PENGUJIAN SIFAT FISIK EMULSI

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Materi Dua : STOIKIOMETRI.
Advertisements

LEMAK DAN MINYAK.
LAPISAN TUNGGAL PADA PERMUKAAN CAIR
LAJU REAKSI By Indriana Lestari.
GRAVIMETRI KIMIA ANALISA.
EMULSIFIER OLEH: NADIA RACHMAWATY ( ) NURWACHIDA ( )
STOIKIOMETRI.
STOIKIOMETRI.
LUBRICANT MINYAK PELUMAS
A. Dispersi Koloid Jika suatu zat dilarutkan ke dalam suatu pelarut tertentu maka zat terlarut tersebut akan terdispersi ke dalam pelarutnya (medium pendispersi).
Kimia Bahan Pangan Ratih Yuniastri
POLIMERISASI HETEROGEN.
LEMAK DAN MINYAK Ratih Yuniastri.
PENGUJIAN SIFAT FISIK EMULSI
BAB 8 ALIRAN KALOR DI DALAM TANAH
TEKNOLOGI PENGOLAHAN pasta, lemak dan bubuk cokelat
MATA PELAJARAN : KIMIA KELAS/SEMESTER : XII /GANJIL
Konduktivitas Elektrolit
Kristalisasi.
KROMATOGRAFI.
EMULSIFIKASI TEKNOLOGI EMULSI Oleh : Dr. Ir. Ani Suryani, DEA
SURFAKTAN, MISEL DAN EMULSI
AKADEMI FARMASI JEMBER
By Vera Amalia, S.Si, Apt. EMULSI. SOAL No. 31 Bahan berikut dapat digunakan sebagai pengawet dalam pembuatan emulsi..... a. Asam sitrat b. Asam gallat.
Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.
TEKNOLOGI MINYAK, EMULSI DAN OLEOKIMIA Minggu 13
SIFAT – SIFAT CAMPURAN LARUTAN DAN KOLOID.
EMULSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009.
KD II SISTEM KOLOID.
2.1 Bahan Bakar Padat/Cair
Pendahuluan Pendahuluan Umum Tentang Pembakaran
PRINSIP – PRINSIP KESETIMBANGAN KIMIA
TEGANGAN ANTAR MUKA lanjutan...
DEMULSIFIKASI, CREAMING DAN INVERSI
Larutan.
EMULSI TEKNOLOGI MINYAK, EMULSI DAN OLEOKIMIA Minggu 11 Oleh :
Air.
Larutan.
TEKNOLOGI MINYAK, EMULSI DAN OLEOKIMIA Minggu 10
Kristalisasi.
PROTEIN.
MM FENOMENA TRANSPORT Kredit: 3 SKS Semester: 5
SIFAT PERMUKAAN TEGANGAN ANTAR MUKA EMULSI.
SIFAT PERMUKAAN Deterjen Buih.
PROSES OPTIMASI SUHU DAN KONSENTRASI SODIUM BISULFAT BERBASIS (NA)HSO4 PADA PEMBUATAN SODIUM LIKNOSULFAT BERBAHAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Oleh.
EMULSIFIER TEKNOLOGI EMULSI Oleh : Ani Suryani
LIPIDA DEFINISI : SENYAWA ORGANIK TERDAPAT PADA JARINGAN TANAMAN DAN HEWAN, TIDAK LARUT DALAM PELARUT AIR TETAPI LARUT DALAM ZAT PELARUT ORGANIK ATAU.
JENIS LIPID 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )
SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN.
Kimia Dasar 1 Pendahuluan, Materi, Teori atom dan Struktur atom
SIFAT PERMUKAAN Wettability dan Solubility
Lemak dan Minyak.
ESTER Written by : Widya Rahmawati NIM :
SIFAT-SIFAT KOLOID SEL
DASAR-DASAR TEORITIS ANALISIS KUALITATIF.
DASAR-DASAR TEORITIS ANALISIS KUALITATIF.
KOLOID KELOMPOK 5: BELLA OKTARI EMMIA YULITA GINTING FELYSIA ALODIA
TEKNOLOGI LEMAK DAN MINYAK
PENGOLAHAN LEMAK KAKAO
Kimia Dasar 1 Pendahuluan, Materi, Teori atom dan Struktur atom
Kimia Dasar I Materi Dan Teori Atom
Kimia Dasar 1 Pendahuluan, Materi, Teori atom dan Struktur atom
Koloid Ali.
Ahmad Farih Azmi, S.Kep., Ns, M.Si. Pengantar Kimia Farmasi.
LEMAK DAN MINYAK.
FENOMENA ANTAR PERMUKAAN
Gaya Antarmolekul Cairan
PEMANFAATAN MINYAK KELAPA MURNI (VCO) YANG TELAH DIEKSTRAKSI SENYAWA FENOLIK SEBAGAI BAHAN BAKU SURFAKTAN DIETANOLAMIDA DAN GLISEROL PEMANFAATAN MINYAK.
KIMIA DASAR. Ilmu kimia adalah bagian dari ilmu alam yang mempelajari komposisi dan struktur zat kimia serta hubungan dengan sifat zat tersebut. Struktur.
Transcript presentasi:

PENGUJIAN SIFAT FISIK EMULSI TEKNOLOGI MINYAK, EMULSI DAN OLEOKIMIA MINGGU 13 PENGUJIAN SIFAT FISIK EMULSI DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat reologi emulsi adalah : 1. Viskositas fasa pendispersi 2. Konsentrasi volume fasa terdispersi 3. Viskositas fasa internal 4. Emulsifier yang digunakan 5. Efek elektroviscous 6. Ukuran partikel dan distribusinya

1. Viskositas fasa pendispersi Viskositas fasa eksternal memberikan pengaruh yang besar dalam viskositas akhir emulsi. Persamaan yang menggambarkan hubungan antara viskositas emulsi dan viskositas fasa eksternal adalah sebagai berikut:  = o.(x) dimana x mewakili sejumlah faktor yang mempengaruhi viskositas. Dalam banyak jenis emulsi, emulsifier larut dalam fasa eksternal sehingga o dianggap sebagai viskositas campuran tersebut, jika dibandingkan dengan cairan murni.

2. Konsentrasi fasa terdispersi Pada umumnya, persamaan yang dihasilkan didasarkan pada teori hidrodinamika. Persamaan klasik yang dimunculkan oleh Einstein mengenai hubungan antara viskositas dengan fraksi volume adalah sebagai berikut :  = o(1 +2,5) Dimana () adalah o fasa internal. Persamaan Einstein ini terus mengalami perkembangan bergantung pada jenis emulsi yang dihadapi.

3. Viskositas fasa terdispersi Berdasarkan kesepakatan teori hidrodinamika mengenai persamaan klasik Einstein dengan mengasumsikan bahwa lapisan interfacial hanya ditransmisikan tangensial dari satu fasa ke fasa lain, diperoleh persamaan Taylor:  = o {(1 +2,5)(1 + 0,5o) / (1 + o)} dimana 1 adalah viskositas fasa internal.

4. Emulsifier yang digunakan Lapisan interfacial timbul karena adanya perbedaan tegangan antar muka. Variasi konsentrasi emulsifier memberikan pengaruh pada ….. Antara minyak dan air

5. Ukuran partikel dan distribusinya Konsentrasi emulsi berpengaruh terhadap ukuran partikel dan distribusi globula emulsi yang nantinya akan berpengaruh pada viskositas emulsi. Viskositas nyata dari suatu emulsi memiliki konsentrasi dan distribusi ukuran sama jika didasarkan pada diameter globula. Viskositas relatif tidak tergantung pada suspensi liquid dan ukuran absolut dari bola dalam konsentrasi tertentu. Tetapi viskositas relatif merupakan fungsi dari distribusi ukuran bola.

