Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
TURUNAN/ DIFERENSIAL.
Advertisements

START.
METODE PERHITUNGAN (Analisis Stabilitas Lereng)
Fotometri Bintang Keadaan fisis bintang dapat ditelaah baik dari spektrumnya maupun dari kuat cahayanya. Pengukuran kuat cahaya bintang ini disebut juga.
03/04/2017 BARISAN DAN DERET KONSEP BARISAN DAN DERET 1.
Translasi Rotasi Refleksi Dilatasi
4.5 Kapasitas Panas dan Kapasitas Panas Jenis
Menempatkan Pointer Q 6.3 & 7.3 NESTED LOOP.
Selamat Datang Dalam Kuliah Terbuka Ini
ALJABAR.
Menentukan komposisi dua fungsi dan invers suatu fungsi
(UKURAN PEMUSATAN DAN UKURAN PENYEBARAN)
LATIHAN SOAL HIMPUNAN.
Interval Prediksi 1. Digunakan untuk melakukan estimasi nilai X secara individu 2. Tidak digunakan untuk melakukan estimasi parameter populasi yang tidak.
Latihan Soal Persamaan Linier Dua Variabel.
Besaran Mendasar Dalam Astrofisika
DND Magnitudo Bolometrik  Untuk itu didefinisikan magnitudo bolometrik (m bol ) yaitu magnitudo bintang yang diukur dalam seluruh λ.  Berbagai.
Sudaryatno Sudirham Bilangan Kompleks Klik untuk melanjutkan.
SRI NURMI LUBIS, S.Si.
Materi Kuliah Kalkulus II
Matakuliah : S0362/Konstruksi Bangunan dan CAD II Tahun : 2006 Versi :
Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
Earth & Space Laboratory Department of Physics Education Faculty of Mathematics and Natural Sciences Education Judhistira Aria Utama, M.Si. TATA SURYA.
Fisika Dasar Oleh : Dody
BARISAN DAN DERET ARITMETIKA
Mengenal Sifat Material Konfigurasi Elektron dalam Atom
UKURAN PENYEBARAN DATA
Terang Bintang Sebelum melangkah lebih jauh, akan kita tinjau terlebih dulu apa yang dimaksud dengan fotometri.
LIMIT FUNGSI.
BENDA TEGAR PHYSICS.
BESARAN & HUKUM MENDASAR DALAM ASTRONOMI
Mengenal Sifat Material Konfigurasi Elektron dalam Atom
Selamat Datang Dalam Kuliah Terbuka Ini
DISTRIBUSI FREKUENSI oleh Ratu Ilma Indra Putri. DEFINISI Pengelompokkan data menjadi tabulasi data dengan memakai kelas- kelas data dan dikaitkan dengan.
Rabu 23 Maret 2011Matematika Teknik 2 Pu Barisan Barisan Tak Hingga Kekonvergenan barisan tak hingga Sifat – sifat barisan Barisan Monoton.
Bab 18 Karakteristik Butir Karakteristik Butir
KPK dan FPB 1. KPK A. Tinjauan Kontekstual
Luas Daerah ( Integral ).
Gerak Bulan Fase-Fase Bulan Gerhana Gaya Pasang – Surut
DND-2006 Informasi yang diterima dari benda-benda langit berupa gelombang elektromagnet (cahaya)  untuk mempelajarinya diperlukan pengetahuan mengenai.
Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
MEDAN LISTRIK.
Fungsi Invers, Eksponensial, Logaritma, dan Trigonometri
POLIMERISASI RADIKAL BEBAS
Pertemuan 5 P.D. Tak Eksak Dieksakkan
FOTOMETRI BINTANG I: Sistem Magnitudo & Indeks Warna
Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
Konduktivitas Elektrolit
GERAK BINTANG Judhistira Aria Utama, M. Si. Lab
Dr. Suhardja D. Wiramihardja
GERAK & POSISI BENDA LANGIT II
BINTANG DAN DINAMIKANYA
Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DINAS PENDIDIKAN PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DINAS PENDIDIKAN Jl. Letjen. Sutoyo Pontianak, Telp. (0561) , Website:
USAHA DAN ENERGI ENTER Klik ENTER untuk mulai...
Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
Kompleksitas Waktu Asimptotik
KESETIMBANGAN REAKSI Kimia SMK
USAHA DAN ENERGI.
Statistika Deskriptif: Distribusi Proporsi
FOTOMETRI OBJEK LANGIT
Pohon (bagian ke 6) Matematika Diskrit.
WISNU HENDRO MARTONO,M.Sc
Astrofisika I Oleh Djoni N. Dawanas Prodi Astronomi
Fotometri Bintang Keadaan fisis bintang dapat ditelaah baik dari spektrumnya maupun dari kuat cahayanya. Pengukuran kuat cahaya bintang ini disebut juga.
Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo
Fotometri Bintang Oleh Departemen Astronomi FMIPA – ITB 2004
Bintang Ganda.
ASTROFISIKA.
Transcript presentasi:

Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI FOTOMETRI BINTANG II: Magnitudo bolometrik Koreksi bolometrik Magnitudo bolometrik dan temperatur efektif Diagram Hertzsprung – Russell Kompetensi Dasar: Memahami sistem fotometri bintang Judhistira Aria Utama, M.Si. Lab. Bumi & Antariksa Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Magnitudo Bolometrik Berbagai magnitudo yang telah dibicarakan sebelumnya hanya diukur pada λ tertentu saja.  Perlu didefinisikan magnitudo yang diukur dalam seluruh panjang gelombang, yang disebut magnitudo bolometrik. Rumusan Pogson untuk magnitudo semu bolometrik dituliskan sebagai: mbol = -2,5 log Ebol + Cbol . . . . . . (4-14) Fluks bolometrik E = L 4  d 2 tetapan

