Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama Sp.P (K), MARS, DTM&H, DTCE Middle East Respiratory Syndroma Corona Virus (MERS CoV) Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama Sp.P (K), MARS, DTM&H, DTCE BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN Kementerian Kesehatan RI Poltekes Medan, 11 Juni 2014
Middle East Respiratory Syndroma Corona Virus (MERS CoV) Merupakan virus jenis baru dari kelompok Corona virus (Novel Corona Virus) namun berbeda dg virus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada tahun 2003 Jenis coronavirus yang khusus ini belum teridentifikasi pada manusia sebelumnya. Sangat sedikit informasi tentang penularan , kegawatan dan dampak klinis dengan hanya suatu jumlah kasus yang kecil yang dilaporkan sejauh ini.
Penyakit MERS – CoV MERS-CoV adalah penyakit sindroma pernapasan yang disebabkan oleh virus Corona yang menyerang saluran pernapasan mulai dari yg ringan s/d berat. Gejalanya adalah demam, batuk dan sesak nafas, bersifat akut, biasanya pasien memiliki penyakit ko-morbid. Median usia 61 tahun (range 2-94 tahun) kasus laki – laki : Perempuan = 1 : 1 47% kasus laki – laki dengan usia >40 tahun Masa inkubasi 2-14 hari
Update Situasi MERS-CoV MERS-CoV pertama kali dilaporkan Sept. 2012 di Saudi Arabia. WHO ( 22 Mei ) 632 Kasus, 193 + ( 30,54 % ) Pada bulan Maret - April 2014 terjadi peningkatan kasus signifikan. 16 negara terinfeksi : Timur Tengah : Jordan, Kuwait, Oman, Qatar, Kingdom of Saudi Arabia (KSA) and the United Arab Emirates (UAE), Mesir. Eropa: France, Germany, Greece, Italy, Netherland and the United Kingdom (UK); Afrika: Tunisia. Amerika: USA Asia: Malaysia and the Philippines. (Sumber WWW.who.int)
Kasus dengan Ko-morbid Dari laporan 47 kasus pertama infeksi MERS CoV di Saudi arabia, 60% kasus memiliki penyakit komorbid Penyakit – penyakit komorbid tersering adalah : No Ko-Morbid Jumlah Kasus % 1. Diabetes 32 68% 2. Penyakit ginjal kronis 23 49% 3. Penyakit jantung kronis 13 28% 4. Hipertensi 16 34% 5. Penyakit paru kronis 12 26% NEJM 2013
Gambaran klinis ILI (influenza like illness) Seperti severe acute respiratoryinfection/SARI Pneumonia Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dapat disertai gagal ginjal, perikarditis dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Pada pasien immunocompromise dapat ditemukan gejala awal demam dan diare.
Data Mei 2014 63,4% menderita ISPA berat, 29.8% dilaporkan tidak menderita gejala yang berat. 76% memiliki kondisi komorbid, yaitu gagal ginjal kronik (13.3%), diabetes (10%), penyakit jantung (7.5%). 90.2% kasus index dan kasus sporadic mempunyai gejala yang berat ataupun fatal.
Kasus dalam penyelidikan (underinvestigated case) Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan tiga keadaan di bawah ini: · Demam (≥38°C) atau ada riwayat demam tinggi, · Batuk, · Pneumonia berdasarkan gejala klinis atau gambaran radiologis yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Perlu waspada pada pasien dengan gangguan system kekebalan tubuh (immunocompromised) karena gejala dan tanda tidak jelas. DAN Salah satu kriteria berikut : Seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke Timur Tengah (negara terjangkit) dalam waktu 14 hari sebelum sakit kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.
Adanya petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien ISPA berat (SARI / Severe Acute Respiratory Infection), terutama pasien yang memerlukan perawatan intensif, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain. Adanya klaster pneumonia (gejala penyakit yang sama) dalam periode 14 hari, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain. Adanya perburukan perjalanan klinis yang mendadak meskipun dengan pengobatan yang tepat, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan sampai berat yang memiliki riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi atau kasus probable infeksi MERS-CoV dalam waktu 14 hari sebelum sakit
Kasus Probabel Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis, radiologis atau histopatologis DAN Tidak tersedia pemeriksaan untuk MERS-CoV atau hasil laboratoriumnya negative pada satu kali pemeriksaan spesimen yang tidak adekuat. Adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS Co-V. Hasil pemeriksaan laboratorium inkonklusif (pemeriksaan skrining hasilnya positif tanpa konfirmasi biomolekular). Adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS Co-V.
