Bea Peralihan Hak atasTanah dan Bangunan (BPHTB) Subyek dan Obyek BPHTB Pengantar Kita sering mendengar atau pernah melakukan transaksi pengalihan atas rumah, tanah, ruko atau rukan. Apalagi kalau kita saat ini sedang mencari rumah, ruko atau rukan dll. Pada saat pengalihan tersebut seringkali kita disibukkan dengan proses administrasi yg banyak dan rumit. Seperti over kredit, balik nama, peralihan nama sertifikat dll. Ketika pusing dengan hal-hal seperti itu dalam pikiran kita muncul pertanyaan prosedur yang benar dan cepat seperti apa? Pertanyaan berikutnya muncul adalah, apakah pada saat pengalihan tanah tersebut dikenakan pajak? Obyek apa saja yg dikenakan pajak 0% dan siapa saja yang dikenakan pajak itu?
2. Dasar hukum Dalam UU No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.20 Tahun 2000 yang dimaksud dengan PHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dasar hukum BPHTB antara lain: a. UU No.21 tahun 1997 jo UU No.20 tahun 2000 tentang Bea Peralihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan; b. Peraturan Menteri Keuangan No.33/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilao Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak c. Peraturan Pemerintah No. 111 s/d 114 Tahun 2000 d. Keputusan Menteri Keuangan No. 514 s/d 519/KMK.04/2000 tentang Pengurangan BPHTB e. Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-08/PJ.6/2001 tentang Penjelasan Ketentuan Pemberian Pengurangan BPHTB.
3. Subyek dan obyek BPHTB Subyek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah atau bangunan. Dengan kata lain subyek BPHTB adalah pihak yang penerima pengalihan hak baik itu badan atau orang pribadi. Subyek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak (Pasal 4). Obyek pajak adalah peroleh hak atas tanah atau bangunan yaitu terhadap peristiwa hukum atau perbuatan hukum atas transaksi/peralihan haknya yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru (pasal 2). Perolehan tersebut meliputi: A. Pemindahan hak karena: 1) jual beli 2) tukar menukar 3) hibah 4) hibah wasiat 5) waris 6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukumnya lainnya 7) pemisahan hak yg mengakibatkan peralihan 8) penunjukan pembeli dalam lelang 9)pelaksanaan putusan hakim yg mempunyai kekuatan hukum tetap
10) penggabungan usaha 11) peleburan usaha 12) pemekaran usaha 13) hadiah B. Pemberian hak baru karena : 1) kelanjutan pelepasan hak 2) diluar pelepasan hak Hak atas tanah yang dimaksud adalah : Hak milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak pakai Hak milik atas satuan rumah susun 6) Hak pengelolaan
4. Bukan obyek BPHTB Berdasarkan pasal 3 UU BPHTB obyek yang tidak dikenakan pajak adalah obyek yang diperoleh: a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yaitu tanah /bangunan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik pusat dan daerah dan kegiatan yg semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintahan dan jalan umum. c. Badan atau perwakilan organisasi internasional, baik pemerintah maupun non pemerintah yang diterapkan dengan keputusan menteri keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. Konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut UU Pokok Agraria termasuk pengakuan hak oleh pemerintah contoh: - Hak Guna Bangunan menjadi Hak milik tanpa ada perubahan nama. - Bekas tanah hak milik adat dengan bukti surat Girik atau sejenisnya menjadi hak baru. f. Orang pribadi atau badan karena wakaf yaitu perbuatan hukum orang pribadi atau badan yg memisahkan sebagian dari harta kekayaannya berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya demi kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun. g. Orang pribadi atau badan yg digunakan untuk kepentingan ibadah.