dimana x dan C konstan dan dm adalah diameter rata-rata globula. Viskositas dipengaruhi oleh nilai diameter globula dan efeknya berbeda untuk 2 tipe emulsi. Untuk emulsi tipe w/o berlaku persamaan : = x.1/dm + C dimana x dan C konstan dan dm adalah diameter rata-rata globula. Viskositas relatif untuk suatu campuran sebanding dengan viskositas relatif produk sebagai suspensi yang terpisah, seperti digambarkan dalam persamaan: r3 = r1 . r2 dimana : r1 = viskositas relatif dari suspensi dengan partikel terkecil C1 persen volume r2 = viskositas relatif dari suspensi dengan partikel terbesar C2 persen volume r3 = viskositas relatif suspensi dari (CI+C2) o partikel

dimana x dan C konstan dan dm adalah diameter rata-rata globula. Viskositas dipengaruhi oleh nilai diameter globula dan efeknya berbeda untuk 2 tipe emulsi. Untuk emulsi tipe w/o berlaku persamaan : = x.1/dm + C dimana x dan C konstan dan dm adalah diameter rata-rata globula. Viskositas relatif untuk suatu campuran sebanding dengan viskositas relatif produk sebagai suspensi yang terpisah, seperti digambarkan dalam persamaan: r3 = r1 . r2 dimana : r1 = viskositas relatif dari suspensi dengan partikel terkecil C1 persen volume r2 = viskositas relatif dari suspensi dengan partikel terbesar C2 persen volume r3 = viskositas relatif suspensi dari (CI+C2) o partikel

Hubungan atau pengaruh emulsifier dengan viskositas adalah: Viskositas emulsi tergantung pada jenis emulsifier yang digunakan. Peningkatan konsentrasi emulsifier akan meningkatkan viskositas larutan emulsi. Peningkatan viskositas larutan emulsi, biasanya diikuti oleh peningkatan stabilitas larutan emulsi.

 Konstanta Dielektrik • Konstanta dielektrik merupakan suatu penunjuk keberadaan agregat-agregat fasa terdispersi pada suatu sistem emulsi.  Konduktivitas Listrik • Konduktivitas listrik antara sistem emulsi tipe w/o berbeda dengan tipe o/w. Sistem emulsi tipe o/w memiliki konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan sistem emulsi tipe w/o.

 Cara mengukur stabilitas emulsi 1. Pengukuran sedimentasi a. Settling rate dalam area gravitasi b. Sentrifuse c. Ultra sentrifuse 2. Gerak Brown 3. Koalesen 4. Distribusi ukuran partikel

 FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KETIDAKSTABILAN EMULSI   1. Komposisi bahan yang tidak tepat 2. Ketidakcocokan bahan 3. Kecepatan dan waktu pencampuran yang tidak tepat 4. Tidak sesuainya rasio antara fasa terdispersi dan fasa pendispersi 5. Pemanasan dan penguapan yang berlebihan 6. Jumlah dan pemilihan emulsifier yang tidak tepat 7. Pembekuan

8. Guncangan mekanik atau getaran 9. Ketidakseimbangan densitas 10. Ketidakmurnian emulsi 11. Reaksi antara dua atau lebih komponen dalam sistem emulsi 12. Penambahan asam atau senyawa elektrolit.

 USAHA-USAHA MEMPERTAHANKAN STABILITAS EMULSI 1. Pengendalian Bahan-bahan Pembuat Emulsi sebelum Proses Pembuatan Emulsi a. Fasa terdispersi dan fasa pendispersi b. Pemilihan jenis dan jumlah emulsifier c. Pemilihan jenis dan jumlah stabilizer

2. Pengendalian Selama Proses Pembuatan Emulsi a. Pemilihan peralatan yang tepat b. Penyesuaian suhu, tekanan, dan waktu pencampuran pada saat proses emulsifikasi.   3. Pengendalian Setelah Terbentuk Emulsi a. Disimpan pada suhu yang tepat b. Terlindung dari sinar matahari c. Terhindar dari guncangan mekanik

