Ekolabel Ekolabel berasal dari kata eco yang berarti lingkungan hidup dan label yang berarti suatu tanda pada produk yang membedakannya dari produk lain. Ekolabel membantu konsumen untuk memilih produk yang ramah lingkungan dan berfungsi sebagai alat bagi produsen untuk menginformasikan konsumen bahwa produk yang diproduksinya ramah lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka tergambarkan bahwa kegunaan utama ekolabel adalah untuk membantu konsumen membuat "suatu pilihan", karena ekolabel memungkinkan adanya perbandingan antara produk-produk sejenis Tujuan Ekolabel Bagi konsumen adalah selain memberikan informasi kepada konsumen agar konsumen dapat membuat pilihan berdasarkan informasi tersebut, juga agar konsumen dapat membedakan antara produk ramah lingkungan dengan yang tidak. 2. Bagi produsen adalah untuk memberi kesempatan kepada produsen mendapat penghargaan atas usahanya memelihara lingkungan hidup dan menciptakan insentif pasar bagi produsen untuk menekan pengeluaran biaya
Ekolabel diberikan melalui proses sertifikasi yg dapat menjamin bahwa suatu produk diproduksi dengan mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup. Sertifikasi dilakukan oleh pihak ketiga yang independen Penilai kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari dilakukan oleh pihak ketiga sebagai lembaga penilai yang independent Mengacu pada GATT (General Agreement on Tariff and Trade): Ekolabel didasarkan pada prinsip non-diskriminasi dan atas dasar sukarela. Dasar sukarela menekankan bahwa sistem sertifikasi bekerja atas dasar insentif pasar. Produsen ikut serta ketika melihat ada insentif pasar bagi produk-produk berlabel atau Produsen berkesempatan untuk mengembangkan pasaran baru Produsen tidak melakukan ancaman boikot ketika tidak mendapatkan insentif pasar.
Berdasarkan objek sertifikasinya, secara umum sertifikasi dan/atau pelabelan terdiri atas tiga macam, yaitu: Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari/PHPL (Forest Resource Certification) memberikan informasi bahwa dalam pengelolaan hutan produksi (Hutan Alam maupun Hutan Tanaman) telah dilakukan upaya-upaya yang menjamin kelestarian produksi/ekonomi, kelestarian fungsi ekologi/ lingkungan dan kelestarian fungsi sosial hutan. Lacak Balak (Timber Tracking) memberikan informasi bahwa balak yang digunakan sebagai bahan baku industri tertentu berasal dari hutan yang telah memenuhi syarat sertifikasi PHPL. Ekolabel hasil hutan (Forest Product Labeling) memberikan informasi bahwa selain telah memenuhi syarat sertifikasi PHPL dan Lacak Balak, proses pengolahan produk tersebut tidak menimbulkan dampak penting negatif terhadap lingkungan.
MATRIKS KERANGKA PEMIKIRAN PENGEMBANGAN KRITERIA INDIKATOR SERTIFIKASI PHPL Keterangan : FR = Forest Resources FP = Forest Products FB = Forest Business ES = Ecosystem Stability SS = Survival of (Endangered/Endemic/Protected) Species TS = Forest Tenure System CE = Community and Employees’ Economic Development. SCI= Social and Cultural Integration (of Community and Employees) CH = Community Health WR = Workers’ Rights
LEMBAGA SERTIFIKASI LEI Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) adalah lembaga independen yang mengembangkan sistem sertifikasi ekolabel di Indonesia, dan memberikan akreditasi kepada lembaga pelaksana penilai sistem sertifikasi LEI. Tahun 1999, Yayasan LEI menandatangani MOU dengan FSC, sebuah organisasi yang memberikan akreditasi bagi lembaga sertifikasi ekolabel internasional. Berdasarkan MoU tersebut, kriteria dan indikator LEI mengacu pada FSC dan digunakan dalam seluruh kegiatan sertifikasi hutan alam produksi di Indonesia. Selanjutnya, kegiatan sertifikasi tersebut harus dilaksanakan dalam konteks joint certification program (JCP) antara LEI dengan FSC, yang diharapkan akan menghasilkan saling pengakuan ( Mutual Recognition Agreement - MRA) terhadap sertifikat ekolabel dari kedua pihak. Tahun 2000 LEI telah melaksanakan seleksi terhadap badan/badan hukum calon lembaga penilai sertifikasi (LS). Untuk akreditasi penuh, sebagai sebuah lembaga akreditasi, LEI bekerjasama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan departemen teknis terkait seperti Dephut untuk mengembangkan sistem akreditasi nasional bagi lembaga sertifikasi ekolabel.