TATA CARA PENGENAAN BPHTB 1. Pengantar Setelah kita mengetahui pengalihan apa saja yg menjadi obyek BPHTB langkah berikutnya adalah menghitung berapa BPHTB yang harus dibayar ketika akan melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Langkah-langkah penghitungan merupakan bahasan selanjutnya
Tarif yg diterapkan dalam BPHTB adalah tarif tunggal sebesar 5% Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP BPHTB adalah nilai perolehan obyek Pajak (NPOP) sebagaimana diatur dalam pasal 6. No Jenis transaksi NPOP Jual beli Tukar menukar Hibah Hibah wasiat Pemasukan dlm perseroan atau badan hukum lainnya Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak Penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha Hadiah. Penunjukkan kembali dalam lelang Harga transaksi Nilai pasar Harga transaksi yg tercan tum dlm risalah lelang
Apabila Nilai Perolehan Obyek Pajak lebih rendah daripada NJOP PBB maka yg digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah NJOP (PBB) tetapi tidak berlaku untuk perolehan hak dari pelelangan. Contoh: Wajib pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan obyek Pajak (harga transaksi) Rp 29.000.000 Nilai Jual Obyek Pajak Bumi dan Bangunan tersebut digunakan dalam pengenaan PBB adalah sebesar Rp 35.000.000 maka dipakai sebagai dasar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah Rp 35.000.000 bukan Rp 29.000.000 2. Pada tgl 2 Januari 1998 Wajib pajak “A” membeli tanah dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Rp 24.000.000. Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 30.000.000. Karena NPOP berada di bawah NPOPTKP maka perolehan hak atas tanah tersebut dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Dalam perhitungan BPHTB Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Menkeu melalui Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak setempat untuk setiap Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Pemda ybs setempat paling lambat satu bulan sebelum tahun pajak dimulai dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian regional diatur dalam PPNo.113 Tahun 2000 jo KMK No.515/KMK.04/2000. Contoh NPOPTKP untuk transaksi jual beli daerah Tangerang adalah sebesar Rp 30.000.000 sedangkan DKI Jakarta adalah sebesar Rp 60.000.000 Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan menetapkan besarnya Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak secara regional dengan Ketentuan: Untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yg masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberi hadiah wasiat suami/istri ditetapkan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)
b. Untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 03/Permen/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan melalui KPR Bersubsidi dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 7/Permen/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permuki man dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan melalui KPR Sarusun Bersubsidi ditetapkan sebesar Rp 49.000.000 (empat puluh sembilan juta rupiah). Untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yg diterima pelaku Usaha kecil atau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah untuk memperkuat Penjaminan Kredit bagi usaha mikro dan kecil ditetapkan sebesar Rp 10.000.000. (sepuluh juta rupiah) d. Untuk memperoleh hak perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c ditetapkan paling banyak Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah)
e. Dalam hal Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar dari pada perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b maka nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena pajak untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan sama dengan Nilai Perolehan Obyek pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan pada huruf d. f.Dalam hal Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf lebih besar dari pada nilai Perolehan obyek Pajak Tidak Kena Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c maka Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf c ditetapkan sama dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan pada huruf d.
CARA PENGHITUNGAN PAJAK (BPHTB) Formula penghitungan BPHTB sebagai berikut BPHTB = 5% X (NPOP – NPOPTKP) ATAU BPHTB = 5% X (NJOP – NPOPTKP) Penjelasan rumus: BPHTB = Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan NPOP = Nilai Perolehan Obyek Pajak NPOPTKP = Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak NJOP = Nilai Jual Obyek Pajak (ada dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PBB
Ada ketentuan khusus berkaitan dengan pembayaran BPHTB yaitu pembayaran sebesar 50% dan BPHTB terutang adalah untuk perolehan sbb: 1. Perolehan karena waris, hibah wasiat adalah 50% dan seharusnya terutang (PP No.111 tahun 2000) 2. Perolehan Hak Pengelolaan selain kementerian dan lembaga negara/ pemerintah, Pemda dan Perum Perumnas (PP No.112 tahun 2000) Sedangkan pemberian hak pengelolaan kepada kementerian, lembaga Pemerintah non kementerian, pemda dan lembaga lainnya dan Perum Perumnas BPHTB yang harus dibayar adalah sebesar 0% dari BPHTB Terutang. Contoh Penghitungan BPHTB Tuan Anton pada 2 Agustus 2009 membeli sebidang tanah di Jalan Pendawa seharga Rp 100.000.000 sedangkan NJOP atas tanah tersebut adalah Rp 98.000.000 maka BPHTB terutang adalah: Nilai Perolehan Obyek Pajak ……………………………………..Rp 100.000.000 NPOPTKP …………………………………………………………….Rp 60.000.000 Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak ………………………Rp 40.000.000 BPHTB terutang =5%x Rp40.000.000…………………………….Rp 2.000.000
2. Saat dan tempat pajak terutang Saat terutang pajak atas Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: a. Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris, meliputi : jual beli, tukar- menukar, hibah, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisa-han hak yg mengakibatkan peralihan: penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah; b.Sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang untuk lelang c.Sejak tanggal putusan pengadilan yg mempunyai kekuatan hukum yang tetap dalam hal sudah keputusan hakim; d.Sejak tanggal yg bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor pertanahan meliputi: hibat wasiat dan waris e. Sejak tanggal ditandatangi dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak meliputi: pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak dan pemberian hak baru, diluar pelepasan hak.
3. Tempat terutang Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau Propinsi meliputi letak tanah dan atau bangunan. 4. Tempat dan saat pembayaran BPHTB Pajak yg terutang dibayar ke kas negara melalui kantor pos dan atau bank BUMN/D atau tempat pembayaran lain yg ditunjuk Menteri Keuangan di wilayah kabupaten/kota yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. Sarana yg digunakan untuk menyetor BPHTB yaitu Surat Setoran BPHTB (SSB).Kewajiban membayar sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan sebelum: a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangi oleh PPAT/Notaris b. Risalah lelang untuk pembeli ditandatangani oleh pejabat lelang c. Dilakukan pendaftaran hak oleh kepala kantor pertanahan dalam hal: - Pemberian hak baru -Pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim, hibah wasiat atau waris.
