Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Seminar Ketenagalistrikan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN PERAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN NASIONAL Oleh : Jarman Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Seminar Ketenagalistrikan Percepatan Pembangunan Ketenagalistrikan Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Jakarta, 28 Agustus 2014
Gambaran Umum & Rencana Pengembangan Saya akan mulai dengan informasi umum
Kebutuhan dan Pasokan Determinan kebutuhan listrik berkaitan dengan target pertumbuhan ekonomi dan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan pasokan listrik secara merata. Untuk memenuhi target pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik rata-rata 8,4% per tahun dalam periode 2013-2022 dan dengan mempertimbangkan kapasitas pembangkit yang dimiliki saat ini, maka dibutuhkan penambahan kapasitas pembangkit rata-rata 5.700 MW per tahun, disamping program listrik perdesaan. Pemenuhan pasokan listrik secara faktual dipengaruhi oleh peningkatan kebutuhan yang mengikuti kecenderungan pemusatan kegiatan ekonomi, industri dan perdagangan, disamping didorong oleh program Pemerintah untuk memeratakan akses listrik ke pelosok Indonesia. Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik di luar Jawa-Bali dalam periode 5 tahun terakhir lebih tinggi daripada pertumbuhan kapasitas pembangkit listrik, sehingga kekurangan dan keterbatasan pasokan tenaga listrik di beberapa daerah tidak dapat dihindari. Sejauh ini, pemadaman sudah berhasil diatasi dengan langkah-langkah yang bersifat sementara, di beberapa daerah telah diatasi dengan sewa pembangkit dan pembelian excess power.
Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional Total Kapasitas Terpasang Pembangkit (s.d. Jul 2014): 50.777 MW (PLN 71%, IPP 20%, PPU 4%, dan IO non BBM 5%) Konsumsi energi listrik (2013)*): 188 TWh (Rumah tangga 41%, Industri 34%, Bisnis 19%, Publik 6%) Pertumbuhan konsumsi energi listrik (2013): 6,93% (Jan-Apr 2014: 6,92%), 8,4% pertahun Rasio elektrifikasi (2013): 80,51% Beberapa daerah mengalami keterbatasan pasokan tenaga listrik (demand > supply) Energy mix pembangkitan tenaga listrik (2013) : Batubara 51,6%, Gas 23,6%, BBM 12,5%, Tenaga air 7,7%, Panas bumi 4,4% Total investasi (2012): ± USD 7,16 Miliar Kapasitas Terpasang (MW) Konsumsi Tenaga Listrik – TWh (hanya pelanggan PLN) Rencana Proyeksi Realisasi Realisasi *) hanya pelanggan PLN dan anak perusahaannya Proyeksi dan Rencana berdasarkan RUPTL PLN 2013-2022 3
Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik 2013-2022 385 TWh IT : 10,8% 18 44 TWh TWh 66 Kalimantan: 10,7% Sulawesi: 10,8% 26 TWh TWh Maluku: 10,9% 188 TWh Sumatera: 10,6% Papua: 10% 385 144 275 TWh TWh Nusa Tenggara: 11,1% JB : 7,6% 2013 2022 Indonesia: 8,4% Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik tahun 2013-2022 diproyeksikan rata-rata sekitar 8.4% per tahun. Sumber: RUPTL PLN 2013-2022
Kebutuhan Tambahan Kapasitas Pembangkit MW 29% 43% 28% 24% Total tambahan kapasitas s.d 2022 sekitar 59 GW; Alokasi proyek pembangkit PLN dan IPP hanya untuk proyek-proyek pembangkit yang telah on going dan committed; Proyek yang belum ditetapkan pengembang maupun sumber pendanaannya disebut proyek Unallocated (PLN, PPU, atau IO non BBM). Sumber : RUPTL PLN 2013-2022 5
Rencana Kapasitas Pembangkit Nasional (2014 – 2022) 2013 2018 2020 1.557 kWh/kapita 917 kWh/kapita 1.335 kWh/kapita MW Rencana berdasarkan RUPTL PLN 2013-2022 6
