MATEMATIKA TEKNIK KIMIA Dr. Ir. Setijo Bismo, D.E.A. Dr.rer.nat. Ir. Yuswan Muharam, M.T.
SILABUS Pendahuluan Formulasi problem fisikokimia Teknik penyelesaian model persamaan diferensial biasa (PDB) Teknik penyelesaian model persamaan diferensial parsial (PDP)
REFERENSI Applied Mathematics and Modeling for Chemical Engineers, Rice, 1995 Numerical Methods for Chemical Engineers with MATLAB Applications, Constantinides, 1999. Numerical Methods for Engineers and Scientists, 2nd Edition, Hoffman, 2001 Applied Numerical Methods Using Matlab, Yang, 2005 Numerical Analysis Using MATLAB and Spreadsheets.2ed Ed, Karris, 2004
EVALUASI UTS = 20 % UAS = 30 % Tugas = 30 % Proyek = 20 %
PENDAHULUAN Dr.rer.nat. Ir. Yuswan Muharam, M.T. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknk Universitas Indonesia
DEFINISI MODEL (TERMINOLOGI) “Sebuah objek M (benda, sistem fisika atau kimia, atau proses) adalah model apabila terdapat analogi antara objek M dan objek lain O sehingga kesimpulan mengenai O dapat dibuat”.
DEFINISI MODEL (TERMINOLOGI) Model M Representasi objek O; Taksiran objek O yang diisolasi dari seluruh realitas, Menggambarkan kenyataan atau bagian dari kenyataan. Dapat disederhanakan menjadi bagian dari kenyataan jika perlu kesimpulan tertentu saja.
DEFINISI MODEL (TERMINOLOGI) Keterbatasan analogi model M dan objek O Keterbatasan kesesuaian fungsi, Keterbatasan lesesuaian struktur dan perilaku, Keterbatasan akurasi. Model M dan objek O boleh berbeda skala. Hasil model bagus apabila variabel dan fenomena pentingnya direpresentasikan secara benar dalam konteks atau investagi tertentu.
DEFINISI MODEL (TERMINOLOGI) Analogi antara model M dan objek O dapat dibuat dalam bentuk persamaan matematis. Model matematis menggambarkan seperangkat persamaan aljabar dan/atau diferensial dan/atau integral yang digunakan untuk menjelaskan perilaku objek O.
TUGAS CHEMICAL ENGINEER Mengoperasikan dan mengoptimalkan proses yang ada; Merancang pabrik baru dan memodifikasi pabrik yang ada.
APLIKASI MODEL MATEMATIS DI INDUSTRI KIMIA Percobaan Simulasi Analisis sensitivitas Kendali dan operasi Optimisasi Eksplorasi
KETERBATASAN MODEL MATEMATIS Jenis, jumlah serta keakuratan data; Perkakas matematis; Interpretasi hasil model.
INTERPRETASI HASIL MODEL
PENYUSUNAN DAN KLASIFIKASI MODEL Dr.rer.nat. Ir. Yuswan Muharam, M.T. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknk Universitas Indonesia
PENYUSUNAN MODEL MATEMATIKA Penyusunan model matematika adalah pengesetan seperangkat persamaan matematika. Persamaan matematika adalah hubungan antara variabel proses.
TAHAP-TAHAP PEMODELAN Formulasi persoalan, pengumpulan objektif dan kriteria keputusan; Pengamatan terhadap proses dan klasifikasinya untuk membagi proses menjadi beberapa subsistem (elemen proses); Penentuan hubungan antara subsistem; Analisis variabel dan hubungan antar variabel pada setiap elemen proses;
TAHAP-TAHAP PEMODELAN Pembentukan persamaan matematika dengan menggunakan variabel dan parameter; Pengumpulan data; Pengamatan representasi proses oleh model; perbandingan hasil simulasi dengan data proses nyata; Instalasi model; interpretasi dan pemeriksaan hasil.
TAHAP-TAHAP PEMODELAN Analisis sensitivitas model untuk mengidentifikasi parameter yang berpengaruh kuat dan lemah terhadap respons model; Penyederhanaan model. Tahap 4 – 9 diulang, sampai interpretasi hasil model sesuai dengan kriteria objektif dan solusi yang diharapkan.