5. Ketetapan Pajak a. Surat Ketetapan BPHTB Setiap peraturan perpajakan biasanya dilengkapi dengan instrumen sanksi. begitu pula dengan BPHTB. Dalam UU No.21 Tahun 1997 jo UU No. 20 Tahun 2000 terdapat instrumen sanksi pada pasal 19. Penerapan sanksi ini dilakukan dnegan penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak. Dirjen Pajak setelah melalukan pemeriksaan lapangan ataupun kantor menerbitkan: - Surat ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar apabila jumlah pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. - Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, apabila jumlah pajak yg dibayar sama dengan jumlah pajak terutang. - Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan KurangBayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar.
Sanksi adm berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu palingl ama 24 bulan, dapat dikenakan apabila hasil pemeriksaan menyatakan kurang bayar, sanksi ini dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar. Dirjen Pajak masih dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila dalam jangka waktu lima tahun sejak pajak terutang ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar. Sanksi adm yang dikenakan berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
b. Contoh pengenaan Surat Ketetapan BPHTB Pak Niko membeli rumah di Jalan Nako Jaksel pada tanggal 23 Februar 2008 dengan harga beli sebesar Rp 100.000.000. Pada saat penandatanganan oleh Notaris BPHTBnya telah dibayar oleh pembeli sebesar Rp 2.000.000 Berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata nilai pembelian adalah sebesar Rp 150.000.000 dan seharusnya terutang BPHTB sebesar Rp 4.500.000. Oleh karena kurang bayar tersebut dikeluarkan SKBKB pada tanggal 20 April 2008. Berapa jumlah BPHTB kurang bayar? Jawab: Terutang (berdasarkan pemeriksaan)…………………….Rp 4.500.000 BPHTB telah dibayar………………………………………..Rp 2.000.000 BPHTB kurang bayar……………………...………………. Rp 2.500.000 Sanksi bunga 2 bulan x2% x Rp 2.500.000…..……….. Rp 100.000 BPHTB yg masih harus dibayar adalah Rp 2.600.000. Pembayaran SKPKB ini menggunakan sarana Surat Setoran BPHTB.
2. Surat tagihan BPHTB Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (STB) apabila: a. Pajak yang terutang tidak atau kurang bayar b. Dari hasil pemeriksaan kantor Surat Setoran Bayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung. c. Wajib pajak dikenakan sanksi berupa denda dan atau bunga. Sanksi adm dikenakan denda berupa bunga 2% sebulan jangka waktu paling lama 24 bulan sejak terutangnya pajak. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan mempunyai kekuatan hukum yang sama dnegan surat ketetapan pajak sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan surat paksa.
Dasar penagihan pajak meliputi Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yg menyebabkan jumlah Pajak yg harus dibayar bertambah. Jangka waktu pelunasan pajak yang Harus dibayar tersebut adalah paling lama satu bulan sejak diterima wp. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan hal di atas, apabila tidak atau kurang bayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat paksa yaitu Surat Perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajk Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku UU No. 19 Tahun 2000.
HAK-HAK WAJIB PAJAK Keberatan Dalam pembahasan sebelumnya penekanannya adalah kewajiban wp. Apabila anda seorang wp anda pasti akan bertanya apakah wp mempu nyai hak. Hak apa saja yang diberikan oleh UU berkaitan dengan pe laksanaan peraturan BPHTB. Untuk memperoleh kejelasan berikut ini diberikan penjelasan. Wp dapat mengajukan keberatan hanya kepada Dirjen Pajak atas suatu: a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB); b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar (SKBLB) d. Surat Ketetapam Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil (SKBN)
e. Syarat pengajuan keberatan 1) Diajukan secara tertulis dengan Bahasa Indonesia 2) Mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan wp dengan disertai alasan yg jelas dengan mengemukakan data atau bukti bahwa jumlah pajak terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar. 3) Diajukan dalam jangka waktu paling lama tiga bulan sejak tgl diterima dibuktikan dengan tanda terima dari DJP ataupun tanda pengiriman pos tercatat dari kantor pos, surat ketetapan kecuali apabila wp dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya misalnya sakit atau karena musibah.
