HUKUM LAUT INTERNASIONAL “FISHING”

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Terorisme dan Penggunaan Kekuatan Militer ( Terrorism and the Use of Force) IB Surya Dharmajaya.
Advertisements

HUKUM LAUT INTERNASIONAL Preview
KEAMANAN DAN KESELAMATAN TRANSPORTASI LAUT
Hukum Internasional Kelautan
KONSEP DASAR HAK ASASI MANUSIA
Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional
Hukum Laut Indonesia.
STRUKTUR KELEMBAGAAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA DI WTO
OUTLINE HUKUM LAUT INTERNASIONAL
HUKUM LAUT INTERNASIONAL “SHIPPING”
KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL
Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M
ANGLO-NORWEGIAN FISHERIES CASE 1951
LABOR MARKET Kuliah 12. THE LABOR MARKET..1  When firms respond to an increase in demand by stepping up production : Higher production requires an increase.
Kedaulatan Negara di Ruang Udara dan di Ruang Angkasa
HUKUM PERJANJIAN INTErNASIONAL
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM IKAN
STRAITS USED FOR INTERNATIONAL NAVIGATION
CONTIGUOUS ZONE DAN CONTINENTAL SHELF
Yurisdiksi Negara.
Heru Susetyo, SH. LL.M.M.Si. Anak & Prinsip-Prinsip Perlindungan Anak dalam Konvensi Hak Anak FHUI, Juni 2011.
HUKUM INTERNASIONAL.
1 Pertemuan 22 Analisis Studi Kasus 2 Matakuliah: H0204/ Rekayasa Sistem Komputer Tahun: 2005 Versi: v0 / Revisi 1.
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Sumber Hukum Internasional
Review. 2. The failures of Classical Physics:  Black-body radiations Medan elektromagnetic adalah kumpulan osilator harmonik. 1 osilator = 1 frekuensi.
Copyright by dhoni.yusra
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM IKAN
KONSEP DASAR HAK ASASI MANUSIA
HUKUM LAUT INTERNASIONAL hukum udara dan luar angkasa
Pert. 16. Menyimak lingkungan IS/IT saat ini
PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI kemaritiman
Subyek Hukum Ekonomi Internasional
PELAKSANAAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
PENDAHULUAN Ikaningtyas,SH.LLM.
Mortalitas Ledhyane Ika Harlyan MK. DINAMIKA POPULASI
STRUKTUR KELEMBAGAAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA DI WTO
Kedaulatan Negara di Ruang Udara dan di Ruang Angkasa
SELEKTIFITAS ALAT TANGKAP
1 LATAR BELAKANG 1 12.
HUKUM LAUT INTERNASIONAL
WAHYUDI HERMAWAN S.KEP MM.KES
Media Humas Meeting, Insentive, Conference, Exhibition
Pertemuan <<18>> << Penemuan Fakta(01) >>
Etty R. Agoes Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung
Delimitasi Batas Maritim
KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
PENGATURAN WTO TERHADAP LIBERALISASI PERDAGANGAN YANG BERTENTANGAN DENGAN NILAI-NILAI SOSIAL DAN KEPENTINGAN-KEPENTINGAN LAIN Oleh: ABSHORIL FITHRY.
Organizational Environment Analysis
PERIKANAN.
International Tax Law Principles
Pengertian, Sejarah & Sumber-sumber HHI
KONSEP DASAR PERENCANAAN
BARANG PUBLIK & SUMBER DAYA UMUM
HUKUM INTERNASIONAL KEDAULATAN NEGARA PERTEMUAN XVIII & XIX
INTERNATIONAL MARITIME CONVENTION (TELAH DIRATIFIKASI INDONESIA)
Landasan Kontinen O L E H Tim Pengajar Kelompok 9.
Hukum Diplomatik dan Konsuler Resiprositas dan Atribusi
Master data Management
Maximum Sustainable Yield (MSY): [Hasil Tangkap Maksimum Berimbang Lestari] -definisi -definisi overfishing SLIDE 1: Model Schaefer Tujuan: Maximum.
KONFERENSI KODIFIKASI HUKUM LAUT INTERNASIONAL
The Global Gas Storage Industry & Trends In The Capital Investment: Ken Research.
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM IKAN
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM IKAN
HOTEL MANAGEMENT OF UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
Fix problems opening Norton  Fix problems opening Norton This problem can happen after you update Norton. To fix the matter, restart the computer. Fix.
By Yulius Suprianto Macroeconomics | 02 Maret 2019 Chapter-5: The Standard of Living Over Time and A Cross Countries Source: http//
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LAUT. Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan.
Wednesday/ September,  There are lots of problems with trade ◦ There may be some ways that some governments can make things better by intervening.
Transcript presentasi:

HUKUM LAUT INTERNASIONAL “FISHING” Dhiana Puspitawati, SH, LLM, PhD

BACKGROUND TO THE INTERNATIONAL LAW OF FISHERIES Adanya kenaikan jumlah ikan yang ditangkap mulai PD II Penyebabnya: (i) technical improvements dan (ii) investment di bidang perikanan yang semakin besar pada negara2 sedang berkembang (developing states) yang mendominasi adalah negara2 sedang berkembang, lain dgn shipping states yang mainly negara2 berkembang (developed states) Konsumsi ikan : 30% utk selain makanan, (viz), 70% utk konsumsi manusia. Yang harus dicermati adalah karakteristik ikan yang kadang2 bermigrasi dalam perputaran hidupnya – jurisdictional boundaries

Prinsip Umum Fisheries – pengaruh pd national dan international regulation Fisheries are a common property natural resources Tidak ada yang boleh memiliki ikan yang bebas berenang di laut Hak kepemilikan atas ikan terjadi jika ikan tsb sdh ditangkap – consequently, in the possesion of fishermen Siapapun boleh memancing di laut (anyone can fish in the sea

Konsekuensi dari prinsip umum -- Problems -- 1 Adanya tendensi ikan dipancing melebihi biologically optimum levels Tendensi bertambahnya nelayan Perlunya pengaturan yg bersifat internasional – jurisdiksi dan pergerakan ikan – tdk akan ada itikad dr nelayan u/ berhenti menangkap ikan 1 dan 2 – over fishing – collapse-- Antartic Whale dan Californian Sardines Unregulated Fishery will lead to over-fising

SOLUTIONS pada problem 1 Menetapkan jumlah ikan yang bisa ditangkap Dengan kata lain menentukan MSY (Maximum Sustainable Yield) – tdk lagi efektif, karena: - tidak mudah menentukan MSY -adanya hubungan antar species ikan shg jika ditentukan MSY stock ttt, mk akan mempengaruhi stock yg lain Thus, it is desirable to establish fishing level for inter-related stocks as a single exercise

Problems 2 Economic Inefficiency Dengan bertambahnya nelayan, maka jumlah tangkapan perkapal akan menurun – economic return-nya juga turun Over capacity – over capitalisation Solution : Menentukan Maximum Economic Yield (MEY)

Problems 3 Adanya konflik antar nelayan – yang mengarah ke over fishing dan over capacity Konflik yang timbul juga bisa mengarah ke penggunaan laut lainnya – off-shore oil and gas industry

Problem2 tsb haruslah diatur pada level internasional melalui kerjasama antar negara dengan media hukum internasional, ada 2 fase: (i) up to the middle 1970s (ii) since 1970s up to now

point2 yang dipakai untuk mengatur fishing baik pada national maupun internasional level TAC (Total Allowable Catch) – 7annya mencegah over fishing Gear Regulation – batas minimum ukuran ikan yg boleh ditangkap – no baby fish Menutup area tertentu pada musim ttt / memberi kesempatan ikan berkembang biak – put a fishing season Menentukan jumlah maximum ikan yg bisa ditangkap – diatur tiap2 species – bisa cari species yang lain

INTERNATIONAL FISHERIES LAW PRIOR TO 1970s Access to resources; dibahas menurut zona2 maritim yaitu laut pedalaman dan laut territorial, EEZ, CZ, Laut Bebas Konservasi Menghindari konflik antara kepentingan fishing

1. Access to Resources Perairan Pedalaman dan laut wilayah: Hanya negara pantai – kecuali diperjanjikan lain akan tetapi sangat jarang terjadi EEZ: negara pantai punya hakprioritas atas resources didalamnya, kecuali negara2 lain yg traditionally (sblm adanya EEZ) sdh nangkap ikan disitu, boleh tetap access di zona ini—limited, indefinite CS: negara pantai HS: free – timpang, developed distant-water fishing nations-- agreement by states u/ mengatur high seas fisheries

2. Konservasi Prevention of over-fishing Establishment of international fishery commissions The measurement of conservation is distributed to coastal state (di zona2 dimana dia punya sovereignty atau sovereign rights), flag state (di high seas) dan international fishery commissions (hanya pada negara2 pesertanya)