KEGUNAAN MODEL Untuk memformulasikan fenomena fisika dan fisikokimia, yaitu perpindahan panas, perpindahan massa dan perpindahan momentum, serta reaksi kimia di dalam sistem homogen dan heterogen. Untuk mendesain operasi perpindahan massa, menghitung penukar panas, merekayasa reaksi kimia, dan mengendalikan proses.
KLASIFIKASI MODEL MATEMATIKA
MODEL BERDASARKAN PRINSIP FISIKOKIMIA Digunakan untuk memformulasi fenomena perpindahan. Proses dibagi menjadi sejumlah elemen proses yang dijelaskan dengan hukum kekekalan massa, momentum, dan energi.
MODEL BERDASARKAN PRINSIP FISIKOKIMIA Model deterministik atau elemen model: Nilai atau seperangkat nilai setiap variabel atau parameter model pada kondisi tertentu telah ditentukan. Model statistik atau elemen model statistik Variabel dan parameter model merupakan besaran statistik, berupa probabilitas atau momen dari fungsi densitas probabilitas. Misalnya Jika fungsi densitas probabilitas P(Y ) berlaku untuk variabel statistik Y, maka P(Y) dY adalah probabilitas variabel tersebut yang berada dalam rentang dY di sekitar Y.
MODEL BERDASARKAN PRINSIP FISIKOKIMIA Klasifikasi berdasarkan jenis persamaan Tingkat kesulitan metode penyelesaian berkurang dari kanan ke kiri.
MODEL PDF Model berbasis persamaan transport dalam bentuk fungsional P(1, . . . , n). Probabilitas menemukan variabel terikat (1, . . . , n) dalam rentang d1, . . . , dn di sekitar fungsi 1(x, t), . . ., n(x, t) adalah P(1, . . . , n)d1, . . . , dn. Memberi informasi statistik proses statistik. Memberi fungsi distribusi variabel proses. Contoh: mekanika statistik, teori kinetik gas, campuran makro dalam distribusi waktu tinggal, distribusi ukuran kristal, distribusi aktivitas pada pelet katalis, dan distribusi umur dan ukuran biakan mikrobiologi.
MODEL EMPIRIS Korelasi respons proses terhadap perubahan satu atau beberapa variabel proses. Contoh: Fitting polinomial pada data eksperimen, respons proses pada pengendalian proses dalam bentuk fungsi transfer pada domain waktu atau frekuensi. Merupakan model statistik karena data diperoleh secara eksperimen dan berisi kesalahan statistik. Memiliki makna terbatas dalam menjelaskan proses atau elemen proses; Misal: prediksi berada di luar rentang percobaan.
MODEL BERDASARKAN PRINSIP FISIKOKIMIA Dr.rer.nat. Ir. Yuswan Muharam, M.T. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia
ILUSTRASI PROSES PEMODELAN Proses pendinginan fluida yang mengalir di dalam pipa berpenampang lingkaran. Dimulai dengan model yang paling sederhana. Menambah tingkat kesulitan untuk meningkatkan keakuratan.
MODEL 1 – ALIRAN SUMBAT Buat sketsa sistem. Plug flow: Profil kecepatan fluida berbentuk plug (merata pada posisi radial). Elemen fluida bercampur sempurna ke arah radial sehingga temperatur fluida merata pada bidang normal terhadap bidang aliran (arah radial).
MODEL 1 – ALIRAN SUMBAT Jika tube tidak panjang atau perbedaan temperatur tidak besar, maka sifat fisik fluida tidak banyak berubah. Asumsi: Keadaan tunak; Sifat fisik fluida (, Cp, k dll) konstan; Temperatur dinding konstan dan merata (tidak berubah ke arah z atau r) dengan nilai Tw; Temperatur inlet konstan dan merata (tidak berubah ke arah r) dengan nilai T0, dimana T0 > Tw; Profil kecepatan berbentuk plug atau datar sehingga merata ke arah z atau r; Fluida bercampur sempurna (turbulen Re > 2100) sehingga temperatur merata ke arah radial; Konduksi termal sepanjang sumbu relatif kecil dibandingkan konveksi.