Proses sertifikasi mempunyai 4 (empat) tahapan yang harus dilalui, yaitu : Prapenilaian Lapangan Penilaian Lapangan dan Masukan Masyarakat Evaluasi Kinerja dan Pengambilan Keputusan Sertifikasi Penetapan Keputusan Sertifikasi
Seluruh proses pelaksanaan sertifikasi difasilitasi oleh Lembaga Sertifikasi Pelaksana, yang telah diakreditasi oleh LEI. Saat ini, lembaga pelaksana Penilai Sertifikasi yang memperoleh akreditasi interim dari LEI untuk skema sertifikasi PHAPL dan lacak balak, yaitu: Nama Lembaga dan Alamat Skema Sertifikasi PT.TUV International Indonesia Hero Building 12Th Floor , Jl. Gatot Subroto Kav. 64 Jakarta 12870 PHTL PHAPL PHBML LACAK-BALAK PT. Superintending Company of Indonesia (SUCOFINDO) Graha Sucofindo 4 th Floor Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 Jakarta 12780 PHAPL LACAK-BALAK PT. Mutuagung Lestari Jl. Raya Bogor No. 19 Km 35,5, Cimanggis Jakarta 16953 Indonesia Tel. 021-8740202, Fax. 021-87740745-46 PHAPL LACAK-BALAK PHTL PHBML
Bagi Yang Tertarik Menjadi Tim Penilai Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari SILAHKAN Menghubungi Lembaga/Perusahaan Tersebut Di Atas
Sistem sertifikasi oleh LEI ada 2 macam : 1. Sertifikasi Hutan 2. Sertifikasi Kelautan Sertifikasi Hutan : LEI melakukan akreditasi Hutan menggunakan Manual LEI 11, Ada 4 program sertifikasi hutan yang meliputi empat kategori sebagai berikut : Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (sertifikasi PHAPL). Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (sertifikasi PHTL). Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (sertifikasi PHBML). Sertifikasi Lacal Balak (sertifikasi Timber Tracking atau chain of custody )
1. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) berpegang pada prinsip kesukarelaan, transparansi, independensi, partisipatif, non diskriminatif dan dapat dipertanggungjawabkan. Proses sertifikasi PAHAPL ini memisahkan proses pengambilan data dengan proses pengambilan keputusan, serta melibatkan berbagai pihak terkait (stakeholder).
2. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari didefinisikan sebagai bentuk pengelolaan hutan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi hasil hutan (kayu), sehingga dapat memberikan manfaat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dalam jangka panjang. Hutan tanaman yang dapat disertifikasi adalah hutan tanaman yang ditujukan untuk produksi, bentuk produksinya berupa kayu dalam suatu skala usaha yang mempunyai suatu kerangka perencanaan manajemen (management plan). Sama dengan proses sertifikasi PHAPL, sertifikasi PHTL ini juga mempunyai 4 (empat) tahapan yang harus dilalui,
3. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) Sejalan dengan inisiatif berbagai pihak untuk mendorong pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Indonesia, LEI telah memulai langkah untuk mengembangkan sistem sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) sejak bulan Mei 2000. Sertifikasi PHBML merupakan kegiatan penilaian dan pelabelan yang ditujukan untuk menyatakan bahwa hasil hutan yang berasal dari hutan yang dikelola oleh suatu komunitas masyarakat hutan telah melalui suatu pengelolaan yang lestari. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) itu sendiri adalah sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu atau kelompok suatu komunitas, baik pada lahan negara, lahan komunal/adat atau lahan milik (individual/rumah tangga) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan individu/rumahtangga dan masyarakat, baik komersial ataupun sekedar untuk subsistensi. Di dalam pelaksanaannya diperlukan suatu mekanisme/ sistem/tata cara dalam melakukan penilaian. Untuk itu dikembangkan Prinsip, Kriteria dan Indikator dalam penilaian kinerja/dasar pemantauan UM dalam mengelola hutannya. Prinsip, Kriteria dan Indikator juga digunakan sebagai acuan dalam menilai kualitas pengelolaan hutan.