Kasus Konfirmasi Seseorang yang terinfeksi MERS Co-V dengan hasil pemeriksaan laboratorium positif. Untuk Indonesia, kepastian hasil dilakukan oleh pemeriksaan Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes). Di negara2 WHO South East Asia Region maka hanya 3 negara yang bisa memastikan pemeriksaan Laboratorium, Balitbangkes Indonesia, Thailand dan India
Klaster Bila terdapat dua orang atau lebih memiliki penyakit yang sama,dan mempunyai riwayat kontak yang sama dalam jangka waktu 14 hari. Kontak dapat terjadi pada keluarga atau rumah tangga, dan berbagai tempat lain seperti rumah sakit, ruang kelas, tempat kerja, barak militer, tempat rekreasi, dan lainnya.
Hubungan Epidemiologis Langsung Apabila dalam waktu 14 hari sebelum timbul sakit : Melakukan kontak fisik erat, yaitu seseorang yang kontak fisik atau berada dalam ruangan atau berkunjung (bercakap-cakap dengan radius 1 meter) dengan kasus probable atau konfirmasi ketika kasus sedang sakit. Termasuk kontak erat antara lain : Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus Orang yang merawat atau menunggu kasus di ruangan Orang yang tinggal serumah dengan kasus Tamu yang berada dalam satu ruangan dengan kasus Bekerja bersama dalam jarak dekat atau didalam satu ruangan Bepergian bersama dengan segala jenis alat angkut / kendaraan
Pemeriksaan Lab Pemeriksaan spesimen MERS CoV dilakukan dengan menggunakan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) Bahan pemeriksaan : Spesimen dari saluran napas atas (hidung, nasofaring dan/atau swab tenggorokan) Spesimen saluran napas bagian bawah (sputum, aspirat endotracheal, kurasan bronkoalveolar) Tempat pemeriksaan : Laboratorium Badan Litbangkes RI Jakarta
Cara penularan MERS-CoV Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas, dan tidak terdapat transmisi penularan antar manusia di komunitas yang berkelanjutan. Kemungkinan penularannya dapat melalui : Langsung : melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien batuk atau bersin. Tidak Langsung : melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus.
Hipotesis peningkatan kasus penularan dari manusia ke manusia Hipotesis pertama adalah tidak ada perubahan dari pola penularan dan transmisibilitas virus, peningkatan semata terjadi karena adanya dua Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi nosokomial (healthcare associated infections/HAIs) di rumah sakit yang melibatkan banyak petugas kesehatan akibat tindakan pengendalian infeksi yang lemah, dan dilakukannya skrining dan penelusuran kontak yang intensif.
Hipotesis peningkatan kasus penularan dari manusia ke manusia Hal ini didukung temuan: (1) gambaran klinis pasien serupa dengan hasil observasi sebelumnya, kasus sekunder cenderung lebih ringan dari kasus primer atau asimptomatik, (2) hanya terdapat dua kasus dicurigai kasus tersier, (3) kasus terinfeksi yang ada di luar Timur Tengah tidak menular lebih luas, (4) hasil skrining kontak kasus hanya menemukan sedikit sekali transmisi di rumah tangga, (5) tidak adanya peningkatan pada ukuran maupun jumlah dari klaster keluarga atau komunitas yang ditemui.
Hipotesis peningkatan kasus penularan dari manusia ke manusia Hipotesis kedua adalah adanya peningkatan transmisibilitas dari virus dan menyebabkan lebih mudah menular dari manusia ke manusia. Hal ini berdasar adanya lonjakan kasus dan kemungkinan bahwa surveilans saat ini tidak dapat menangkap kasus-kasus ringan di masyarakat. Sampai saat ini, informasi yang ada belum dapat menghilangkan kemungkinan dari hipotesis kedua ini.