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak perlu dipertimbangkan. Dirjen Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima. Sebelum surat keputusan diterbitkan, wp dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis. Keputusan Dirjen Pajak dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besar jumlah pajak terutang. Jika tidak ada keputusan hingga jangka waktu tersebut lewat maka keberatan dianggap dikabulkan. Apabila wp masih keberatan dengan keputusan Dirjen Pajak maka dapat diajukan banding ke Pengadilan Pajak. Permohonan banding diajukan tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama tiga bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri salinan surat keputusan tersebut. Permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayarn pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak pembayaran yg menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding. 2.Pengurangan Selain keberatan wp juga dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB apabila terjadi peristiwa sebagai berikut (KMK No.87/KMK.03/2002) a. Kondisi tertentu wp yg ada hubungan dengan obyek pajak yaitu: 1) Wp op yg memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomi misal SHM tanah kolektif dari BPN. 2) WP badan yg memperoleh hak baru selain hak pengelolaan telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan wp dan keterangan dari pejabat pemda setempat.
3) wp op yg menerima hibah dari op yg mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus derajat ke atas atau satu derajat ke bawah. 4) Wp op yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Susun Sederhana serta Rumah Sangat Sederhana (RSS) yang diperoleh langsung dari pengembang dan dibayar secara angsuran. 2. Kondisi wp yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu yaitu: a. Wp memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yg nilainya di bawah Nilai Jual Obyek Pajak. b. WP yg memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yg dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yg memerlukan persyaratan khusus. c. wp yg terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yg berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga wp harus melakukan restrukrisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
d. Wp Bank Mandiri yg memperoleh hak atas tanah yang berasal dari BBD, BDN, Bapindo dan Bank Exim dalam rangkaian proses penggabungan usaha (merger). e. WP melakukan penggabungan usaha (merger) atau peleburan, usaha konsolidasi dengan atau tanpa terlebih dulu mengadakan likuiditas dan telah memperoleh persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Dirjen Pajak. f. WP yg memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yg berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kebakaran, banjir tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak penandatangan akta. g. Wp op veteran, PNS, TNI, Polri, beserta pensiunannya atau janda/dudanya yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah.
3. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yg semata-mata tidak mencari keuntungan. Misalnya tanah dan atau bangunan yg digunakan antara lain, untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, pesantren, sekolah yg tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta institusi pelayanan sosial masyarakat. Besarnya pengurangan pajak BPHTB ditetapkan sbb: a. sebesar 25% dari pajak yg terutang untuk wp sebagaimana dimaksud 2 a angka 4). b. sebesar 50% dari pajak yg terutang untuk wp sebagaimana dimaksud dalam kondisi yg berhubungan dengan obyek pajak, kondisi 2 angka 2), 3) serta kondisi wp yg ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu angka a, b, f, g dan huruf 3. c. sebesar 75% dari pajak yang terutang untuk wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam kondisi 2 a angka 1) dan 2 huruf b angka 3) dan 7). d. sebesar 100% dari pajak yg terutang untuk wp pajak sebagaimana dimaksud huruf 2 b angka d.
Pejabat yg berwenang atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan BPHTB adalah: Kepala Kantor PBB sebagaimana dimaksud dalam kondisi 2a dan kondisi 2b,a, b, f dan g serta kondisi (dalam hal pajak yg terutang paling banyak) Rp 2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah) b. Kepala kanwil DJP sebagaimana dimaksud dalam kondisi 2a dan huruf 2b angka a, b, f, dan g serta huruf c dalam hal pajak yg terutang lebih dari Rp 2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah) c. Dirjen Pajak untuk kondisi wp yg melakukan restrukrisasi usaha karena kebijakan pemerintah dan merger dengan persetujuan DJP.
4. Pengurangan kelebihan pembayaran BPHTB Wp dapat mengajukan usul permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada DJP antara lain dalam hal: a. Pajak yang dibayar lebih besar daripada yg seharusnya terutang. b. Pajak yg terutang yang dibayarkan oleh wp sebelum akta ditanda- tangani namun perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut batal. Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas maka pengembalian kelebihan dapat diberikan karena: a. Pengajuan permohonan pengurangan yang dikabulkan/diterima. b. Pengajuan keberatan/banding yg dikabulkan baik sebagian maupun seluruhnya. c. Pajak yang dibayar lebih besar dari yang seharusnya terutang. d. Terlanjur bayar tetapi hak perolehannya batal. e. Perubahan peraturan atau undang-undang yaang berlaku.
Dirjen Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak diterimanya permohonan harus memberi keputusan, dapat menerbitkan SKBKB atau berupa kelebihan bayar dengan menerbitkan SKBLB atau SKBN. Permohonan kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan apabila Jangka waktu 12 bulan terlampaui. SKBLB harus diterbitkan dalam jangka Waktu paling lama satu bulan. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu Paling lama dua bulan sejak diterbitkannya SKBLB. Apabila pengembalian Kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat dua bulan, Dirjen Pajak Memberikan imbalan berupa bunga sebesar 2% sebulan atas keterlambatan Pembayaran kelebihan pembayaran pajak.