Proyeksi Bauran Energi Total Indonesia Termasuk IPP Hydro Geothermal Batubara Gas LNG BBM
Target Bauran Energi Pembangkitan Tenaga Listrik 2013 (213 TWh) 2022 (± 440 TWh) Usaha efisiensi penyediaan tenaga listrik dilakukan melalui diversifikasi energi primer dalam pembangkitan tenaga listrik dengan mengoptimalkan pemanfaatan gas, peningkatan pemanfaatan batubara (termasuk mulut tambang) dan pengembangan pembangkit dari energi terbarukan; Gas dan batubara diprioritaskan untuk menurunkan ketergantungan pada BBM pada pembangkitan tenaga listrik; Batubara digunakan untuk pembangkit base load dan gas untuk pembangkit peak load/load follower. Sumber : Realisasi Energy Mix 2013 & RUPTL PLN 2013-2022
Roadmap Clean Coal Technology (CCT) di Indonesia 2011 2015 2020 2025 SC, = 35-40% USC, 43% IGCC 45-48% Central Java - PPP (USC 2x1000 MW) Indramayu #2 (USC 1000 MW) Indramayu #1 Bekasi (USC 2x600 MW) 2000–3000 MW per year IGCC 1000 MW Class Cirebon (SC 1x660 MW) Paiton 3 (SC 1x815 MW) Saya akan mulai dengan informasi umum SC : Super Critical USC : Ultra Super Critical IGCC : Integrated Gasification Combined Cycle Sumber: The Project for Promotion of CCT in Indonesia, Interim Report, October 2011, Jakarta, JICA Study Team.
Tantangan dan Kendala Saya akan mulai dengan informasi umum
Pertumbuhan Tenaga Listrik yang Tinggi Permintaan akan tenaga listrik yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kebutuhan tenaga listrik selalu melebihi dari kapasitas terpasang yang ada
Rasio Elektrifikasi 2013 yang Perlu Ditingkatkan NAD 89,72% Sumut 87,62% Sumbar 80,22% Riau 77,56% Sumsel 70,90% Bengkulu 77,53% Babel 97,13% Lampung 77,55% Jakarta 99,99% Banten 86,27% Jabar 80,15% Jateng 86,13% Jambi 75,14% DIY 80,57% Jatim 79,26% Bali 78,08% NTT 54,77% Kalbar 95,55% Kalsel 81,61% Kaltim 80,45% Sulut 81,82% Sulteng 71,02% Sulsel 81,14% Malut 87,67% Maluku 78,36% Papua 36,41% Category : > 70 % 50 - 70 % < 50 % Sulbar 67,60% Kepri 69,66% Kalteng 66,21% Gorontalo 67,81% Papua Barat 75,53% Sultra 62,51% NTB 64,43% Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Realisasi (%) 65,79 67,15 72,95 76,56 80,51 Berdasarkan Draft RUKN (%) 81,51 83,18 86,37 89,56 92,76 95,98 99,2 12
Perlu Skema Baru dalam Pengembangan Pembangkit Sejak tahun 2012 pelaporan sistem akuntansi PLN harus menggunakan ISAK 8 (Interpretasi Standar Akuntasi Keuangan) sesuai peraturan dari Bapepam yang mensyaratkan agar seluruh perusahaan di Indonesia mengikuti PSAK 30 (Prinsip Standar Akuntansi Keuangan); Dengan adanya standar ini maka kewajiban dari listrik swasta/IPP secara akuntansi menjadi kewajiban dari PLN. Perjanjian Power Purchase Agreement (PPA) dengan IPP termasuk suatu perjanjian yang mengandung suatu sewa, sehingga penerapan ini mempunyai implikasi terhadap kondisi keuangan PLN terlihat memburuk termasuk Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dan Consolidated Interest Coverage Ratio (CICR) serta rasio keuangan lainnya; Dalam rangka memperbaiki kondisi keuangan PLN, maka diperlukan langkah-langkah antara lain memberikan kesempatan kepada pihak ketiga (model non-IPP) untuk berpartisipasi dalam pembangunan pembangkit serta memasok industri agar PLN tidak menjadi satu-satunya off-taker sepenuhnya, misalnya melalui skema power wheeling, dan penetapan wilayah usaha tersendiri; Dengan model bisnis seperti ini maka investasi yang dilakukan oleh pihak ketiga (model non - IPP) tidak akan membebani keuangan PLN secara jangka panjang.
