MULTIKULTURALISME DALAM PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN (SOS 223) Departemen Sosiologi – FISIP Universitas Airlangga http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/
Mengapa multikulturalisme menjadi kajian dalam pendidikan? Kehadiran berbagai budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dihindarkan masyarakat/bangsa/negara terbentuk dari berbagai subbudaya; Perlu dipahamkan tentang pentingnya kehadiran berbagai budaya di dalam praksis pendidikan untuk membangun suatu masyarakat/bangsa/negara yang demokratis.
Lanjutan… Multikulturalisme penting bagi pengembangan identitas kelompok-kelompok masyarakat yang ada di suatu wilayah/negara-bangsabukannya meniadakan subbudaya minoritas atau hanya mengunggulkan subbudaya dominan. Proses pendidikan tidak terlepas dari proses pembudayaan, dan memperkenalkan serta memahami kehadiran sub-subbudaya lain.
Latar belakang berkembangnya pendidikan multikulturalisme Setelah Perang Dunia ke-2 (PD II) banyak negara yang berhasil mencapai kemerdekaannya dan menjadi negara yang menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Negara-negara yang baru merdeka itu berusaha mengikis praktik-praktik kolonialisme: membedakan harkat manusia (bangsa penjajah, bangsa super, bangsa jajahan, wilayah koloni, supremasi kulit putih dan kebudayaan barat)
Kasus Indonesia Praktik pendidikan multikulturalisme sudah terbangun jauh sebelum Negara Indonesia merdeka: Gerakan Boedi Oetomo (terdiri dari pemuda-pemuda Jawa, Sumatera, Kalimantan, dll) Sumpah Pemuda Momentum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (penyusunan pembukaan UUD 1945)
Lanjutan… Namun dalam praktik kehidupan sosial dan politik bangsa: wacana multikulturalisme terasa asing karena tidak berjalan dalam praktik kenegaraan dan kehdiupan sosial serta politiknya (sejak rezim Soeharto) Semboyan BHINEKA TUNGGAL IKA (keragaman dalam kesatuan) lebih ditekankan pada kesatuannya, mengabaikan keragaman budaya dan masyarakat Indonesiatekanan dan kekerasan diberlakukan bagi kelompok-kelompok (suku, agama, kelompok sosial, politik, budaya) yang berseberangan/tidak mendukung rezim yang berkuasa.
Lanjutan… Sistem pendidikan telah mengabaikan kekayaan kebhinekaan kebudayaan Indonesia sentralisasi pendidikan telah menyeragamkan masyarakat Indonesia dan mengerdilkan potensi sub-subkultur masyarakat Indonesia Paham multikultural atau bhineka tunggal ika hanya sebatas wacana, belum menyentuh pada kehidupan berbangsa dan bernegara (terbatas pada pengakuan atas identitas suatu kelompok masyarakat) konflik horisontal dan vertikal masih mewarnai kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia; integrasi nasional yang didasarkan atas keberagaman budaya justru semakin melemah setelah masa kemerdekaan Indonesia.
Lanjutan… Desentralisasi pendidikan di era reformasi juga belum memberi ruang pada tumbuhnya pendidikan multikultural. Beberapa kendala: Muatan kurikulum di semua jenjang pendidikan belum menunjukkan paham multikultural; Sistem manajemen berbasis sekolah masih belum mengakomodasi partisipasi masyarakat lokal, termasuk orangtua murid terhadap ‘isi ‘pendidikan di sekolah; Aparatus birokrasi (di tingkat propinsi/kab/kota hingga sekolah) belum memilliki ‘keberanian’ untuk merubah arah dan kebijakan pendidikan yang bervisi multikultural
Konsep Dasar Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural merupakan wacana lintas batas, karena terkait masalah-masalah: Keadilan sosial (social justice); Penegakan nilai-nilai demokrasi; Pengakuan atas hak azasi manusia. Pendidikan multikultural berkaitan dengan isu-isu: politik, sosial, kultural, moral, etika, pendidikan dan kepercayaan/agama.
Tiga lapis diskursus yang berkaitan dengan pendidikan multikultural: Masalah eksistensi kelompok/budaya terkait dengan: Pengakuan terhadap Identitas budaya dari berbagai kelompok masyarakat atau suku; Relasi kekuasaan antar subbudaya atau antar kelompok masyarakat dengan pemilik kekuasaan (superioritas vs inferioritas); Kesetaraan antara subbudaya/kelompok/status sosial-ekonomi –politik (struktur masyarakat yang vertikal);
lanjutan… 2. Perbedaan kebiasaan-kebiasaan, tradisi, pola-pola kelakuan yang hidup di dalam suatu masyarakat (dalam konsepsi Bourdieu disebut dengan habitus); 3. Kearifan budaya yang didasarkan atas tingkat pencapaian/achievement dari kelompok/budaya-budaya yang ada di masyarakat ,merupakan identitas yang melekat pada kelompok tersebut;
Pendidikan multikultural setidaknya memuat dua aspek: Konsep pendidikan multikultural yang dikembangkan oleh C.I Bennett (dalam Tilaar, 2003) Pendidikan multikultural setidaknya memuat dua aspek: Nilai-nilai inti (core values) Tujuan pendidikan (goal) Nilai-nilai inti memuat: Apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya dalam masyarakat; Pengakuan terhadap harkat manusia dan hak azasi manusia; Pengembangan tanggung jawab masyarakat; Pengembanan tanggung jawab manusia terhadap lingkungan/planet bumi.