EMULSIFIER

 Dalam suatu emulsi, biasanya terdiri lebih dari satu  Dalam suatu emulsi, biasanya terdiri lebih dari satu emulsifying agent karena kombinasi dari beberapa emulsifier akan menambah kesempurnaan sifat fisik maupun kimia dari emulsi.  Selain memiliki gugus polar dan non-polar dalam satu molekulnya, suatu emulsifying agent memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan tegangan permukaan.  Dengan turunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi daya kohesi dan sebaliknya meningkatkan daya adesi. Gaya kohesi adalah . Gaya adesi adalah

 JENIS EMULSIFIER   1. Acacia Gum • Acacia gum (gum arab) merupakan emulsifier yang berasal dari tanaman. • Acacia gum banyak digunakan pada emulsi obat-obatan, terutama untuk jenis emulsi oil in-water (O/W). • Salah satu sifatnya adalah lengket sehingga sama sekali tidak baik bila acacia gum digunakan untuk pembuatan emulsi kosmetik yang dioleskan seperti lotion dan krim.

2. Agar-agar • Ciri khas dari agar-agar ini adalah bahwa ia dapat menyerap air dalam jumlah yang banyak. • Agar-agar mulai menjadi gel pada suhu 40°C dan akan kembali meleleh apabila dipanaskan. • Agar-agar banyak juga digunakan pada pembuatan emulsi obat-obatan dan makanan. • Agar-agar berasal dari tumbuhan yaitu tanaman rumput laut.

3. Karbohidrat • Karbohidrat bukan merupakan emulsifier yang baik. Karbohidrat digunakan karena kemampuannya dapat menurunkan tegangan antar muka. • Contoh : dekstrin.   4. Kolesterol • Kolesterol merupakan jenis emulsifying agent untuk emulsi jenis water in oil (W/O).  

5. Kuning Telur • Kuning telur (egg yolk) digunakan sebagai emulsifying agent dalam makanan terutama dalam pembuatan kue, roti, mayonaise, dan lain-lain. 6. Gelatin • Gelatin memiliki sifat yang mirip dengan agar- agar hanya saja gelatin lebih cepat menjadi gel dibandingkan dengan agar-agar. • Biasanya gelatin digunakan untuk produk makanan dan produk kosmetik.

7. Lesitin • Lesitin atau phospholipids banyak terdapat pada biji-bijian dan digunakan untuk jenis emulsi O/W. 8. Pektin • Emulsi yang dihasilkan dari pektin berpenampakan kasar. Pektin berasal dari buah-buahan. • Penggunaannya sebaiknya dikombinasikan dengan emulsifier lain. Kombinasi pektin dengan acacia gum hasilnya akan jauh lebih baik.

9. Polihidrik Alkohol Esters dan Eter Esters • Polihidrik alkohol esters dan eter esters yang berbentuk cair banyak digunakan pada industri-industri tekstil, kertas, kosmetik, dan ada pula yang dapat dimakan. • Sedangkan yang berbentuk padat banyak digunakan untuk pembuatan pasta dan krim. • Kelebihan dari emulsifler jenis ini adalah dapat digunakan dalam air sadah karena tidak akan terpengaruh oleh kalsium. • Contoh emulsifier jenis ini adalah gliseril mono stearat, gliseril manitol, oleat, dan lain- lain.

10. Sabun a. Sabun alkali b. Metalic soap c. Sabun yang merupakan gabungan dari asam lemak dan grup amino 11. Solid Emulsifiers (emulsifying agent bentuk padat) • Kebanyakan dari solid emulsifier memberikan emulsi yang agak kasar yang bersifat sementara. • Salah satu contoh solid emulsifiers adalah bentonit.

