SEDIMENTASI Mekanisme Proses Sedimentasi adalah proses pemisahan partikel-partikel melayang di dalam air oleh pengaruh gaya gravitasi atau gaya berat partikel. Berdasarkan tingkat konsentrasi partikel di dalam air limbah dan kecenderungan partikel untuk saling berinteraksi, maka proses sedimentasi dapat digolongkan kedalam 4 tipe sedimentasi sebagai berikut :
Kompetensi : Sedimentasi Mahasiswa mampu merancang Unit Kolam Sedimentasi melalui perhitungan dimensi perancangan
Tipe 1 : pengendapan partikel mandiri ( discrete particle settling ) Tipe 2 : pengendapan partikel floc ( floculant settling ) Tipe 3 : pengendapan secara perintangan ( hindered settling ) Tipe 4 : pengendapan secara pemampatan ( compression settling )
Berdasarkan karakteristik suspensi di dalam air limbah selama mengalami proses pemisahan di dalam kolam pengendap pertama ( primary settling tanks ), maka analisis sedimentasi yang digunakan sebagai dasar dalam perancangannya adalah analisis pengendapan tipe 1 dan tipe 2.
Pengendapan Tipe 1 Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh karakteristik air dan partikel yang bersangkutan dan dapat diterangkan dengan rumus-rumus sederhana dalam mekanika fluida. Yang dimaksud dengan discrete particle adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel tersebut mengendap. Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna apabila aliran dalam keadaan tenang ( aliran laminar ).
Akibat bertnya sendiri, partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan bergerak vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai dicapai suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan dan disebut terminal settling velocity.
Gaya berat partikel dalam air (impelling force) merupakan resultant antara gaya berat partikel dan gaya apung (buoyant force). Fi = Fv – Fb ………………………………………(1) dengan : Fi = gaya berat efektif partikel dalam air, Fv = gaya berat partikel, Fb = gaya apung. Apabila Fv = ρs . g . Vp dan Fb = ρv . g . Vp, maka : Fi = ( ρs – ρw ). g . Vp ………………………… (2)
dengan : ρs = rapat masa partikel, ρw = rapat masa air, g = percepatan grafitasi bumi, Vp = volume partikel Gaya hambatan yang dialami selama partikel bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air.
Gaya hambatan yang dialami selama partikel bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air. Fd = ½ . CD . Ap . ρ . Vs2 …………………………… (3) dengan : Fd = gaya hambatan, Ap = luas proyeksi partikel, Vs = kecepatan gerak partikel, CD = koefisien hambatan.
Koefisien drag merupakan fungsi dari bentuk partikel dan bilangan Reynolds ( Re ). CD = 24/ Re ………………………………………..(4) Re = ( dp . ρw . Vs ) / µ ……………………………(5) dengan : dp = diameter partikel, µ = angka kekentalan dinamis. Hubungan antara bentuk partikel, bilangan Reynolds dan koefisien drag dapat dilihat pada gambar berikut :
Proses pengendapan berlangsung dengan kecepatan konstan dan keadaan ini dicapai apabila Fi = FD, sehingga : Dengan menganggap bahwa partikel yang diendapkan berbentuk bola, maka:
selanjutnya : Dengan mensubstitusikan persamaan (4) dan (5) ke persamaan (8), maka diperoleh :
Persamaan (9) ini disebut hukum stoke mengenai terminal settling velocity atau kecepatan pengendapan ( Peavy, 1986 ). Untuk memperoleh hasil yang optimal, maka kolam pengendapan dirancang berdasarkan ukuran butir yang paling dominan. Apabila kecepatan pengandapan partikel tersebut vt , maka semua partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan sama atau lebih besar dari vt akan diendapakan pada dasar kolam. Dengan demikian apabila luas permukaan kolam A, maka besarnya laju pemisahan partikel dari aliran air adalah :
Q = A . vt ………………………………….. (10). Selanjutnya : vt = Q / A dan disebut laju pembebanan permukaan (surface loading rate atau overflow rate ). Jadi lau pembebanan permukaan setara dengan kecepatan pengandapan.
Kolam Pengendapan Ideal (ideal settling tank) Pada kolam pengendapan yang ideal dengan aliran continue, maka panjang kolam dan waktu tinggal ditentukan sedemikian sehingga semua partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan vt akan mengendap di dasar kolam.
Figure 14. Type 1 settling in an ideal settling basin
Hubungan antara kecepatan pengandapan, kedalaman air dan waktu tinggal ditunjukkan dengan rumus : dimana : vt = kecepatan pengandapan, D = kedalaman kolam, T = waktu tinggal.
Mengingat bahwa ukuran butir partikel di dalam air limbah sangat bervariasi, maka tidak semua partikel dapat diendapkan di dalam kolam pengendapan. Dengan demikian hanya partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan sama atau lebih besar dari vt akan tertahan secara sempurna di dalam kolam pengendapan.
Sedang partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan vp yang lebih rendah dari vt akan terbawa aliran dan fraksi partikel yang terbawa besarnya sesuai dengan rasio vp / vt . Apabila xt adalah fraksi partikel yang mengendap dengan kecepatan yang lebih besar dari vp , maka besarnya efisiensi kolam pengendapan dapat diekpresikan sesuai dengan fraksi yang mengendap sebagai berikut :
dimana : x = fraksi partikel yang mengendap, (1 – xt) = fraksi partikel dengan vp > vt Sketsa yang menggambarkan perhitungan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :
Figure 15. Settling-velocity analysis curve for discrete particles
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa efisiensi pengendapan tidak langsung dipengaruhi oleh kedalaman kolam, tetapi dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang optimal, kolam pengendapan dirancang tidak terlalu dalam.