3. Avoidance of conflict between fishing gear Dilakukan melalui bilateral atau multilateral agreement Ex: the 1967 Convention on Conduct of Fishing Operations in the North Atlantic – u/ mencegah tabrakan kapal ikan dan memfasilitasi pertikaian2 yang timbul akibat tabrakan kapal ikan dan konflik lainnya

PERKEMBANGAN FISHING SEJAK PERTENGAHAN 1970s Ngr2 brkmbang menangkap ikan di high seas didekat wilayah negara pantai ttt (=ngr sdg berkembang) yang lebih dekat ke high seas tsb tp tdk punya teknologi – wish to have at least be able to control and to obtain some revenue through license fee or to gain access to technology Read further Churchill, R.R & Lowe, A.V., The Law of the Sea, Manchester University Press, 1999.

FISHERIES REGIME OF EEZ Hak dan Kewajiban negara pantai Access negara lain ke ZEE suatu negara

1. Hak dan Kewajiban Negara pantai Pasal 56 (1) LOSC : negara pantai mempunyai ‘sovereign rights for the purpose of exploring and exploiting, conserving and managing fish stock di ZEE – subject to number of duties KEWAJIBAN Negara pantai wajib melakukan conservation dan management measures – memastikan bahwa fish stock tidak terganggu karena over-exploitation – mempertahankan MSY Pasal 62 (1) LOSC requires to promote the objective of optimum utilization of the living resources of its EEZ Pasal 61 (1) negara pantai diwajibkan menetapkan ‘the allowable catch’ – merujuk ke TAC (Total Allowable Catch)

2. Access negara lain ke ZEE suatu negara Article 62 (2) – jika nelayan negara pantai tidak mampu menangkap ikan sebanyak ‘allowable catch’ maka untuk mempertahankan keseimbangan antara ikan yg ditanggap dan allowable catch, negara pantai dapat memperbolehkan negara lain untuk menangkap ikan di wilayahnya.—dengan memberlakukan peraturan peruuannya. Kasus Franco-Canadian Fisheries Arbitration (1986), diputuskan: ‘The coastal state’s competence to prescribe legislation for foreign fishing vessels in its EEZ, was limited to conservation measures stricto sensu” Pasal 62 (4) memuat hal2 apa saja yang dapat diatur dibawah laws and regulation coastal state – beyond conservation

MANAGEMENT OF SHARED STOCKS LOSC secara implisit menganggap bahwa suatu fish stock ada dalam ZEE suatu negara,padahal di North-East dan East-Central Atlantic, banyak fish stock yang bermigrasi antara ZEE dua negara – inilah yg disebut shared stock atau strddling stocks Atas shared stock ini LOSC pasal 63 (1) mengatur bahwa negara2 yang bersangkutan harus berkoordinasi untuk pengaturan konservasi dan perkembangan stok ikan tsb.—negotiate arrangement u/ management of shared stock. Akan tetapi tak satupun dari ketentuan konvensi yang mewajibkan dicapainya suatu agreement antara negara2 itu. Akibatnya mismanagement of shared stock dan inequitable proportion of benefit – maximize MSY, long-term, short term

4 Bentuk Umum Agreement untuk shared stock Bentuk agreement yang periodik (tahunan) yang didasarkan pada existing treaty, contoh: - Agreement tahunan 1989 antara Denmark, Iceland dan Norway ttg Capelin stocks di perairan antara Greenland, Iceland dan Norway dimana ketiga negara itu sepakat TAC u/ Capelin ditinjau tiap tahun, jika tdk tercapai kesepakatan makan Iceland-lah yang akan menetukan TAC-nya - Treaty 1978 antara australia dan PNG ttg kedaulatan dan perbatasan – TAC on fixed percentage

4 Bentuk Umum Agreement, contnd Tolok ukur u/ memanage shared stocks ditentukan oleh bilateral commissions yang didirikan oleh kedua negara, contoh: - Iceland-Norway Fisheries Commission yang didirikan oleh 1980 Agreement concerning Fishery and Continental Shelf Question – menentukan TAC annually u/ stock ikan di perairan Iceland dan Norway - Norway_Russia Commission yang didirikan berdasarkan 1976 Fisheries Agreement—set up fix TAC dengan procentase—berbeda2 tiap species - International Halibut Pacific Commission yang didirikan oleh 1953 Convention for the Preservation of the Halibut Fishery of the Northern Pacific Sea and Bearing Sea