11. Sulfated dan Sulfonated Emulsifier • Perbedaan yang mendasar dari kedua jenis emulsifying agent ini adalah bahwa sulfated emulsifier terdiri dari belerang (sulfur) dimana karbon disambungkan dengan sulfur oleh oksigen. • Pada sulfonated emulsifier, sulfur langsung disambungkan dengan karbon. • Minyak sulfated bila dilakukan proses sulfanifikasi akan efektif dalam media yang bersifat asam lemah.

12. Pelarut Hidrotropik • Pelarut hidrotropik memiliki rumus umum RSO3M. • M merupakan natrium, potassium, kalsium, lithium, atau grup amonium sementara R adalah rantai paraffin atau kelompok aromatik. • Beberapa contoh pelarut hidrotropik adalah sodium kerosen sulfonat, kalsium silen sulfonat, kalsium lignin sulfonat, dan lain-lain.

 PEMILIHAN EMULSIFIER   • Untuk menentukan jenis dan jumlah emulsifier yang harus ditambahkan pada sistem emulsi, dapat dilakukan melalui cara coba-coba dengan memperhatikan sifat emulsifier dan emulsi tersebut. • Dalam pemilihan emulsifier dilihat jenis emulsi yang akan dibuat apakah termasuk pada jenis W/O atau O/W. • Emulsifier memiliki ukuran hidrofil lipofil balance (HLB). Ukuran ini yang dapat menentukan apakan suatu jenis emulsifier cocok untuk jenis emulsi W/O atau O/W.

 PEMILIHAN EMULSIFIER YANG AMAN 1. Produk tersebut dikeluarkan oleh FDA (Food and Drugs Administration) 2. Harus memiliki fungsi yang khas dalam memproduksi produk yang diinginkan 3. Secara kimia bersifat stabil, karena emulsifier dengan sendirinya akan memiliki muatan 4. Tidak bereaksi 5. Tidak berbau 6. Tidak berasa dan berwama.

Tabel Kisaran HLB Emulsifier Penggunaan 4 - 6 Emulsi W/O 7 - 9 Bahan pembasah 8 - 18 Emulsi O/W 13 – 15 Detergent 15 – 18 Bahan pelarut

 Konsep keseimbangan hidrofil-lipofil  Konsep keseimbangan hidrofil-lipofil (HLB = Hydrophile-Lipophile Balance). Nilai ini menghitung keseimbangan karakteristik hidrofolik-lipofilik dan molekul emulsifier dengan skala numerik (Ford, 1976). Nilai HLB untuk emulsifier non ionik dapat dihitung dari komposisi teoritis (berat molekul) atau dengan data analitis seperti bilangan penyabunan dan bilangan asam. Nilai HLB ini berkisar antara 1 sampai 40, dimana angka yang lebih rendah pada umumnya menunjukkan kelarutan dalam minyak dan angka yang lebih tinggi menunjukkan kelarutan dalam air.

Tabel. Kebutuhan HLB untuk Emulsifikasi Minyak yang Umum digunakan dalam Aplikasi Pangan Senyawa Nilai HLB Asam Laurat 16 Minyak Mineral, aromatik 12 Asam Linoleat Minyak Mineral, parafin 10 Asam oleat 17 Mineral spirits 14 Asam Risinoleat Minyak Sawit 7-10 Beeswax 9 Lilin Parafin Minyak Jarak Minyak Lobak Lemak kakao 6 Minyak Safflower 7 Minyak Jagung 8 -10 Minyak Kedelai Minyak Biji Kapas 5 - 6 Gemuk Lemak Babi 5 Minyak Kacang terhidrogenasi 6 - 7 Minyak Menhaden  

Contoh Emulsifier dalam Formula Susu Coklat   Sodium Alginate 0,8 lb Irish Moss 0,7 lb Gula 44 lb Coklat 8,8 lb Susu 96 gal Cold Cream   Gliseril monostearate 12% Beeswax 3% Spermacati Mineral oil 30% Gliserine 8% Air 43.5% Maldex 0.1% Parfum 0,4%

