Peta Paradigma dalam Penelitian Sosial (Disarikan dari berbagai sumber metodologi penelitian sosial)
Paradigma Mengacu pada pokok-pokok pikiran Thomas S. Kuhn. Secara etimologis, paradigma berasal dari kata-kata dalam bahasa Yunani para "disamping", atau "berdampingan" dan deigma “contoh“. Oleh Thomas S. Kuhn, Paradigma juga disebut contoh (exemplar) atau " matriks disipliner" (disciplinary matrix). Sesuai dengan makna deigma atau exemplar, Selaras dengan arti "matriks" dan " disiplin", paradigma merupakan kerangka keyakinan (belief framework) atau komitmen intelektual yaug memberi batasan tentang masalah dan prosedur serta metode penyelesaiannya
Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh. Baker (Moleong, 2005 : 49), paradigma sebagai ‘seperangkat aturan (tertulis atau tidak tertulis) yang melakukan dua hal : 1. Hal itu membangun atau mendefinisikan batas – batas 2. Hal itu menceritaakan pada Anda bagaimana seharusya melakukan sesuatu di dalam batas – batas itu agar bisa berhasil
Peta perbedaan tiap-tiap Paradigma Penelitian sosial PETA PARADIGMA Ontological Question : Apa karakteristik dan bagaimana bentuk realitas Epistimological Question : Asumsi yang mempertanyakan bagaimana cara mendapatkan pengetahuan Axiological Question : Mempertanyakan Peranan sistem nilai dalam suatu penelitian Methodological Question : Mempelajari teknik dalam menemukan pengetahuan
Paradigma Positivisme Menggunakan logika dan sistematika model penelitian natural science dalam penelitian sosial Menolak hal-hal yang bersifat metafisik dan oposisi dari ajaran teologis yang bersifat dogmatis Tujuan ilmu pengetahuan hanya menjelaskan apa yang nyata dan terukur Semua pengetauan datang dari pengalaman yang dapat diketahui dan dari realitas yang tidak dapat berubah Metode, konsep, dan aturan-aturan yang dipakai dalam kajian dan penelitian natural science harus diaplikasikan untuk mengkaji kehidupan sosial kemasyarakatan
Asumsi Ontologis Paradigma Positivisme Realitas sosial berada “diluar sana”. Dan diatur oleh hukum-hukum alam yang kekal. Ilmu pengetahuan hanya berurusan untuk menemukan realitas itu bekerja. Dan tugas akhir ilmu pengetahuan adalah untuk memprediksi dan mengontrol fenomena sosial/fisik. Realitas sosial merupakan suatu obyek yang given dan fixed ‘tak berubah’ dan dapat dipelajari entitasnya secara obyektif. Realitas sosial dapat diketahui dalam arti sesungguhnya
Asumsi Epistemologis Paradigma Positivisme “Dualis dan objectivist”. Dualisme berarti para peneliti dan objek kajian terpisah dan independen satu sama lain. Sedangkan objectivitas berarti antara peneliti dan yang diteliti tidak saling mempengaruhi, penelitian dilakukan seolah-olah hanya satu arah, tidak ada interaksi antara keduanya, jadi tidak ada keraguan bahwa sistem nilai yang dianut para peneliti akan mempengaruhi objek kajian, begtu juga sebaliknya.
Asumsi Aksiologis Paradigma Positivisme Value free; artinya hubungan antara peneliti dengan objek kajian, individu, atau komunitas adalah bebas nilai, mksdnya bahwa sistem nilai yang dianut oleh para peneliti harus tidak mempengaruhi penelitian yang sedang dilakukan, begitupula sistem nilai yang dibawa oleh responden (objek kajian), tidak mempengaruhi kegiatan penelitian, dengan demikian hasil penelitian adalah objektif
Asumsi metodolog Paradigma Positivisme “experimental dan “manipulatif” : pertanyaan dan atau hipotesis diformulasikan sebelum pengumpulan data, mengikuti setting “natural sscience” yang mengikuti proses deduktif
Paradigma [Teori] Kritis Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Hokheimer pada tahun 30-an. Awalnya teori kritis berarti pemaknaan kembali gagasan-gagasan ideal modernitas berkaitan dengan nalar dan kebebasan Paradigma kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yang meletakkan epistemologi kritik Marxisme dalam seluruh metodologi penelitiannya(Denzin, 2000: 279-280). Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan Teori Kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubahnya.