4 Bentuk Umum Agreement, contnd 3. Tolok ukur yang ditentukan oleh Regional Fisheries Organisation, ex: - the International Baltic Sea Fisheries Commission yang didirikan oleh 1973 Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the Baltic Sea and Belts – adopt TAC, gear regulations, closed seasons, closed areas. 4. Didirikan berdasarkan Ad-Hoc basis – tidak ada details arrangement, ex: - 1984 Convention relating to the Regional Development of Fisheries in the Gulf of Guinea - 1991 Convention on the Fisheries Co-operation among States bordering the Atlantic Ocean

REGULASI FISHING DI LAUT BEBAS Prinsip Umum: High seas fishing is open to all states, subject to restriction of stradling stocks dan particular species (Ps. 87-116 LOSC) interested state wajib u/ bekerja sama dalam hal management dan konservasi high seas resources – u/mempertahankan atau restore populasi ikan yang diambil pada level MSY

STRADDLING STOCKS PROBLEMS: Bagaimana memanage such stocks – measures management yang ditetapkan negara pantai pada nyatanya dikalahkan oleh kebebasan high seas fishing Bagaimana mengalokasikan jumlah tangkapan di ZEE dan high seas

Pasal 63 (2) LOSC Where the same stock or stocks of associated spices occur both within the EEZ and in an area beyond and adjacent to the zone, the coastal state and the state fishing for such stocks in the adjacent area shall seek, either directly or through appropriate sub-regional or regional organizations, to agree upon the measures necessary for the conservation of these stocks in the adjacent area

Bunyi pasal tsb tidak menyelesaikan problems posed by straddling stocks – put weight to agreement Negara pantai menyatakan bahwa in the absence of an agreement mk yg diprioritaskan adalah negara pantai – ditolak oleh High-Seas fishing States

Existing Disputes 1. Donut Hole – an enclave of high seas in the Bering Sea yang dikelilingi oleh ZEE Rusia dan USA 2. Peanut Hole– an enclave of high seas in the Sea of Okhotsk yang entirely surrounded by ZEE Russia 3. Loop Hole – another enclave of high seas which is surrounded by EEZ’s Russia in the Barents Sea

ATURAN2 UNTUK SPECIES TERTENTU Highly Migratory Species Anadromous Species Catadromous Species Marine Mammals Sedentary Species

1. Highly Migratory Species Yaitu yang ada di annex 1 LOSC termasuk tuna, marlins, swordfish dan oceanic sharks Species ini bermigrasi bukan hanya antara ZEE 2 negara akan tetapi beyond high seas Pengaturannya dengan bilateral atau regional agreement, kalo belum ada hrs dibentuk

Such Agreements are: Inter American Tropical Tuna Commission 1949 – the oldest In the Pacific – tidak ada organisasi internasional In the Indian Ocean – Tuna Management Committee of the FAO’s Indian Ocean Commissions The Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna 1993 by Australia, Japan, New zealand Atlantic Fishing for tune – the Convention for the Conservation of atlantic Tuna 1966

2. Anadromous Species Meliputi salmon, shad, sturgeon—spawn in fresh water but spend most of their life in the sea Pasal 66 LOSC menyatakan bahwa negara dimana terletak sungai yang dipakai u/ ikan tsb bertelur, bertanggung jawab u/ mengatur management ikan tsb tetapi tidak berkewajiban Regional agreements

3. Catadromous Species Misalnya eels, yang bertelur di laut tapi menghabiskan waktunya di air tawar General rules ttg fishing di ZEE applied Ditambah lagi agreement antara negara pantai dan negara di mana belut2 itu menghabiskan waktunya—negara inilah yang mempunyai kewajiban u/ management ikan tsb. Fishing u/ species ini di high seas dilarang

4. Marine Mammals Includes whale, seals – LOSC mengatur bhw u/ species ini negara pantai bukannya mengatur TAC akan tetapi membatasi atau bahkan melarang penangkapan species ini. (Pasal 65 LOSC) Kerjasama negara2 u/ konservasi species ini dilakukan melalui International Whaling Commissions Organisasi ini tdk mengatur dolphins – tend to shoal with tuna

5. Sedentiary Species Includes ‘living organism belonging to sedentiary species, that is to say, organism which, at the harvesatbel stage, either are immobile on or under the seabed or are unable to move except in constant physical contact with the seabed and the subsoil’ Pasal 68 LOSc menyatakan bahwa Part V LOSC tdk dpt diberlakukan pd species ini Dengan demikian tidak ada kewajiban negara pantai u/ menetapkan management conservations.