…LANJUTAN… Terdapat enam tujuan yang berkaitan dengan nilai-nilai inti tersebut: Mengembangkan perspektif sejarah (etnohistorisitas) yang beragam dari kelompok masyarakat; Memperkuat kesadaran budaya yang hidup di masyarakat; Memperkuat kompetensi intelektual dari budaya –budaya yang hidup di masyarakat
Lanjutan… Membasmi rasisme, seksisme, prejudice (prasangka); Mengembangkan kesadaran atas kepemilikan planet bumi/menjaga kelestarian lingkungan; Mengembangkan keterampilan aksi sosial (social action);
Penerapan tujuan-tujuan pendidikan multikultural Melakukan reformasi kurikulum; Muatan pendidikan diperkaya dengan mengajarkan prinsip-prinsip keadian sosial; Melakukan aksi-aksi budaya yang dapat mengembangkan nilai-nilai budaya dari berbagai kelompok/ras/suku Mengembangkan kompetensi multikultural pengembangan identitas etnis/subetnis melalui berbagai kegiatan kebudayaan, dan mengikis prejudice/prasangka dan nilai-nilai negatif dari suatu kelompok etnik; Mengembangkan pengajaran kesetaraan (ras/gender/suku/agama, kelompok/golongan,dll)
Pendidikan inklusif: contoh model pendidikan multikultural Konteks dan asal mula pendidikan inklusif: Pendidikan adalah hak semua anak (dari berbagai: kelompok suku/etnis/ras/agama [horisontal], status sosial-ekonomi, kecerdasan, kemampuan fisik/difable [vertikal]) EDUCATION FOR ALL Kelompok-kelompok tertentu, termasuk anak-anak penyandang cacat, sangat rentan untuk dipinggirkan. Hak-hak anak dengan berbagai perbedaan tidak terakomodasi di dalam sistem pendidikan umum (anak-anak ‘di luar normal’ seringkali mengalami diskriminasi di sekolah umum)
Dasar pendidikan inklusif Pendidikan inklusif didasarkan pada: hak azasi dan model sosial (sistem yang harus disesuaikan dengan anak, bukan anak yang menyesuaikan diri dengan sistem). Inisiatif dan keterlibatan masyarakat luas: sebagai gerakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip utama yang berkaitan dengan anak, pendidikan, keberagaman, diskriminasi, proses partisipasi (partisipasi aktif anak, guru dan stakeholder pendidikan), dan ketersediaan sumber daya.
Landasan pendidikan inklusif (dokumen-dokumen internasional) Pendidikan sebagai hak azasi manusia: Deklarasi universal Hak Azasi Manusia (1948) setiap orang mempunyai hak atas pendidikan (realitasnya: anak dan orang dewasa penyandang cacat seringkali tidak mendapatkan hak yang sama) Konvensi PBB tentang Hak Anak (1989): Pasal 28: Pendidikan dasar seharusnya“wajib dan bebas biaya bagi semua” Hak anak dalam bidang pendidikan: Non diskriminasi Kepentingan terbaik bagi anak Hak untuk kelangsungan hidup dan perkembangan anak Menghargai pendapat anak
Konsep inti pendidikan inklusif: Anak-anak memiliki keberagaman yang luas dalam karakteristik dan kebutuhannya; Perbedaan adalah hal yang wajar; Sekolah perlu mengakomodasikan SEMUA anak; Anak penyandang cacat seharusnya dapat bersekolah di lingkungan sekitar tempat tinggalnya; Partisipasi masyarakat sangat penting bagi pendidikan inklusi;
Lanjutan… Pengajaran yang terpusat pada diri anak merupakan inti dari inklusi; Kurikulum yang fleksibel seharusnya disesuaikan dengan anak, bukan kebalikannya; Inklusi penting bagi harga diri manusia dan pelaksanaan hak asasi manusia secara penuh; Sekolah inklusif dapat membantu menciptakan masyarakat yang inklusif (memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi terhadap masyarakatnya) Inklusi dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya pendidikan.
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/ http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/