OTONOMI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA-BANGSA
A. ANCAMAN DISINTEGRASI Ancaman ini bermula dari : Kesenjangan antar daerah Trend desentralisasi Di tengah pergaulan dunia yg semakin tdk mengenal batas negara shg arus informasi tdk mungkin dikekang oleh siapapun, bentuk2 ketimpangan antar daerah didlm suatu negara ataupun negara yg bertetangga merup pontensi yg besar bagi muncul ketidakpuasan & rasa ketidakadilan.
B. HAKIKAT OTONOMI Hakikat Otonomi adalah mengembangkan manusia2 Indonesia yg otonom, yg memberikan keleluasaan bagi terkuaknya potensi2 terbaik yg dimiliki oleh setiap individu secara optimal. Menurut kamus besar bahasa Indonesia Otonomi Daerah adalah hak, wewenang & kewajiban daerah utk mengatur & mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dg peraturan perundang-undangan yg berlaku.
Tujuan otonomi daerah : Meningkatnya peran masayrakat dalam pembangunan daerah Meningkatnya taraf ekonomi masyarakat Meningkatnya kemampuan keuangan daerah
Daya Tarik Otonomi Daerah Beberapa prasyarat utk menyiapkan daerah2 menjadi pelaku aktif di pasar global : Terjaminnya pergerakan bebas dari seluruh faktor produksi barang & jasa di dlm wilayah Indonesia, kecuali utk kasus2 yg dilandasi oleh argumen nonekonomi. Proses politik yg menjamin keotonomian masy lokal dlm menentukan & memperjuangkan aspirasi mereka melalui partispasi politik dlm proses pengambilan keputusan yg berdampak kpd publik
Tegaknya Good Governance baik dipusat maupun di daaerah, shg otonomi daerah tidak menciptakan bentuk2 KKN baru. Keterbukaan daerah utk bekerja sama dg daerah2 lain tetangganya utk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yg ada. Fleksibilitas sistem insentif Peran pemda lebih sbg regulator yg bertujuan utk melindungi kelompok minoritas & lemah serta menjaga harmoni dg alam sekitar, buka regulator dlm pengertian serba mengatur.
Menurut Mardiasmo (2001)beberapa masalah mendasar yg dihadapi pemerintah daerah terkait kurangnya sumber daya keuangan, yaitu : Tingginya tingkat kebutuhan daerah (fiscal need) semntara penerimaan daerah (fiscal capacity) tidak cukup utk membiayai kebutuhan daerah, shg keadaan tsb menimbulkan fiscal gap. Kualitas pelayanan publik yg masih memprihatinkan shg menyebabkan beberapa produk pelayanan publik yg sebenarnya bisa dijual ke masyarakat melalui charging for service direspon secara negatif
Rendahnya kualitas sarana & prasarana, spt jalan, pasar dan terminal, shg menyebabkan kelesuan perekonomian daerah. DAU dari pemerintah pusat yang tidak mencukupi. Belum diketahui potensi PAD yg mendekati kondisi riil.
Menurut Sri Sultan HB X (2001) ada beberapa aspek yg mempengaruhi pengembangan ekonomi daerah, yaitu : Peningkatan daya saing regional Penekanan resiko investasi yg terdiri dari resiko regional, resiko ekonomi, resiko keuangan dan resiko suku bunga Peningkatan ekspor dg meningkatkan daya saing produk lokal. Peningkatan kinerja birokrasi utk menjadikannya clean government dan good governance shg mampu meningkatkan public service.
Strategi meningkatkan daya saing daerah khususnya dari sisi investasi : Penyusunan perda hrs melibatkan partisipasi publik (stake holder), selain utk menyerap masukan, juga utk mendapatkan dukungan pelaksanaannya. Berbagai perda yg terkait dg pungutan daerah hrs diletakkan dlm kontek utk membangun ekonomi daerah maupun nasional yg berkelanjutan.
Penyusunan perda yg terkait dg dunia usaha harus mengikuti pendekatan pasar populis yg berarti menyesuaikan tuntutan bagi kondusifitas dunia usaha, dg tanpa mengorbankan kepentingan rakyat, daerah maupun nasional. Tiap PEMDA dlm menyusun perda harus selalu mengacu pd prinsip dasar : menhindari pungutan ganda bebas perlakuan diskriminatif pelaku usaha kejelasan timbal balik pelayanan thd subyek pungutan kepastian hukum kejelasan & kewajaran struktur besaran tarif pungutan harmoni dg aturan perundangan lainnya.