MODEL 1 – ALIRAN SUMBAT Buat sketsa elemen volume diferensial sistem (fluida alir) atau “volume kontrol."
MODEL 1 – ALIRAN SUMBAT Kembangkan hukum kekekalan energi umum Keadaan tunak akumulasi nol. Tidak ada sumber kimia, nuklir atau listrik tidak ada pembangkit panas. Panas hanya berpindah melalui perimeter elemen akibat perbedaan temperatur antara fluida dan dinding. Laju pengambilan panas menggunakan hukum pendinginan Newton (+)
MODEL 1 – ALIRAN SUMBAT Kembangkan hukum kekekalan energi umum Luas kontak = keliling x panjang. Koefisien perpindahan panas, h konstan. Bar di atas T menyatakan nilai rata-rata antara T(z) dan T (z + z)
MODEL 1 – ALIRAN SUMBAT Kembangkan hukum kekekalan energi umum Sepanjang sumbu, panas masuk dan keluar hanya melalui konveksi (aliran) sehingga Dua suku pertama: laju alir massa x entalpi lokal (temp. rujukan untuk entalpi = 0).
MODEL 1 – ALIRAN SUMBAT Disusun kembali dan dibagi z, diperoleh Dengan menjadi
MODEL 1 – ALIRAN SUMBAT Pengelompokan parameter menjadi satu suku (parameter lumping) menjadi . dimana
MODEL 1 – ALIRAN SUMBAT Persamaan diferensial biasa orde pertama.
MODEL 2 – KECEPATAN PARABOLIK Jika aliran lebih lambat (Re < 2100), kecepatan berbentuk parabola. v0 = kecepatan rata-rata vz = kecepatan lokal (variatif). Asumsi 5, 6, dan 7 dimodifikasi: Profil kecepatan arah z berbentuk parabola dan tergantung pada posisi r. Fluida tidak tercampur sempurna ke arah radial sehingga konduksi panas radial diperhitungkan. Karena konveksi lebih kecil, konduksi panas aksial dipertimbangkan.
MODEL 2 – KECEPATAN PARABOLIK Volume kontrol berbentuk cincin dengan tebal r dan panjang z; Panas melewati dua permukaan, area anular yang normal terhadap aliran fluida, dan area sepanjang keliling cincin; Fluks panas (laju per satuan luas normal) menggunakan konduksi molekular.
MODEL 2 – KECEPATAN PARABOLIK Laju bersih pembentukan (pelepasan) panas oleh konduksi = fluks x luas area normal terhadap arah fluks. Hukum kekekalan panas elemen volume
MODEL 2 – KECEPATAN PARABOLIK Dua koordinat posisi proses diferensiasi parsial, misalnya disusun kembali dan dibagi dengan 2zr .
MODEL 2 – KECEPATAN PARABOLIK Dengan limit, diperoleh Turunan terhadap z menunjukkan nilai r konstan, sehingga r dapat ditempatkan di luar suku; dengan membagi dengan r dan menata kembali, diperoleh
MODEL 2 – KECEPATAN PARABOLIK Substitusi hukum Fourier dan uz ke diperoleh Persamaan diferensial parsial orde dua
GABUNGAN LAJU DAN KESETIMBANGAN Contoh: adsorpsi menggunakan unggun padat granular. Adsorpsi lebih cepat dibandingkan difusi internal, sehingga pada dan dekat partikel terjadi kesetimbangan lokal. q = komposisi rata-rata fasa padat (mol solut teradsorpsi per satuan volume partikel), C* = komposisi solut (mol solut per satuan volume fluida), yang setimbang. Asumsi: Pengontrol laju: laju perpindahan antara fasa mengalir dan fasa diam (padat).
GABUNGAN LAJU DAN KESETIMBANGAN Konsep aliran sumbat profil kecepatan fluida datar. Adsorbat di dalam fluida encer efek panas diabaikan (isotermal). Partikel sangat kecil efek difusi aksial diabaikan transportasi fasa fluida disebabkan aliran konveksi.
GABUNGAN LAJU DAN KESETIMBANGAN Transportasi antarfasa mengikuti hukum laju yang berangkat dari keadaan kesetimbangan termodinamika. Luas antarfasa total tidak diketahui koefisien perpindahan volumetrik (kca); a = luas antarfasa total per satuan volume kolom paking. Persamaan laju inkremental .
