Penanganan korban dalam Kasus-Kasus Pilihan oleh LPSK Lies Sulistiani, S.H., M.H. Wakil Ketua LPSK
Latar Belakang Berdirinya LPSK TAP MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, di dalam Pasal 2 Angka 6 –nya memerintahkan agar dibentuk undang-undang yang memiliki muatan perlindungan saksi dan korbanDorongan dari masyarakat sipil untuk pemenuhan hak-hak korban pelanggaran ham berat Keberadaan saksi dan korban kurang mendapat perhatian Belum ada aturan yang mengatur dan menjamin hak-hak saksi dan korban Dorongan untuk melindungi saksi dan korban pelanggaran ham berat untuk mengungkap kasus pelanggaran ham berat Kasus-kasus terkait yang membutuhkan perlindungan saksi dan korban
Dasar Hukum Berdirinya LPSK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 2. Undang-undang terkait lainnya: UU 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Ham Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PP Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Tugas & Fungsi LPSK Menerima pengajuan permohonan perlindungan saksi dan korban Melakukan investigasi dan penelahaan terhadap permohonan perlindungan saksi dan korban Memberikan layanan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban dalam setiap tahap proses peradilan pidana Memfasilitasi langkah-langkah pemulihan bagi korban tindak pidana, khususnya dalam pengajuan kompensasi atau restitusi Melakukan kerjasama dengan instansi yang terkait dan berwenang dalam pelaksanaan perlindungan dan bantuan bagi saksi dan korban
Peningkatan Permohonan 2010 – 2012
Jenis Kasus yang dilaporkan oleh Pemohon Pada tahun 2012
Status Pemohon
Definisi Korban Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana Terkait dengan hal tersebut, maka korban yang dilayani oleh LPSK adalah korban tindak pidana bukan korban bencana
Peran LPSK dalam penanganan Korban Perlindungan Posisi korban adalah sebagai saksi untuk mengungkap kejahatan yang diketahuinya dalam rangka penegakan hukum pidana. Dalam arti lain kasusnya berjalan, tidak berhenti. Dalam rangka perlindungan sebagai saksi korban, mendapatkan hak-hak sebagaimana diatur di dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sebagai berikut:
Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan Memberikan keterangan tanpa tekanan Mendapat penerjemah Bebas dari pertanyaan yang menjerat
Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan Mendapat identitas baru Mendapatkan tempat kediaman baru Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan Mendapat nasihat hukum Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan
Korban dalam Pelanggaran Ham Berat Medis Psiko-sosial Kompensasi Restitusi (tidak hanya pelanggaran ham berat, korban tindak pidana perdagangan orang juga berhak untuk mengajukan restitusi) Saat ini LPSK melayani korban pelanggaran ham berat 1965 lebih dari 150 orang berupa bantuan medis dan psikologis, serta masih ada 200 an orang yang dalam tahap permohonan
Penanganan Korban Anak Jenis kasus yang pernah ditangani oleh LPS terkait dengan anak sebagai korban: Eksploitasi terhadap anak Perdagangan orang Kekerasan seksual terhadap anak : persetubuhan, pemerkosaan, pencabulan Penganiayaan
Jenis Layanan Pendampingan pada saat pemeriksaan Pemenuhan hak prosedural Layanan Medis dan psikologis dalam konteksnya sebagai saksi korban untuk mengungkap kejahatan Untuk korban trafficking pernah mengajukan restitusi
Penanganan Korban Trafficking Modus yang digunakan pelaku adalah dengan janji mempekerjakan korban di kota lain. LPSK mendapat rekomendasi dari Mabes Polri untuk melindungi saksi korban trafficking. LPSK pernah memberikan layanan berupa rumah aman dan pendampingan pada saat pemeriksaan di pengadilan. Selanjutnya juga pernah mengajukan restitusi
KDRT ada beberapa orang yang dilindungi oleh LPSK berkaitan dengan kasus KDRT.Biasanya permohonan terkait dengan kasus ini disertai juga laporan kepada aparat penegak hukum atas kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya. Namun demikian tidak sedikit pula yang kemudian mencabut laporan pidananya atau tidak meneruskan kasus pidananya.
Perlindungan fisik Kasus-kasus KDRT tidak sesederhana yang dilihat karena terkait dengan relasi keluarga. Bahkan secara fisik LPSK juga pernah mendapatkan serangan balik atas perlindungan yang diberikan oleh LPSK kepada korban
Layanan yang diberikan Dalam beberapa kasus LPSK bekerja sama dengan Komnas Perempuan untuk mendampingi korban Jika korban membutuhkan penasehat hukum, LPSK juga merujuk atau menyarankan kepada korban untuk mendapatkan bantuan hukum dari lembaga bantuan hukum yang berkompeten menangani kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga Layanan medis dan psikologis
Korban Terorisme Hingga saat ini LPSK belum pernah memberikan perlindungan atau bantuan kepada korban-korban terorisme. Tetapi LPSK telah menandatangani MOU dengan BNPT terkait dengan perlindungan terhadap saksi dan korban kejahatan terorisme. Dalam revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, LPSK mendorong agar korban terorisme juga mendapatkan bantuan medis dan psikologis selain layanan yang dapat diberikan oleh LPSK dalam kapasitasnya sebagai saksi
Tantangan ke Depan Budget untuk penanganan korban yang masih minim dengan dibandingkan kondisi permohonan dan layanan terhadap saksi dan korban yang makin meningkat Memperjelas mekanisme restitusi dan kompensasi Banyak orang yang belum tahu bahwa dirinya adalah korban Persoalan kelembagaan LPSK yang minim dengan kewenangan Membangun jaringan yang lebih luas dengan instansi pemerintah yang terkait dan kalangan lain dalam penanganan korban