Kasus USA Kasus pertama dilaporkan pada 2 Mei 2014, seorang Amerika yang datang dari Riyadh. Kasus ke dua, seorang Amerika, yang baru datang dari Jeddah. Kasus ke 3 di Amerika. Kasus ke tiga ini tidak ada riwayat baru datang bepergian dari jazirah Arab , hanya pernah bertemu dan melakukan dua kali "bussiness meeting" dengan kasus pertama. Tentu dalam "bussiness meeting" itu mereka berdua bersalaman, berjabatan tangan. 17 Mei 2014, dilaporkan bahwa ditemukan antibodi MERS CoV pada kasus ke 3 ini, bukan ditemukan virus MERS CoV aktif, artinya : 1. dia tertular (paling mungkin akibat berjabatan tangan dengan kasus pertama), 2. dia kemasukan virus dalam tubuhnya , dan dia sembuh dengan sendirinya.
Zoonosis (?) Virus korona penyebab MERS CoV lebih erat hubungannya dengan kelelawar (coronaviruses HKU4 and HKU5 lineage 2C) daripada dengan SARS-CoV (lineage 2B) (2, 9), bahkan lebih dari 90% sekuensing menunjukkan kekerabatannya oleh karena itu dipertimbangkan sebagai species yang sama oleh the International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV). Egyptian tomb bat. 2c betacoronaviruses juga terdeteksi pada Nycteris bats di Ghana dan Pipistrellus bats di Eropa . virus korona yang ditemukan pada Unta, (dromedary camel) 99.9% mirip dengan genom pada manusia clade B MERS-CoV.
Unta Penelitian baru pada unta menunjukkan bahwa unta dewasa sudah punya antibodi terhadap MERS CoV, angkanya bisa mencapai lebih dari 70%. Unta anak2 punya virus yang aktif, penelitian menunjukkan sampai 35% pada swab hidung unta muda. Belum dapat membuktikan bahwa ada penularan dari unta ke manusia secara jelas, karena hubungan langsung kausal belum ditemukan. Data ini bisa membuat kita lebih ber-hati2 dan waspada dalam kaitannya dengan unta.
Virus di Unta dan Manusia, tapi tidak ada kasus yang berhubungan Unta : Muda, Virus hidup. Hanya sekitar 49 kasus yang mempunyai informasi kontak dengan hewan, termasuk mempunyai atau mengunjungi peternakan unta, ayam, bebek, kambing, domba, dan barang lainnya.
Penelitian 2014 Peneliti Amerika Serikat & King Saud University berhasil mengisolasi virus MERS CoV pada usap (swab) hidung pada unta berpunuk satu, dan membuktikan bahwa sekuen genom di unta dan manusia adalah tidak berbeda. - "Emerging Infectious Diseases", melakukan eksperimen untuk melihat stabilitas virus MERS CoV pada susu unta, domba dan sap, sebelum dan sesudah di pasteurisasi. Walau memang virus ini bisa hidup lama di susu, tapi sesudah di pasteurisasi maka virus tidak ditemukan lagi. Penelitian lain yang dipublikasi pada jurnal kedokteran yang sama menunjukkan bahwa virus MERs CoV ada bersirkulasi pada unta di Saudi Arabia, Mesir, Tunisia, Nigeria, Sudan, Etiopia, Jordan, Oman, Qatar dan Uni Arab Emirat.
Kurva Epidemi MERS CoV The cause of the rapid increase in cases in April is unknown
WHO office sounds alarm as MERS cases push higher Saudi Arabia, hanya bagian tengah dan timur negara itu, (Riyadh). Lalu dilaporkan kasus dari Jeddah Mekah dan Medinah Kasus penularan pada petugas kesehatan di RS terus terjadi Sudah dilaporkan kasus pada jamaah Umroh Kasus di Malaysia dan Filipina Perancis bahkan melaporkan "limited human to human transmission” Juga ada peningkatan bermakna kasus di United Arab Emirate (UAE), Qatar, dll.