4. Sertifikasi Lacak Balak (CoC) Sertifikasi Lacak Balak merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga untuk mengeluarkan suatu pernyataan bahwa suatu hasil hutan, dalam hal ini kayu- telah diproduksi dari hutan yang lestari. Lacak balak merupakan komponen sistem sertifikasi yang kritis karena menjadi penghubung antara unit manajemen hutan atau unit usaha kehutanan sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen hasil hutan. Lacak balak pada prinsipnya dilakukan terhadap dua hal, yaitu: 1. Kejelasan sistem pergerakan hasil hutan 2. Kinerja sistem pergerakan hasil hutan Dalam perjalanannya, hasil hutan baik secara sendiri-sendiri maupun dalam susunan sortimen mengalami mutasi (perubahan bentuk, ukuran, jumlah, kualitas, tanda, dan penampilan). Lokasi mutasi itu disebut sebagai simpul pergerakan. prinsip yang dipakai dalam penilaian lacak balak adalah penilaian satu langkah ke belakang (one step backward), yaitu hanya menilai apakah sumber hasil hutan pada satu simpul sebelumnya sudah tersertifikasi. Jika satu simpul sebelumnya belum tersertifikasi, lacak balak perlu dilanjutkan pada simpul sebelumnya lagi dan seterusnya sampai diperoleh rantai tak terputus yang menerangkan bahwa asal hasil hutan adalah dari pengelolaan hutan produksi lestari.
STRUKTUR KELEMBAGAAN SERTIFIKASI DI INDONESIA
HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA NASIONAL DAN INTERNASIONAL Secara kelembagaan, LEI telah memperoleh pengakuan internasional dalam berbagai bentuk kerjasama dengan lembaga-lembaga seperti berbagai NGO dan forum internasional pendukung FSC (misalnya, Kerhout Foundation di Belanda dan WWF di Inggris),WWF, GTZ, Forest Stewardship Council (FSC), lembaga sertifikasi yang diakreditasi FSC (seperti Smartwood dan SGS Qualifor), Bank Dunia, ITTO serta lembaga riset dan universitas di berbagai negara. Secara komersial, perusahaan furniture chain terbesar di Inggris, yaitu B&Q, dalam timber buying policy nya pada bulan Agustus 2000 secara resmi menyatakan bersedia membeli produk-produk bersertifikat LEI. Link Dengan Lembaga Internasional 1. Forests.org 2. Forest Stewardship Council 3. Global Forest Watch 4. Yayasan KEHATI 5. Natural Resources Management 6. Pan European Forest Certification 7. Finnish Forest Certification System 8. WWF 9. Walhi
UNIT MANAJEMEN HUTAN YANG LULUS SERTIFIKASI LEI JENIS SERTIFIKASI UNIT MANAJEMEN/ UNIT USAHA KEHUTANAN LEMBAGA SERTIFIKASI STATUS DAN PROSES SERTIFIKASI DARI WAKTU KE WAKTU SERTIFIKASI PHAPL - SKEMA JCP, PT. Diamond Raya Timber (Riau) Lokasi HPH : Kabupaten Rokan Hilir, Riau Luas Areal: 90.957 Ha SGS Qualifor UK Telah lulus sertifikasi dalam kerangka JCP LEI-FSC SERTIFIKASI LACAK BALAK (COC) - SKEMA LEI- NON JCP, PT UNISERAYA Lokasi : PT Uniseraya Alamat Kantor Selat Panjang Kab. Bengkalis, Propinsi Riau. Lokasi Pabrik : Selat Panjang, Kab. Bengkalis, Riau PT Mutuagung Lestari bekerjasama dengan Sucofindo Telah lulus sertifikasi COC Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBML) Hutan Rakyat Desa Selopuro dan Desa Sumberejo Lokasi : Desa Selopuro dan Desa Sumberejo Kab. Wonogiri, Jawa Tengah. PT Mutuagung Lestari Lulus Sertifikasi PHBML tanggal 17 Oktober 2004
