Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan oleheve ria Telah diubah "8 tahun yang lalu
1
Analisis Kasus audit pt. Kai (pelanggaran etik)
Di susun oleh Kelompok 9 : Evelyn Grecia Sinaga Fuad Habib Zaky A M. Fatkhurrachman Aldo N M. Harits Ramadhan FEB MANAJEMEN UGM 2016
2
theory 1. Beberapa kepercayaan moral yang dipegang mungkin tidak cukup karena itu hanya kepercayaan sederhana tentang isu-isu komplek. Pelajaran etika dapat membantu seseorang memecahkan isu yang komplek tersebut, dengan melihat apa yang prinsip-prinsip katakan tentang kasus itu. 2. Etika dapat menyediakan pengertian yang mendalam bagaimana menimbang dan memutuskan terhadap konflik prinsip dan menunjukan mengapa tindakan tertentu lebih dibutuhkan dari pada yang lain. 3. Cerminan etika dapat membuat kita lebih berpengetahuan dan teliti dalam masalah-masalah moral. 4. Alasan yang penting untuk mempelajari etika adalah untuk mengerti keadaan dan mengapa opini- opini kita berharga. Contohnya ketika tanggung jawab ke keluarga berbenturan dengan tanggung jawab kita terhadap pekerjaan dan bagaimana jalan keluarnya. 5. Alasan terakhir dalam mempelajari etika adalah untuk belajar mengidentifikasi prinsip-prinsip dasar etika yang dapat diaplikasikan pada tindakan
3
Manipulasi Laporan Keuangan PT. KAI
Dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik. Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.
4
Kejanggalan Laporan Keuangan PT. KAI
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
5
adanya pelanggaran kode etik
Tanggung jawab profesi Kepentingan publik Integritas Standar teknis
6
Kesimpulan kelompok Perselisihan antara Dewan Komisaris dan Direksi sebenarnya dapat diselesaikan dengan cara yang lebih elegan. Dewan Komisaris merupakan suatu dewan, sehingga akan sangat ideal apabila Dewan Komisaris mempunyai satu orang juru bicara yang mengatasnamakan seluruh Dewan Komisaris sehinnga Dewan Komisaris memiliki satu suara. Komunikasi Auditor Eksternal dengan Komite Audit merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses audit suatu perusahaan. Komunikasi antara Komite Audit dengan Internal Auditor yang belum tercipta dengan baik merupakan salah satu fakttor yang turut memiliki andil dalam memicu kasus ini. Terkait dengan prinsip konsistensi yang harus diterapkan dalam akuntansi, perlu ditekankan bahwa pelaksanaan prinsip konsistensi dengan tetap berpegang pada pengetahuan dan prinsip akuntansi yang berlaku.
7
Solusi kelompok Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi. Komite Audit sebaiknya berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi. Manajemen dapat menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat, dan full disclosure Sumber :
8
Grup 9 says Thank you
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.