Team WHO ke Saudi Memang ada peningkatan kasus di Saudi Arabia dalam 1 - 2 bulan terakhir peningkatan jumlah kasus itu banyak diakibatkan oleh penularan di RS untuk mengatasi penularan di RS maka WHO sudah menganjurkan agar penanggulangan pencegahan infeksi di RS harus diperketat kemungkinan lain peningkatan jumlah kasus sekarang-sekarang ini adalah dugaan karena siklus musiman waktu tertentu. Bukti (yang ada sampai saat ini ) menunjukkan bahwa peningkatan kasus tidak berhubungan dengan peningkatan kemampuan transmisi virus. Tidak ada bukti transmisi luas di masyarakat (pola transmisi tidak berubah). Transmisi sekunder di masyarakat lebih sedikit dibandingkan dengan transmisi sekunder di fasilitas kesehatan.
WHO : team ke dua Saudi Arabia 28 April sampai 5 Mei 2014 Meneliti data 128 kasus MERS CoV yang dirawat di 14 rumah sakit (RS) di Jeddah. Sebagian besar RS itu merawat 1 sampai 2 pasien, ada sampai 45 pasien. Sekitar sepertiga dari 128 adalah kasus primer, Lebih dari 60% dari 128 kasus ini ternyata tertular dari pasien di rumah sakit, termasuk 39 orang petugas kesehatan. Sebagian besar kasus adalah laki-laki, umur rata2 48,5 tahun. Petugas kesehatan yang tertular maka umurnya relatif lebih muda, lebih banyak perempuan, dan sebagian besar gejalanya ringan dan bahkan tanpa gejala sama sekali. Ada juga sekitar 15% petugas kesehatan yang tertular di RS yang gejalanya berat dan bahkan dirawat di ICU. Selain di Jeddah, maka dilaporkan juga 35 kasus dari Mekkah dan 15 kasus dari Madinah.
Situasi di Indonesia Sampel yang diperiksa sampai dengan 31 Mei 2014 18 Provinsi telah melaporkan pemeriksaan kasus suspek : Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bengkulu, JawaTimur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Banten, Bali, NTB, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, Lampung, Jambi, Kalimantan Tengah Semua kasus suspek ternyata negatif MERS CoV Hasil pemeriksaan Lab kasus suspek Sumber : PBTDK, Balitbangkes 31 Mei 2014
Virologi Group IV; positive-sense, single-stranded RNA viruses , Ordo Nidovirales, Famili Coronaviridae, Subfamili Coronavirinae, Genus Betacoronavirus dan Spesies nya tentu MERS-CoV. MERS-CoV adalah anggota baru dari kelompok beta Coronavirus, Betacoronavirus, lineage C. Filogenetik dibagi menjadi 2 clades, clade A dan B. kasus awal M adalah Klaster clade A (EMC/2012 and Jordan-N3/2012), dan kasus-kasus baru secara genetik termasuk clade B. MERS-CoV berbeda dengan virus korona yang menyebabkan penyakit lain SARS dan common cold, jadi ini suatu varian virus baru di dunia.
Virus korona penyebab Mers CoV menginfeksi hanya 20% epitel sel pernapasan sehingga dibutuhkan virus dalam jumlah besar yang diinhalasi untuk menyebabkan infeksi. Dr. Anthony Fauci , Kepala National Institute of Health Amerika Serikat di Bethesda, Maryland, menyatakan bahwa ada potensi kemungkinan virus bermutasi menjadi penularan antar manusia.