GABUNGAN LAJU DAN KESETIMBANGAN Neraca solut di kedua fasa Vo: kecepatan superfisial fluida (terjadi jika tube kosong); : fraksi volume kosong di antara partikel (volume kosong interstitial) (1 - ): fraksi volume fasa padat; Laju akumulasi: fasa fluida (C) dan fasa padat (q). Pembagian dengan Az dan limit menghasilkan
GABUNGAN LAJU DAN KESETIMBANGAN Neraca solut di fasa diam saja Tidak ada reaksi kimia; Laju akumulasi sama dengan laju perpindahan ke padatan Dibagi dengan A z Jika kesetimbangann dicapai C C* .
GABUNGAN LAJU DAN KESETIMBANGAN Substitusi menghasilkan Kondisi batas .
PROSEDUR PEMODELAN Gambar sketsa sistem dan definisikan besaran kimia, fisika dan geometri. Pilih variabel terikat (respons). Pilih variabel bebas (misal z, t). Buat daftar parameter (konstanta fisik, ukuran dan bentuk); buat pula daftar parameter tak konstan (misal viskositas yang berubah terhadap temperatur). Gambar sketsa perilaku variabel terikat, seperti profil temperatur yang diharapkan. Buat “volume kontrol" untuk elemen diferensial atau berhingga sistem (misal CSTR); buat sketsa elemen dan indikasikan semua lintasan masuk dan keluarnya.
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA - PROBLEM NILAI AWAL Dr.rer.nat. Ir. Yuswan Muharam, M.T.
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA (PDB) Persamaan diferensial untuk fungsi yang hanya tergantung pada satu variabel Ruang (x, y, z, r) Waktu (t). Solusi PDB: Kondisi awal (problem nilai awal); Kondisi batas (problem nilai batas).
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA (PDB) Problem nilai awal: jika semua kondisi berada pada satu titik dan dapat diintegrasi mulai dari titik tersebut. Problem nilai batas dua titik: jika pada satu titik terdapat satu atau lebih kondisi dan pada titik lain terdapat satu atau lebih kondisi yang lain. Contoh problem PDB: kontrol parameter, kinetika di dalam reaktor batch, reaktor alir sumbat.
KLASIFIKASI PDB Dasar klasifikasi: Orde, Kelinearan, Kondisi batas.
KLASIFIKASI BERDASARKAN ORDE Orde persamaan diferensial = orde tertinggi dari derivat (turunan). Orde pertama: Orde kedua: Orde ketiga:
KLASIFIKASI BERDASARKAN KELINEARAN Linear: tidak mengandung perkalian variabel terikat, derivatnya atau keduanya. Tak linear: mengandung perkalian variabel terikat atau derivatnya atau keduanya. Linear: Tak Linear:
KLASIFIKASI BERDASARKAN KONDISI BATAS Problem nilai awal: Semua nilai variabel terikat dan/atau turunanya diketahui pada nilai awal variable bebas. Problem nilai batas: Variabel terikat dan/atau turunannya diketahui pada lebih dari satu variabel bebas.
KLASIFIKASI BERDASARKAN KONDISI BATAS PDB orde ke-n: R(x) = 0 homogen. R(x) 0 tak homogen. Koefisien {bi | i = 1, 2, …, n} koefisien variabel jika fungsi dari x; koefisien konstan jika skalar.
KLASIFIKASI BERDASARKAN KONDISI BATAS Untuk mendapatkan solusi sebuah PDB orde ke-n atau sejumlah n PDB orde pertama, diperlukan spesifikasi n nilai variabel terikat (turunannya) pada nilai-nilai tertentu variabel bebasnya.
SOLUSI PDB - PROBLEM NILAI AWAL Dr.rer.nat. Ir. Yuswan Muharam, M.T.
KUADRATUR Hanya satu PDB (linear atau tidak linear) Pemisahan variabel: Jika dapat diselesaikan secara analitik solusi eksak.