 Beberapa Metode yang Digunakan dalam  Beberapa Metode yang Digunakan dalam Pemilihan dan Klasifikasi Emulsifier. 1. Metode Griffin 2. Metode Davies 3. Metode Greenwald 4. Metode Huebner 5. Metode Schott

HLB =  xi(HLB) 1. Metode Griffin  Griffin menemukan bahwa nilai HLB dari campuran dua atau lebih emulsifier merupakan fungsi penjumlahan.  Nilai HLB campuran sama dengan jumlah nilai HLB masing-masing emulsifier dikalikan fraksi beratnya di dalam campuran tersebut. HLB =  xi(HLB)  Persamaan di atas dapat digunakan untuk menentukan nilai HLB dari suatu bahan yang tidak diketahui nilai HLB-nya, yaitu dengan jalan mencampurkan bahan tersebut dengan bahan lain yang nilai HLB-nya telah diketahui.

HLB = 20(1-S/A) HLB = 20(IMh/Mw)  Nilai HLB ester-ester asam lemak alkohol polihidrat (tipe sorbitan monoester), dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut:   HLB = 20(1-S/A) dimana : S = bilangan penyabunan ester A = bilangan asam  Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: HLB = 20(IMh/Mw) dimana : Mh = berat gugus hidrofobik Mw = berat molekul

Nilai HLB Perkiraan untuk Beberapa Jenis Emulsifier Sifat Perkiraan HLB TEA oleat Natrium oleat Kalsium oleat   Atlas G-251 Asam oleat Span 85 Span 80 Span 60 Span 20 Tween 81 Tween 60 Tween 80 Tween 20  Anionik Kationik Nonionik 12 18 20 25 - 35 ~1 1,8 4,3 4,7 8,6 10,0 14,9 15,0 16,7 Sumber : Moroi (1992)

. Ester-ester asam lemak (jenis Tween) kebanyakan  Ester-ester asam lemak (jenis Tween) kebanyakan tidak mempunyai data bilangan penyabunan. Nilai HLB-nya dihitung dengan rumus : HLB = (E+P)/5 dimana : E = persen berat oksietilen P = persen berat polihidrik alkohol  Jika gugus hidrofilik hanya mengandung polioksietilena, maka persamaan tersebut disederhanakan menjadi: HLB = E/5

. Griffin mengusulkan skala HLB emulsifier antara 1  Griffin mengusulkan skala HLB emulsifier antara 1 (sangat lipofilik) sampai dengan 40 (sangat hidrofilik).  Nilai HLB ditetapkan dengan cara menentukan proporsi kombinasi emulsifier yang berbeda yang dibutuhkan untuk membuat emulsi minyak/air yang paling baik; dalam hal ini 75 % emulsi digunakan untuk menentukan nilai HLB dari setiap surfaktan.  Atlas Chemical Industries (sekarang ICI America) merekomendasikan bahwa rangkaian sembilan jenis tes emulsi awal dilakukan untuk mendapatkan nilai HLB proksimat, yang kemudian ditingkatkan dengan emulsi selanjutnya.  Metode ini hanya dilakukan untuk surfaktan nonionik.

. Nilai HLB yang diperoleh dengan cara tersebut  Nilai HLB yang diperoleh dengan cara tersebut berkisar antara 1 (paling lipofilik) sampai 20 (paling hidrofilik) (Moroi, 1992).  Jika suatu produk 100% hidrofilik, maka nilai HLBnya adalah 20.  Nilai HLB pada dasarnya merupakan indikasi persentase berat dari bagian hidrofilik molekul emulsifier nonionik (Kamel, 1991).  Menurut Yeshajahu (1985), perubahan dari lipofilik ke hidrofilik, pada skala HLB ini, terjadi pada nilai HLB 10.