Magnitudo mutlak bolometrik diberi simbol Mbol  Darinya dapat diperoleh informasi mengenai energi total yang dipancarkan bintang per detik (luminositas) melalui hubungan: Mbol – Mbol = -2,5 log L/L . . . . . . (4-15) Mbol : magnitudo mutlak bolometrik bintang Mbol : magnitudo mutlak bolometrik Matahari = 4,75 L : Luminositas bintang L : Luminositas Matahari = 3,86 x 1033 erg/det

Magnitudo bolometrik sukar ditentukan karena beberapa panjang gelombang tidak dapat menembus atmosfer Bumi. Cara tidak langsung untuk memperoleh magnitudo bolometrik adalah dengan mem-berikan koreksi pada magnitudo visual bintang. Magnitudo visual: V = -2,5 log EV + CV Magnitudo bolometrik: mbol = -2,5 log Ebol + Cbol

Dari dua persamaan di atas diperoleh: V – mbol = -2,5 log EV / Ebol + C Atau V – mbol = BC . . . . . . (4-16) BC disebut koreksi bolometrik (bolometric correction) yang harganya bergantung pada temperatur atau warna bintang. Koreksi bolometrik dapat juga dituliskan sebagai: mv – mbol = BC . . . . . . (4-17) Mv – Mbol = BC . . . . . . (4-18)

Untuk bintang yang sangat panas atau sangat dingin: sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah ultraviolet atau inframerah, hanya sebagian kecil saja dipancarkan pada daerah visual. koreksi bolometriknya besar. Untuk bintang yang temperaturnya sedang, seperti Matahari: sebagian besar energinya dipancarkan dalam daerah visual hingga perbedaan antara mbol dan V kecil. koreksi bolometriknya mencapai harga terkecil.

Hubungan BC dengan (B – V) Bintang Deret Utama Bintang Maharaksasa B - V 0,00 -0,20 0,40 0,80 1,20 0,05 1,00 1,50 2,00 BC Koreksi bolometrik bernilai minimum (BC = 0) terjadi pada harga B – V = 0,30 Untuk bintang lainnya, apabila B – V diketahui, maka nilai BC dapat ditentukan.

mbol dan Temperatur Efektif L = 4  R2 Tef 4 R 2 E =  Tef4 (4-19) E = L 4  d 2 d  = R d . . . . . . (4-20) R  Radius sudut bintang d Subtitusikan pers. (4-20) ke pers. (4-19) diperoleh: E = 2  Tef4 . . . . . . (4-21)

Subtitusikan pers. (4-22) ke pers. (4-21): E = 2  Tef4 d  R . . . . . . (4-22)  = 2 Garis tengah sudut Subtitusikan pers. (4-22) ke pers. (4-21): E = 2  Tef4 diperoleh:  2 E =  Tef4 . . . . . . (4-23) 2 2  Untuk Matahari: E =  Tef4 . . . . . . (4-24) 2

Bandingkan fluks bintang dengan fluks Matahari:  2 Fluks bintang: E =  Tef4 1/2 1/4 2 Tef  E =  2 Tef  E Fluks Matahari: E =  Tef4 2 Jika dilogaritmakan, diperoleh: log (Tef /Tef) = 0,25 log (E /E) + 0,5 log (/) …… (4-25) Dengan menggunakan rumus Pogson, didapatkan: mbol - mbol = - 2,5 log (E/E) . . . . . . (4-26) Substitusikan pers. (4-26) ke pers. (4-25) untuk memperoleh bentuk: log Tef = log Tef  0,1 (mbol - mbol) + 0,5 (log   log ) . . . . . . (4-27)

Bila nilai-nilai untuk Matahari disubstitusikan ke pers Bila nilai-nilai untuk Matahari disubstitusikan ke pers. (4-27), dapat diperoleh bentuk yang lebih sederhana, yaitu: log Tef = 2,73 – 0,10 mbol – 0,50 log  ……(4-28) dinyatakan dalam detik busur Latihan Dari pengamatan diperoleh bahwa magnitudo semu sebuah bintang adalah mv = 10,4 dengan koreksi bolometrik BC = 0,8. Jika paralaks bintang tersebut adalah p = 0”,001, tentukan luminositas bintang! Sebuah bintang memiliki Tef = 8700 K, Mbol = 1,6 dan mbol = 0,8. Berapakah jarak, radius, dan luminositas bintang tersebut? Magnitudo semu visual bintang  Aql adalah 0,78 dengan temperatur efektif 8400 K. Jika paralaks bintang ini adalah 0”,198 dan diameter sudutnya 2,98x10-3 detik busur, tentukanlah: (i) BC (ii) Mbol (iii) L dan (iv) R!

Diagram Hertzsprung - Russell Pada tahun 1911, seorang astronom Denmark bernama Eijnar Hertzsprung membandingkan hubungan antara magni-tudo & indeks warna di dalam gugus Pleiades dan Hyades. Ejnar Herztprung (1873 – 1967) Henry Norris Russel (1877 – 1957) Kemudian pada 1913, Henry Norris Russell, seorang Ph.D dari Universi-tas Prince-ton, membuat plot hubungan antara magnitudo mutlak & spektrum bin-tang.

Hasil yang mereka peroleh sekarang dikenal sebagai diagram Hertzsprung-Russell atau diagram HR. Diagram HR menunjukkan hubungan antara luminositas (atau besaran lain yang identik, seperti magnitudo mutlak) dan temperatur efektif (atau besaran lain, seperti indeks warna (B - V) atau kelas spektrum). “Dari diagram HR terlihat bahwa bintang yang mempunyai temperatur sama dapat memiliki luminositas yang berbeda”