Pengendapan tipe 2 Partikel yang berada dalam larutan encer sering tidak berlaku sebagai partikel mandiri (discrete particle) tetapi sering membentuk gumpalan (flocculant particle) selama mengalami proses sedimentasi. Bersatunya beberapa partikel membentuk gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan mempercepat pengendapannya.
Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam pengendapan akan terjadi tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam, gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut dapat ditentukan dengan percobaan sedimentasi.
Karakteristik dari pengendapan partikel flok, dapat ditentukan dengan percobaan yang menggunakan sebuah kolom pengendapan. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan digunakan kolom dengan tinggi 3 m dan diameter 150 mm. kolom pengendapan dilengkapi dengan krans pengambil sampel air dengan jarak vertical 0,6 m. dengan hati-hati kolom diisi dengan larutan suspense sehingga diperoleh distribusi ukuran butir yang cukup seragam pada sepanjang kolom dan dijaga agar partikel mengendap dalam suasana tenang.
Pengambilan sampel air dilakukan berdasarkan variasi waktu dan kedalaman air. Untuk selanjutnya sampel air dianalisis kandungan partikelnya. Fraksi partikel yang mengendap selanjutnya diplotkan dengan variasi waktu dan keadaan, seperti disajikan pada gambar berikut :
Figure 16. Settling column and settling curve for flocculant particles
Dari percobaan sedimentasi ini, dapat ditentukan karakteristik teknis dari pengendapan tipe 1 yaitu kecepatan pengendapan dan waktu tinggal untuk jenis air limbah tertentu.
Kriteria Rancangan Detention Time Untuk memberikan kesempatan yang cukup bagi berlangsungnya proses pemisahan partikel yang terdapat di dalam air limbah, maka diperlukan waktu yang cukup bagi air limbah untuk sementara waktu tinggal di dalam kolam pengendapan. Waktu tinggal yang umum digunakan untuk merancang kolam pengendapan pertama dalam suatu instalasi pengolahan air limbah adalah 1,5 – 2,5 jam.
Surface loading Kolam pengendapan biasanya dirancang berdasarkan laju pembebanan permukaan yang mengekpresikan volume air yang melewati permukaan kolam per satuan waktu. Agar diperoleh hasil yang memuaskan, maka laju permukaan pada saat debit puncak besarnya sebaiknya 3 kali debit rata-rata untuk instalasi kecil dan 1,5 kali untuk instalasi besar.
Laju pembebanan permukaan yang umum digunakan dalam perancangan kolam pengendapan pertama adalah 32-48 m3/m2.det untuk debit rerata dan 80-120 m3/m2.det untuk debit puncak. Apabila kolam pengendapan merupakan bagian dari pengolahan lumpur aktif, maka besarnya laju permukaan adalah 24-32 m3/m2.det untuk debit rerata dan 48-70 m3/m2.det untuk debit puncak.
Weir loading Weir loading mengekpresikan volume air yang melewati outlet yang berbentuk pelimpah per satuan panjang per satuan waktu. Weir loading tidak mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap efisiensi kolam pengendapan, tetapi diperlukan untuk menentukan ukuran dan bentuk peluapan yang dipergunakan pada bagian outlet. Kriteria umum yang digunakan bagi weir loading adalah 125-500 m3/m1.det.
Scouring velocity Proses pengendapan partikel berlangsung dengan baik apabila aliran air dalam keadaan tenang (laminer). Kecepatan aliran hendaknya tidak melebihi kecepatan gerusan, agar partikel yang telah mengendap tidak tergerus dan melayang lagi. Besarnya kecepatan gerusan (scouring velocity) terutama dipengaruhi oleh specific gravity dan ukuran butir partikel, seperti dirumuskan oleh Camp sebagai berikut :
Dimana : vh = kecepatan gerusan ( scouring velocity ), s = specific grafity, d = ukuran butir partikel, k = konstanta bentuk, k = 0,04 untuk pasir tidak beraturan k = 0,06 untuk partikel berbentuk batang f = koefisien gesek permukaan ( 0,02 – 0,03 )
Proses pengendapan dimulai dari masuknya air limbah ke kolam pengendapan melalui inlet dan disebarkan menuju daerah pengendapan. Penempatan baffle atau adukan di belakang inlet akan menyebarkan aliran dan memperkecil ruang tak berguna dalam kolam. Di daerah pengendapan terjadi pemisahan partikel lumpur yang terdapat dalam air.
Partikel-partikel lumpur mengendap dan terkumpul di daerah kantong endapan, sedang airnya mengalir ke daerah outlet melalui suatu sistem peluapan sehingga hanya air lapis atas saja yang masuk ke bagian outlet untuk dibawa ke pemrosesan selanjutnya.
Lumpur yang terdapat di daerah kantong endapan ditarik menuju ke bagian pengeluaran lumpur dengan menggunakan sebuah garuk / scrapper dan selanjutnya dikeluarkan dengan pompa lumpur menuju ke tempat pemrosesan lumpur. Scrapper digerakkan sangat perlahan-lahan untuk menjaga agar lumpur yang sudah mengendap tidak melayang lagi.