PEDOMAN DAN ACUAN DALAM SERTIFIKASI LEI Untuk PHAPL : Standar LEI-5000 : Kerangka Sistem Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Standar LEI-5000-1 : Sistem Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari Standar LEI 5005 : Daftar Istilah dan Pengertian yang berhubungan dengan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Pedoman LEI 99 : Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Pedoman LEI 99-01 : Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi PHPL Pedoman LEI 99-02 : Persyaratan Umum Penilai Lapangan Sertifikasi PHPL Pedoman LEI 99-03 : Persyaratan Umum Panel Pakar Sertifikasi PHPL Pedoman LEI 99-21 : Pedoman Lapangan Penilaian Lapangan Sertifikasi PHAPL Pedoman LEI 99-23 : Pedoman Penapisan dalam Sertifikasi PHAPL Pedoman LEI 99-24 : Pedoman Pengambilan Keputusan Sertifikasi PHAPL Pedoman LEI 99-25 : Pedoman Penyusunan Rekomendasi Sertifikasi PHAPL Pedoman LEI 99-26 : Pedoman Pelaksanaan Penilikan dan Perpanjangan Sertifikasi dalam Program Sertifikasi PHAPL Dokumen LEI-01 : Toolbox Verifier dan Verifikasinya untuk Kriteria dan Indikator Penilain dalam Sertifikasi PHAPL Dokumen LEI-02 : Skala Intensitas Indikator PHAPL
Contoh Pedoman LEI 99-21 : ASPEK PRODUKSI ( 3 kriteria dan 21 indikator) ASPEK EKOLOGI (2 kriteria dan 19 indikator) ASPEK SOSIAL (5 Kriteria dan 17 indikator)
Contoh aspek Ekologi : Kriteria Indikator Nilai Score 1. Stabilitas Ekosistem 1.1 Proporsi luas kawasan dilindungi yang berfungsi baik terhadap total kawasan yang seharusnya dilindungi serta telah dikukuhkan dan atau keberadaanya aiakui pihak-pihak terkait Baik sekali Baik Cukup Jelek Jelek Sekali A B C D E 1.2. Proporsi luas kawasan dilindungi yang tertata dengan baik terhadap total kawasan yang seharusnya dilindungi dan sudah ditata batas di lapangan idem 1.3. Intensitas gangguan terhadap kawasan yang dilindungi termasuk bahaya dari kebakaran 1.4. Kondisi keanekaragaman species flora dan.atau fauna di dalam kawasan dilindungi pada berbagai formasi/tipe hutan yang ditemukan di dalam unit manajemen. 1.5. Intensitas kerusakan struktur dan komposisi species tumbuhan 1.6. Intensitas dampak kegiatan Kelola produksi terhadap tanah 1.7. Intensitas dampak kegiatan Kelola produksi terhadap air 1.8. Efektivitas pengelolaan kerusakan struktur dan komposisi tegakan/hutan 1.9. Efektivitas teknik pengendalian dampak kegiatan kelola produksi terhadap tanah 1.10. Efektivitas teknik pengendalian dampak kegiatan kelola produksi terhadap air 1.11. Efektivitas penyuluhan mengenai pentingnya pelestarian ekosistem hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, dampak aktivitas kegiatan pemanenan terhadap ekosistem hutan dan pentingnya pelestarian tumbuhan dan satwa liar endemik/langka/dilindungi
Kriteria Indikator Nilai Score 2. Pengelolaan species dilindungi/ endemik/ langka 2.1. Proporsi luas kawasan dilindungi yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan species endemik/langka/dilindungi atau ekosistem unik (kawasan khusus) serta telah dikukuhkan dan/atau keberadaanya diakui pihak-pihak terkait Baik sekali Baik Cukup Jelek Jelek Sekali A B C D E 2.2. Efektivitas penyuluhan mengenai pentingnya pelestarian ekosistem hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, dampak aktivitas panen terhadap ekosistem hutan dan pentingnya pelestarian tumbuhan dan satwaliar endemik/langka/dilindungi idem 2.3. Intensitas gangguan terhadap species langka/endemik/dilindungi di dalam kawasan khusus 2.4. Kondisi species langka/endemik/dilindungi di dalam kawasan khusus 2.5. Intensitas dampak produksi terhadap tumbuhan langka/endemik/dilindungi dan habitatnya 2.6. Intensitas dampak kegiatan kelola produksi terhadap satwa liar langka/endemik/dilindungi dan habitatnya 2.7. Pengamanan tumbuhan endemik/dilindungi dan habitatnya 2.8. Pengamanan satwa liar endemik/dilindungi dan habitatnya