PRESIPITASI Presipitasi : Merupakan suatu produk (bentuk cair mis. hujan, bentuk padat mis. salju dan hujan es, bentuk aerosol mis. embun dan kabut) kondensasi di atmosfer. Hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah selama periode tertentu diukur dalam satuan tinggi diatas permukaan horisontal, apabila tidak terjadi penghitungan oleh proses evaporasi, pengaliran dan peresapan. Tipe hujan dapat digolongkan menjadi tiga kriteria : Hujan Konvektif / Hujan Zenital: Merupakan tipe hujan yang dihasilkan dari naiknya udara hangat dan lembab yang diakibatkan oleh pemanasan permukaan. Hujan ini mempunyai cakupan wilayah yang terbatas karena terdiri dari sel-sel arus lokal yang naik. Hujan konvektif ditandai oleh hal-hal berikut : a. Terpencar-pencar pada luasan relatif sempit (20 – 50 km2). Hujan terjadi setelah pemanasan yang hebat pada permukaan daratan pada musim panas (summer) dan sering berupa badai yang diikuti oleh hail (suatu produk presipitasi berbentuk bola-bola es)
Gambar Hail b. Banyaknya hujan konveksi yang mempunyai siklus musiman dan harian yang berhubungan dengan pemanasan radiasi matahari yang maksimum dan kondisi atmosfer yang tidak stabil. 2. Hujan Orografik : Hujan yang dihasilkan oleh naiknya udara lembab secara paksa oleh dataran tinggi atau pegunungan. Curah hujan tahunan di dataran tinggi pada umumnya lebih tinggi dari pada dataran rendah sekitarnya, terutama pada arah hadap angin.
Gambar Hujan Orografik Hujan orografik mempunyai siklus musiman dan harian yang tidak nyata dibandingkan dengan hujan konvektif. Pengaruh dataran tinggi pada hujan tidak semata-mata tergantung dari ketinggiannya, tetapi juga pada suhu dan kelembaban udara yang naik serta arah dan kecepatan angin. Hujan Frontal : Hujan yang dihasilkan akibat pertemuan front panas (udara hangat yang lembab) dan front dingin (udara dingin yang kering). Pertemuan dua massa udara yang bertemu menyebabkan ketidakstabilan atamosfer akan meningkat, udara akan naik dan menghasilkan awan.
Gambar Hujan Front Hujan Siklonik Hujan yang dihasilkan oleh gerakan udara naik dalam skala besar yang berasosiasi dengan sistem pusat tekanan rendah (siklon). Gerakan udara naik biasanya perlahan-lahan sehingga bisa tersebar luas. Hujan agak lebat, dalam waktu yang cukup panjang dan meliputi daerah yang cukup luas. Jika keadaan depresi disertai dengan keadaan atmosfer tidak stabil (arus konveksi kuat), maka akan menghasilkan hujan yang lebat.
Data hujan yangdiperlukan untuk analisa adalah : Curah hujan : Tinggi hujan dalam satu hari, bulan atau tahun dinyatakan dalam mm, cm atau inchi, mis : 124 mm per hari, 462 mm per bulan atau 2158 mm per bulan. Waktu hujan : lama terjadinya satu kali hujan (duration of one rainstorm) mis : 12 menit, 42 menit, 2 jam pada satu kejadian hujan. Intensitas hujan : banyaknya hujan yag jatuh dalam periode tertentu mis : 48 mm/jam, 72 mm/jam. Frekuensi hujan : kemungkinan terjadinya atau dilampauinya suatu tinggi hujan tertentu. Misalnya : curah hujan 115 mmper hari akan terjadi atau dilamapaui sekali dalam 20 tahun; curah hujan 2500 mm per tahun akan terjadi atau dilampaui dalam 10 tahun.
Jenis-jenis hujan berdasarkan ukuran butirnya : Hujan gerimis/drizzle : hujan dengan diameter butiran kurang dari 0,5 mm. Hujan salju : Hujan yang terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 0oC. Hujan batu es : hujan dengan curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya dibawah 0oC. Hujan deras : hujan dengan curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0oC dengan diamater ± 7 mm. Cara menghitung rata-rata curah hujan rata-rata daerah aliran : Arithmatic rain : Merata-rata data curah hujan dari beberapa stasiun penakar yang daerahnya datar dengan anggapan bahwa curah hujannya uniform/merata. R rata = 1/n (R1 + R2 + … + Rn)
R1 = 10 mm R2 = 20 mm R3 = 30 mm Curah hujan rata-rata daerah ABC = (10 + 20 + 30) / 3 = 20 mm
2. Metode Polygon Thiessen: Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh daerah stasiun penakar hujan yang disebut sebagai faktor pembobot atau juga disebut koefisien Thiessen. Polygon-polygon dapat diperoleh sebagai berikut : 1. Hubungkan masing-masing stasiun dengan garis lurus sehingga membentuk polygon segitiga. Buat sumbu-sumbu pada polygon segitiga tersebut sehingga titik potong subu akan membentuk polygon baru. Polygon baru inilah merupakan batas daerah pengaruh masing-masing stasiun penakar hujan.
R2 = 20 mm A2 = 15 km2 R1 = 10 mm A1 = 12 km2 R3 = 30 mm A1 = 20 km2 Curah hujan rata-rata daerah ABC = (12 x 10 + 15 x 20 + 20 x 30) / 47 = 20,7 mm
3. Metode Isohyet : Pada metode ini diperlukan jaringan stasiun yang cukup rapat dan peta kontour untuk menggambarkan peta isohyet. Langkah-langkah untuk menghitung curah hujan dengan isihyet : Buat isohyet. Hitung luas sub wilayah yang dibatasi oleh dua isohyet. Hitung rata-rata hujan antara dua isohyet. Curah hujan rata-rata wilayah adalah jumlah total dari perkalian antara luas setiap sub wilayah dengan rata-rata curah hujannya.
10 20 30 A1 = 5 km2 R1 = 5 mm A2 = 18 km2 R2 = 15 mm A3 = 12 km2 Curah hujan rata-rata daerah ABC = (5 x 5 + 18 x 15 + 12 x 25 + 12 x 35) / 47 = 20,7 mm
ANGIN DARAT