Pengobatan Belum ada vaksin yang tersedia. General supportive care Intensive care Pencegahan sepsis Pengobatan yang bersifat spesifik belum ada. Universal Precaution
Strength of evidence Study Focus: Quality of Best Available Evidence Order of Recommendation Convalescent plasma ≠ SIV; SA; SC; MIV SC (Moderate) 1 Interferon MIV (Low) 2 Protease Inhibitors SIV; SA; SC SIV (Very Low) Intravenous Immunoglobulin Nil 3 Nitazoxanide Others e.g. Cyclosporin A SIV; MIV MIV (Very Low) Ribavirin 4 Corticosteroids SA (Low) Interferon plus ribavirin SIV; SC; MIV; MA MA (Very Low)
Pencegahan dan pengendalian infeksi pencegahan transmisi droplet. pencegahan standar pada setiap pasien yang diketahui atau dicurigai memiliki infeksi pernafasan akut, termasuk pasien dengan dicurigai, probable atau terkonfirmasi MERS-CoV dimulai dari triase pada pasien dengan gejala infeksi pernapasan akut yang disertai demam. Pengaturan ruangan dan pemisahan tempat tidur minimal 1 meter antara setiap pasien yang tidak menggunakan APD. Pastikan triase dan ruang tunggu berventilasi cukup. Terapkan etika batuk. pencegahan airborne digunakan untuk prosedur yang menimbulkan penularan aerosol (intubasi trakea, pemasangan ventilasi non-invasif, tracheostomi dan bantuan ventilasi dengan ambu bag sebelum intubasi)
Pencegahan droplet Gunakan masker bedah bila bekerja dalam radius 1 meter dari pasien. Tempatkan pasien dalam kamar tunggal, atau berkelompok dengan diagnosis penyebab penyakit yang sama. Jika diagnosis penyebab penyakit tidak mungkin diketahui, kelompokkan pasien dengan diagnosis klinis yang sama dan berbasis faktor risiko epidemiologi yang sama dengan pemisahan minimal 1 meter. Batasi gerakan pasien dan pastikan bahwa pasien memakai masker medis saat berada di luar kamar.
Pencegahan airborne Pastikan bahwa petugas kesehatan menggunakan APD (sarung tangan, baju lengan panjang, pelindung mata, dan respirator partikulat (N95 atau yang setara)) ketika melakukan prosedur tindakan yang dapat menimbulkan aerosol. Bila mungkin, gunakan satu kamar berventilasi adekuat ketika melakukan prosedur yang menimbulkan aerosol.
Kewaspadaan standar Kebersihan tangan dan penggunaan alat pelindung diri (APD) untuk menghindari kontak langsung dengan darah pasien, cairan tubuh, sekret (termasuk sekret pernapasan) dan kulit lecet atau luka. Kontak dekat dengan pasien yang mengalami gejala pernapasan (misalnya batuk atau bersin) pada saat memberikan pelayanan, gunakan pelindung mata karena semprotan sekresi dapat mengenai mata. pencegahan jarum suntik atau cedera benda tajam, pengelolaan limbah yang aman; pembersihan dan disinfeksi peralatan serta pembersihan lingkungan
Pencegahan PHBS CTPS Masker Penyakit Kronik Unta Keluhan di Arab 14 hari sesudah kembali Ikuti perkembangan WHO, dll.
World Travel Advice On Mers - C0V For Pilgrimages I Tujuh Anjuran Persiapan Sebelum Berangkat 1. Calon Jamaah Penyakit Kronik, Perlu Periksa dulu 2. Anjuran Hidup Sehat - CTPS - Masker Dan Respirasi - Jarak 1 (Satu ) Meter dengan Pasien - Keamanan Pangan - Kebersihan Perorangan 3. Penyuluhan Melalui Travel, Bandara dan Pesawat 4. Buku Pedoman Penanganan Pasien 5. Labolatorium 6. Bila ISPA Berat, Sembuhkan Dulu 7. Kemampuan Petugas Kesehatan
World Travel Advice On Mers - C0V For Pilgrimages II. Anjuran di arab saudi 1. Gangguan saluran nafas, demam dan batuk ( cukup berat mengganggu aktifitras ) : - Segera berobat - Menutup mulut dan hidung ketika batuk - Masker dikrumunan 2. Jamaah jangan kontak langsung dengan unta, jangan kunjungi peternakan unta, jangan minum susu unta mentah.
World Travel Advice On Mers - C0V For Pilgrimages III. Anjuran Setelah Pulang 1. Gangguan saluran nafas, demam dan batuk ( cukup berat mengganggu aktifitras ) : - segera berobat - Koordinasisi dengan dinas kesehatan terkait - menutup mulut dan hidung ketika batuk - Membatasi kontak dengan orang lain 2. Petugas Kesehatan perlu : - Waspada dan tanggap - Mengenal Klinis, termasuk artifical - IHR
Pandemi Public health emergency of international concern (PHEIC) Emergency committe: 15 pakar Rekomendasi ke dirjen WHO 4 Indikator: Virus baru Menular antar benua Severity Sustained human to human transmission
TERIMA KASIH