Ada beberapa karakteristik utama Pertama adalah ciri pemahaman paradigma kritis tentang realitas. Realitas dalam pandangan kritis sering disebut dengan realitas semu. Realitas ini tidak alami tapi lebih karena bangun konstruk kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Dalam pandangan paradigma kritis, realitas tidak berada dalam harmoni tapi lebih dalam situasi konflik dan pergulatan sosial (Eriyanto, 2001:3-46). kedua adalah ciri tujuan penelitian paradigma kritis. Karakteristik menyolok dari tujuan paradigma kritis ada dan eksis adalah paradigma yang mengambil sikap untuk memberikan kritik, transformasi sosial, proses emansipasi dan penguatan sosial. Dengan demikian tujuan penelitian paradigma kritis adalah mengubah dunia yang tidak seimbang. Dengan demikian, seorang peneliti dalam paradigma kritis akan mungkin sangat terlibat dalam proses negasi relasi sosial yang nyata, membongkar mitos, menunjukkan bagaimana seharusnya dunia berada (Newman, 2000:75-87; Denzin, 2000:163-186)
Ciri ketiga adalah ciri titik perhatian penelitian paradigma kritis Ciri ketiga adalah ciri titik perhatian penelitian paradigma kritis. Titik perhatian penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh nilai-nilai tertentu Karakteristik keempat dari paradigma kritis adalah pendasaran diri paradigma kritis mengenai cara dan metodologi penelitiannya. Paradigma kritis dalam hal ini menekankan penafsiran peneliti pada objek penelitiannya Dalam konteks karakteristik yang keempat ini, penelitian paradigma kritis mengutamakan juga analisis yang menyeluruh, kontekstual dan multi level. Hal ini berarti bahwa penelitian kritis menekankan soal historical situatedness dalam seluruh kejadian sosial yang ada (Denzin, 2000:170).
Aspek Ontologis Paradigma Teori Kritis Historical realism: Realitas yang teramati (virtual reality) merupakan realitas “semu” yang telah terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya, dan ekonomi politik.
Aspek Epistemologi Paradigma Teori Kritis Transaksionalis/Subjektivis: Hubungan antara peneliti dan yg. diteliti selain dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. Pemahaman tentang suatu realitas merupakan value mediated findings.
Aspek Metodologis Paradigma Teori Kritis Participative: Mengutamakan analisis komprehensif, kontekstual dan multilevel analysis yang bisa dilakukan melalui penempatan diri sebagai aktifis/ partisipan dalam proses transaksi sosial. Kriteria kualitas penelitian: Historical Situatedness; sejauhmana penelitian memperhatikan konteks historis, sosial, budaya, ekonomi dan politik.
Aspek Axioilogis Paradigma Teori Kritis Nilai, etika dan pilihan moral me-rupakan bagian yang tak terpisah-kan dari suatu penelitian. Peneliti menem-patkan diri seba-gai transformative intellectual, advo-kat dan aktivis. Tujuan penelitian: Kritik sosial, trans-formasi, emansi-pasi dan social empowerment.
Paradigma Konstruktivisme Pandangan konstruktivis bahwa alam semesta adalah hasil konstruksi sosial Konstruktivisme menganut paham anti-fondasional : Tidak ada satu fondasi atau satu metode ilmiah yang terpercaya dan mantap bagi dunia ilmu pengetahuan Dengan paham ini, konstruktivis memandang segala sesuatu bersifat relatif Pendekatan yang dilakukan adalah multiperspektif, karena tidak ada legitimasi yang kuat terhadap satu pandangan yang bisa mengtasanamakan pandangan lain Kaum Postmodernisme dapat dimasukkan kedalam kategori ini
Aspek Ontologi Relativisme : Realitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran suatu realitas bersiat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.
Aspek Epistemologi Transaksionalis/Subjektivis: Pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yangg diteliti.
Aspek Metodologi Reflective/Dialectical: Menekankan empati dan interaksi dialektik antara peneliti dan responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode-metode kualitatif seperti participant observation. Kriteria kualitas penelitian: Authenticity dan reflectifity, sejauhmana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas dihayati oleh para pelaku sosial.
Aspek Axiologis Nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dalam suatu penelitian Peneliti sebagai pas-sionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial. Tujuan penelitian: Rekonstruksi realitas sosial secara dialek-tik antara peneliti dengan aktor sosial yang diteliti.
Perbedaan Lain antara Paradigma Postitivisme dan post-positivisme Menekankan analisa parsial dan dekontektualisasi[decontextualization] VS Menekankan analisis menyeluruh dan kontektualisasi Menekankan pemisahan VS Menekankan integrasi Menekankan generalisasi VS Menekankan spesifikasi Pertimbangan hanya pada objektifitas dan kuantifikasi VS Pertimbangan juga pada subjektifitas dan non-kuantifikasi Ketergantungan pada keahlian dan pengetahuan orang lain, peneliti sebagai orang luar VS Pertimbangan juga diambil dari partisipan dan pengetahuan lokal; peneliti sebagai orang dalam Memberikan fokus perhatian pada controlling VS Memberi perhatian /fokus pada understanding