Kendala Dalam Pelaksanaan Proyek Ketenagalistrikan Belajar dari pelaksanaan proyek-proyek di bidang ketenagalistrikan yang seringkali mengalami keterlambatan a.l. proyek-proyek FTP I/II dan proyek-proyek transmisi, maka perlu dicarikan penyelesaian untuk hal-hal sebagai berikut: Permasalahan pembebasan tanah pada beberapa proyek pembangkit dan transmisi (a.l. harga tanah yang terlalu tinggi, proyek memasuki kawasan hutan lindung, cagar alam dan hutan suaka) Beberapa proyek terkendala izin prinsip dan izin lokasi Kinerja kontraktor yang lambat. Beberapa proyek terkendala oleh perizinan lingkungan (izin lingkungan dan izin pengelolaan lingkungan hidup (izin PPLH)), izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH) dan izin pemanfaatan air permukaan.
Upaya dalam Meningkatkan Penyediaan Tenaga Listrik Saya akan mulai dengan informasi umum
Kebijakan Tarif Tenaga Listrik dan Kemudahan Perizinan Mengingat meningkatnya kebutuhan tenaga listrik yang cukup pesat setiap tahunnya dan di sisi lain PT PLN (Persero) memiliki kemampuan yang terbatas dalam menyediakan infrastruktur penyediaan tenaga listrik, maka salah satu terobosan yang dilakukan adalah: Mendorong partisipasi swasta untuk mengembangkan penyediaan tenaga listrik secara mandiri, dalam arti pihak swasta secara mandiri membangkitkan listrik untuk melistriki bebannya sendiri; Dengan skema kenaikan tarif tenaga listrik secara bertahap, maka mulai November 2014 industri menengah dan besar tidak disubsidi lagi dan harus membeli listrik dengan harga keekonomian; Pihak swasta dapat memiliki keleluasaan dan kemandirian dalam mengendalikan biaya produksi tenaga listrik (tidak lagi bergantung pada kebijakan tarif PLN); Listrik yang dihasilkan secara mandiri memiliki keandalan yang lebih baik dibandingkan jika berlangganan dari PT PLN (Persero). Saya akan mulai dengan informasi umum
Insentif Bagi Investasi Sektor Ketenagalistrikan Non Fiskal Penyederhanaan mekanisme pembelian tenaga listrik oleh PLN dari pemegang izin usaha pembangkitan tenaga listrik atau IO. Dalam kondisi tertentu dapat dilakukan melalui penunjukan langsung: pembelian tenaga listrik, energi baru terbarukan, di sekitar mulut tambang ,pembelian excess, kondisi krisis, atau ekspansi pembangkit. Penetapan harga patokan pembelian tenaga listrik yang lebih menarik bagi dunia usaha (Permen ESDM 04/2012, Permen ESDM 22/2012, Permen ESDM 17/2013, Permen ESDM 19/2013). Fiskal Pembebasan bea masuk impor barang modal untuk pembangunan pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan umum (PMK 154/2008 jo. PMK 128/2009) Pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan untuk kegiatan pemanfaatan sumber energi terbarukan (PMK 21/2010). Feed In Tariff Kebijakan Feed in Tariff yang menarik bagi investor sehingga mampu mendorong pengembangan pembangkit tenaga listrik dari energi terbarukan
Power Wheeling Pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik (power wheeling) yang bertujuan agar sumber energi yang murah untuk pembangkit tenaga listrik dapat dioptimalkan, di mana Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Terintegrasi (Pemegang wilayah usaha), menyewa transmisi PLN untuk menyalurkan tenaga listrik yang dibangun di luar wilayah usahanya, atau membeli dari perusahaan lain di luar wilayah usahanya (swasta/excess) melalui sewa jaringan PLN.
Terima kasih 19