Cincau Cincau adalah gel serupa agar-agar yang diperoleh dari perendaman daun di dalam air. Tanaman ini termasuk familia Menispermaceae. Tempat tumbuh tanaman ini dari dataran rendah sampai 800 meter di atas permukaan laut. Hidup liar di semak belukar atau pinggir hutan tempat terbuka. Kadang-kadang ditanam orang di pagar atau dirambatkan pada pohon di ladang. Kata cincau sendiri berasal dari dialek Hokkian sienchau (Hanzi: 仙草, pinyin: xiancao) yang lazim dilafalkan di kalangan Tionghoa di Asia Tenggara. Cincau pada dasarnya sama sekali tidak berkalori, karena merupakan komponen serat larut tak cerna. Nilai kalorinya sangat ditentukan oleh kalori bahan campuran yang ditambahkan saat kita menyantapnya, seperti santan, sirup, dan gula. Oleh karena itu cincau cocok dijadikan santapan diet untuk mengenyangkan perut. Di Indonesia ada dua jenis cincau. Yang pertama adalah cincau hitam yang lazim dijual sebagaimana di Cina, Korea, ataupun negara-negara Asia Tenggara lainnya. Yang kedua adalah cincau hijau yang banyak diproduksi di Bandung Jawa Barat. Cincau paling banyak digunakan sebagai komponen utama minuman penyegar (misalnya dalam es cincau atau es campur). Cincau memiliki efek penyejuk serta peluruh (diuretik). Cincau hitam dan cincau hijau, keduanya berbeda dalam hal warna, cita-rasa, penampakan, bahan baku, dan cara pembuatan. Tapi, kedua cincau tersebut rasanya enak, kenyal, dan hampir menyerupai agar-agar. Bahan baku utama cincau hitam adalah tanaman yang di Jawa dikenal dengan nama janggelan (Mesona palustris BL). Di Cina, bahan baku cincau hitam adalah ekstrak daun Mesona procumbens H yang telah dikeringkan, bentuknya mirip janggelan. Tanaman janggelan merupakan tanaman perdu, tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 150-1.800 meter dari permukaan laut. Membuat cincau hijau, sangat mudah, seperti yang biasa dilakukan nenek moyang kita. Yakni cuci daun cincau yang dipetik dari tangkai, direndam dalam air, diremas-remas, kemudian didiamkan selama 24 jam (sampai terbentuk agar-agar). Tujuan mendiamkan semalam adalah untuk memberi kesempatan pada hidrat arang mengikat air sebanyak-banyaknya. Secara tradisional, cincau telah dimanfaatkan penduduk asli berbagai belahan dunia sebagai bahan obat. Di Indocina, khususnya Laos dan Vietnam, cincau digunakan untuk meredakan maag dan gangguan perut lainnya seperti sembelit, perut kembung, dan diare. Penduduk semenanjung Malaysia memanfaatkannya sebagai obat demam. Di Papua Nugini, selain untuk turun panas, cincau digunakan sebagai obat batuk dan sakit kepala. Di Jawa, cincau yang sering disebut juga cao atau janggelan dipercaya dapat mendinginkan kandungan, yang diyakini bisa mempercepat terjadinya kehamilan pada pasangan kurang subur. Cincau sering pula digunakan untuk membangkitkan nafsu makan. Penduduk India mengenal cincau untuk pengobatan radang rematik, sakit perut, dan perut kembung karena masuk angin. Kebiasaan memberikan cincau kepada penderita demam tyfus diharapkan dapat membantu menurunkan demam dan mengurangi efek buruk akibat meningkatnya suhu badan. Cincau baik yang hijau atau yang hitam, lumayan populer sebagai salah satu makanan untuk meredakan tekanan darah tinggi. Biasanya diminum dengan tambahan sedikit madu atau sirup, agar rasanya tidak hambar.