Tabel. Nilai HLB Emulsifier Hasil Perhitungan HLB = (Hm/Tm)X20 Hm = bagian molekul hidrofilik Tm = berat molekul total HLB = H/5 H = bagian hidrofilik HLB = 20 {1-(Sv/Av)} Sv = bilangan penyabunan Av = bilangan asam Persentase Gugus Nilai HLB  Sifat dalam air Aplikasi Hidrofilik Lipofilik 100 Tidak terdispersi 1 3   6 7 9 13 15 18 Antifoaming agents Emulsifier W/O Wetting agents Deterjen Bahan pelarut    8 Emulsifier O/W 10 90 2 20 80 4 Dispersi rendah 30 70 40 60 Keruh 50 Keruh, stabil 12 Transparan, jernih 14 16 Larutan koloidal jernih Sumber : Schuster (l981) di dalam Yeshajahu (1985)

HLB = (jumlah gugus hidrofilik) - ( jumlah gugus hidrofobik) + 7 2. Metode Davies  Davies menghitung nilai HLB dengan menetapkan HLB kontribusi jumlah gugus untuk setiap gugus fungsional dalam suatu molekul setelah mempelajari laju koalesensi relatif droplet minyak dalam air dan air dalam minyak yang telah distabilkan. Persamaan Davies yang dapat diaplikasikan juga untuk surfaktan anionik adalah sebagai berikut :   HLB = (jumlah gugus hidrofilik) - ( jumlah gugus hidrofobik) + 7

. Metode Davies dapat digunakan jika struktur dan  Metode Davies dapat digunakan jika struktur dan proporsi komponen-komponen di dalam surfaktan diketahui.  Kerugian terbesar dari metode tersebut adalah kenyataan bahwa kontribusi gugus hidrofilik pada polaritas molekul surfaktan cenderung menurun dengan meningkatnya ukuran molekul (Moroi, 1992).

Tabel. Jumlah Gugus HLB untuk Gugus Hidrofilik dan Hidrofobik -SO4Na 38,7 -COOK 21,1 COONa 19,1 SO3Na 11,0 N (amina tersier) 9,4 Ester (bebas) 2,4 -COOH 2,1 -OH (bebas) 1,9 -O- 1,3 -OH (cincin sorbitan) 0,5 -CH- 0,475 -CH2- -CH3 =CH- -CF2- 0,870 Sumber : Moroi (1992)

3. Metode Greenwald 4. Metode Huebner  Greenwald dan kawan-kawan mengembangkan sistem klasifikasi berdasarkan koefisien distribusi cairan-cairan dan surfaktan di dalam air dan isooktana (Moroi,1992). 4. Metode Huebner  Pada tahun 1962, Huebner memperkenalkan metode kuantifikasi yang disebut indeks polaritas (PI=Polarity Index) yang diharapkan dapat menggantikan nilai HLB.  Indeks ini diketahui mempunyai hubungan linear dengan nilai HLB.

 Indeks polaritas diperoleh dari jumlah karbon  Indeks polaritas diperoleh dari jumlah karbon bersama-sama dengan metanol, ketika metanol dan hidrokarbon normal dipisahkan dengan kromatografi gas dengan surfaktan sebagai fase stasioner.  Rumus Huebner untuk indeks polaritas ini yaitu : PI = 100 log(nc – 4,7) + 60 dimana : nc = jumlah atom karbon dalam alkana standar yang memiliki waktu retensi yang sama dengan metanol (diperoleh dari grafik antara waktu retensi hidrokarbon dengan jumlah atom karbon dalam hidrokarbon); 4,7 = faktor yang diperoleh secara statistik 60 = nilai yang dibutuhkan untuk membuat indeks menjadi positif.

4. Metode Schott 0 = (2D + 2P + 2H)1/2  Schott mengembangkan konsep penentuan parameter kelarutan (solubility parameter) yaitu sifat molekul surfaktan yang dapat dihitung dari kontribusi aditif gugus fungsionalnya dan memperkenalkan parameter kelarutan keseluruhan, yang diperoleh dari tiga komponen:   0 = (2D + 2P + 2H)1/2 dimana : D = gaya dispersi P = gaya dipol-dipol H = gaya ikatan hidrogen

TERIMA KASIH