KUADRATUR Misal: problem kinetika untuk reaksi orde dua Pemisahan variabel dan integrasi: Kondisi batas menghasilkan:
METODE EKSPLISIT Jika nilai y pada tn diketahui, maka perhitungan vektor y pada waktu berikutnya tn +1 hanya memerlukan nilai vektor y yang diketahui tersebut serta turunannya dy/dt = f(y) pada waktu tn (dan waktu sebelumnya).
METODE EKSPLISIT Integrasi numeris PDB dapat dilakukan jika sistem terdiri dari n PDB orde pertama simultan dalam bentuk: Bentuk kanonis
METODE EKSPLISIT Apabila kondisi awal diberikan pada titik x0: Solusinya:
METODE EKSPLISIT Dalam bentuk matriks
METODE EKSPLISIT Persamaan diferensial orde tinggi dapat diubah menjadi seperangkat persamaan orde satu. Caranya?
METODE EKSPLISIT Transformasi
n persamaan orde pertama METODE EKSPLISIT substitusi n persamaan orde pertama bentuk kanonis
METODE EKSPLISIT Jika sisi kanan PDB bukan fungsi variabel bebas, maka disebut persamaan otonom. Jika f(y) linear terhadap y, maka dapat ditulis: y’ = Ay
METODE EKSPLISIT Ubah persamaan berikut ke bentuk kanonisnya!
METODE EKSPLISIT Metode Euler Metode Adam-Bashford Runge-Kutta
METODE EULER Bentuk kanonis: Diferensial: Nilai rata-rata f pada h adalah f(y(tn)).
METODE EULER - CONTOH Contoh: Dekomposisi nitrogen dioksida di dalam reaktor alir sumbat dengan laju reaksi Konstanta laju reaksi pada 383°C = 5030 ml/mol/detik. Asumsi: Difusi aksial sangat kecil sehingga diabaikan, Profil kecepatan berbentuk plug. Hitung profil konsentrasi keadaan tunak pada temperatur konstan!
METODE EULER - JAWAB Neraca massa u = kecepatan, S = luas penampang lintang reaktor.
METODE EULER - JAWAB Bagi dengan z dan susutkan elemen menjadi nol (limit) Kondisi awal: Solusi analitik:
METODE EULER - JAWAB Kalikan sisi kiri dengan S/S Jadikan persamaan tak-berdimensi
METODE EULER - JAWAB Metode Euler: Jika h = 0,2
METODE EULER - JAWAB
METODE EULER - LATIHAN Selesaikan PDB di bawah dengan menggunakan metode Euler!
METODE EULER - JAWABAN tn yn f(yn) t f(yn)
METODE ADAM-BASHFORD Orde kedua: Orde keempat:
METODE ADAM-BASHFORF - LATIHAN Selesaikan PDB di bawah dengan menggunakan metode Adam-Bashford orde-keempat!
METODE EKSPLISIT Metode eksplisit orde tinggi perlu solusi (sisi kanan) yang dievaluasi pada waktu-waktu sebelumnya. Evaluasi mudah dilakukan kecuali pada permulaan evaluasi gunakan metode Euler dengan ukuran tahap yang sangat kecil selama beberapa tahap untuk mendapatkan nilai-nilai permulaan. Keuntungan metode Adam – Bashford orde keempat: Hanya menggunakan satu evaluasi fungsi per tahap, Akurasi orde tinggi. Kelemahan metode Adam – Bashford orde keempat: Perlu metode lain untuk memulai.
METODE RUNGE-KUTTA Skema titik tengah: titik tengah digunakan untuk menghitung titik tak diketahui pada tn + 1; Argument yn + (h/2)fn = slope pada tn + (h/2), titik tengah antara tn dan tn + 1.
METODE RUNGE-KUTTA Skema korektor predictor-trapezoid Euler.
METODE RUNGE-KUTTA-GILL Orde ke-empat; Paling banyak digunakan karena memerlukan sedikit memori komputer; Ditulis dalam bentuk vektor untuk sistem PDB;
METODE RUNGE-KUTTA-GILL
METODE RUNGE-KUTTA-FELDBERG Orde ke-enam Nilai yn+1 – zn+1 merupakan taksiran error untuk yn+1
LATIHAN METODE RUNGE-KUTTA Selesaikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta-Gill! Gunakan h = 0,01!