Pisau Bermata Dua By: Kak Idik Sulaeman Dalam istilah yang sering diucapkan oleh Kak Idik Sulaeman, Latihan Paskibraka diibaratkan ”pisau bermata dua”. Dalam jangka pendek, sasaran latihan adalah suksesnya pelaksanaan pengibaran bendera pusaka pada tanggal 17 Agustus. Sementara untuk jangka panjang adalah memberikan bekal pembentukan karakter (character building) kepada generasi muda agar dapat tumbuh dan berkembang sebagai calon-calon pemimpin bangsa yang berjiwa ”merah-putih” sebagaimana tujuan Latihan ”Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Di antara dua mata pisau itu, tujuan jangka panjang sebenarnya menjadi hal utama. Itu karena membangun jiwa seorang manusia jauh lebih sulit daripada sekadar membangun raganya. Mempersiapkan pengibaran bendera pusaka cukup dalam dua minggu, tapi membentuk jiwa ”merah-putih” butuh waktu bertahun-tahun, bahkan mungkin seumur hidup. Urutan dalam syair lagu Indonesia Raya pun membenarkan itu. ”Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya, Untuk Indonesia Raya.” Itu berarti, pembentukan karakter harus didahulukan dari pembentukan badan/fisik. ”Bangunlah Jiwanya” dapat diterjemahkan pembinaan jiwa Paskibraka yaitu jiwa merah putih, siap mengabdi danberbakti bagi negara Indonesia. ”Bangunlah Badannya” bermakna pengembangan diri secara personal setiap anggota Paskibraka dan tahap awal dalam jangka pendek adalah bertugas sebagai Pengibar Bendera Pusaka. Dengan pengertian tersebut, pembinaan dan pelatihan Paskibraka harus selalu diarahkan untuk membentuk karakter. Di lapangan, para pelatih harus mampu memahami metode latihan sehingga latihan fisik, baris-berbaris dan tataupacara bisa berjalan seiring pembinaan karakter. Jadi tidak cukup berbaris hanya untuk berbaris. Latihan di lapangan dengan lebih menekankan pada pembinaan fisik semata, apalagi disertai dengan kekerasan, sama sekali menyimpang dan mengingkari tujuan mulia pembinaan Paskibraka yaitu membentuk karakter yang berjiwa merah-putih. Kekerasan fisik hanya akan menimbulkan sakit hati dan dendam yang tidak berkesudahan dan sama sekali tidak memberikan hasil yang baik. Dalam melatih seorang pelatih harus tegas dan tidak pilih kasih. Dengan ketegasan akan terbentuk sikap disiplin pribadi dari setiap anak didik. Pelatih harus tegas untuk mengatakan mana yang benar dan mana yang salah. Tapi ukurannya adalah aturan yang berlaku dan baku, bukan aturan yang dibuatnya sendiri. Intinya, ketegasan sama sekali tidak identik dengan kekerasan dan pemaksaan kehendak pribadi. Dari sana, hendaknya kita semua menyadari, bahwa jadwal latihan Paskibraka yang hanya tiga minggu terlalu singkat untuk dapat memenuhi target ganda itu. Terlalu berharga waktu yang dibuang untuk melampiaskan nafsu kemarahan dalam bentuk kekerasan. Terlalu mahal biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan, kalau hanya menghasilkan alumni yang berhati sekeras batu, penuh amarah dan nafsu membalas dendam. Lencana Merah-Putih-Garuda menggambarkan penampilan seorang Paskibraka, bahwa sesuai dengan predikat dan kepribadiannya, ia digambarkan gagah seperti burung garuda, namun lemah lembut penuh dinamika laksana kibaran sang merah-putih. Burung garuda yang dijadikan lambang Negara Republik Indonesia selalu kokoh, gagah perkasa dan siap menghalau apapun yang akan mengganggu kedaulatan Indonesia. Bendera merah putihmelambangkan keberanian dan kesucian, ketika dibelai angin akan berkibar penuh kelembutandan memancarkan sinar keagungan.\Dari anggota Paskibraka diharapkan lahir pemimpin- pemimpin bangsa yang berkarakter, baikdari segi intelektualitas, integritas dan budi pekerti yang luhur sesuai ajaran agama dan norma – norma di masyarakat.