Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Perspektif Hukum Internasional atas Hak Asasi Manusia (HAM)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Perspektif Hukum Internasional atas Hak Asasi Manusia (HAM)"— Transcript presentasi:

1 Perspektif Hukum Internasional atas Hak Asasi Manusia (HAM)
Hikmahanto Juwana SH (UI), LL.M (Keio University, Jepang), Ph.D (University of Nottingham, Inggris) Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

2 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
PEMAHAMAN DASAR Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

3 Apa itu Hukum dan Apa itu HAM?
Definisi Hukum atau HAM akan bergantung pada persepsi Salah satu persepsi Hukum adalah sebagai suatu cabang/disiplin ilmu Salah satu cara untuk memberikan persepsi terhadap HAM adalah dengan menyebut karakteristiknya Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

4 Mengapa HAM dipermasalahkan dalam Hukum Internasional?
Bayangkan dua kejadian berikut: Bisakah Saudara melihat anak tetangga dipukuli sampai sekarat oleh orang tuanya? Apa yang bisa Saudara lakukan, bila memanggil polisi bukan suatu opsi? Bila ada dua orang berkelahi perlukah aturan sehingga perkelahian mereka dilakukan secara terhormat? Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

5 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Kejadian 1 Keinginan agar anak tidak diperlakukan secara semena-mena oleh orang tua merupakan keinginan dari semua pihak Permasalahannya apa yang bisa kita lakukan terhadap anak tetangga, mengingat anak tersebut tidak berada di rumah kita? Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

6 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Apakah kita bisa begitu saja memasuki rumah tetangga kita? Bila bisa, apakah kita tidak akan dianggap memasuki rumah orang lain tanpa izin? Lalu apa legitimasi kita untuk mencampuri urusan orang lain? Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

7 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Gambaran diatas dapat digunakan sebagai analogi salah satu permasalahan HAM dalam perspektif hukum internasional Anak merupakan warga negara suatu negara Orang tua merupakan Pemerintah Perlakuan secara semena-mena merupakan analogi dari pelanggaran HAM Rumah dapat diibaratkan sebagai kedaulatan negara Kepedulian kita sebagai tetangga adalah kepedulian negara lain Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

8 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Kejadian 2 Bila ada orang berkelahi dan menggunakan segala cara, apakah kondisi seperti ini dapat dibenarkan? Tentu ini tidak dapat dibenarkan, disini diperlukan aturan-aturan dan rambu-rambu yang harus dipatuhi sehingga adu jotos seperti yang terjadi di ring tinju Pertanyaannya adalah siapa yang membuat aturan tersebut? Apakah masing-masing pihak yang berkelahi? Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

9 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Gambaran diatas dapat memberi pencerahan dalam hal Negara berperang satu sama lain Orang yang berkelahi dianalogikan sebagai Negara Perkelahian adalah Perang Pertanyaannya adalah apakah perang harus dilakukan secara beradab atau tidak? Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

10 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Bila perang harus dilakukan secara beradab dimana beradab-tidaknya perang ditentukan pada ada tidaknya aturan maka aturan apa yang harus berlaku dan siapa yang membentuknya? Satu hal yang jelas, aturan yang dibuat oleh satu negara tidak mungkin diberlakukan kepada negara lain yang memiliki kedaulatan Disinilah pentingnya Hukum Internasional mengingat cabang ilmu hukum ini yang melandasi hubungan antar negara Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

11 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Berdasarkan dua kejadian yang digambarkan, yang menjadi rumusan masalah HAM dalam konteks hukum internasional adalah: Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

12 Rumusan Masalah Pertama
Bagaimana sebuah (atau sejumlah) negara dapat membuat negara lain agar menghormati HAM warga negaranya, sementara ada prinsip ‘larangan campur tangan (non-intervention principle)’ dimana negara dilarang untuk terlibat dalam urusan internal negara lain? Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

13 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Rumusan Masalah Kedua Bagaimana agar dalam konflik bersenjata ada aturan-aturan yang dipatuhi oleh pihak-pihak yang berkonflik sehingga konflik dianggap beradab dan menjunjung HAM Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

14 Menjawab Rumusan Masalah Pertama
Dalam rumusan masalah pertama, masalah muncul karena dipicu pertentangan antara keinginan agar orang dihormati harkat martabatnya dimana saja di muka bumi ini dengan masalah kedaulatan negara Untuk menerobos sekat kedaulatan negara maka dilakukan cara pembentukan instrumen internasional yang mengatur masalah HAM Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

15 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Instrumen internasional dapat berbentuk: Deklarasi (bukan merupakan produk hukum internasional); dan Perjanjian internasional (merupakan produk hukum internasional) Instrumen internasional diikuti oleh Negara, bukan individu ataupun entitas hukum lainnya Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

16 Menjawab Rumusan Masalah Kedua
Dalam rumusan masalah kedua, masalah muncul karena dalam konflik bersenjata diperlukan aturan berikut sanksi yang bukan merupakan produk nasional Aturan ini harus dapat disepakati oleh negara-negara yang merupakan masyarakat internasional Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

17 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Berdasarkan kebutuhan inilah sejak lama masyarakat internasional membentuk berbagai aturan yang dikualifikasikan sebagai hukum internasional untuk diberlakukan pada masa perang Bentuk dari aturan ini adalah Perjanjian internasional; dan Kebiasaan hukum internasional Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

18 INSTRUMEN INTERNASIONAL GUNA MENJUNJUNG HAM
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

19 Pembicaraan HAM dalam Kerangka Hukum Internasional
HAM sebenarnya sudah dibicarakan sejak lama dalam hukum internasional Dalam perang misalnya, pemenang perang tidak dapat bertindak sesuka hati terhadap pihak yang kalah Perang harus dilakukan dengan memperhatikan aturan-aturan yang melindungi manusia

20 Hanya saja pengaturan HAM dalam kerangka hukum internasional lebih bagi bangsa-bangsa yang memiliki peradaban tertentu Bila peradaban suatu bangsa lebih rendah daripada peradaban bangsa lain maka HAM tidak diberlakukan TIdak heran penjajahan dan perbudakan terjadi oleh bangsa Eropa terhadap bangsa non-Eropa

21 Pergeseran Paradigma I
Pada tahun 1940-an dengan maraknya sejumlah bangsa yang dijajah memerdekakan diri, paradigma HAM mulai berubah Kesadaran bangsa terjajah terhadap HAM semakin tinggi yang membuahkan kemerdekaan bagi negara baru Kemerdekaan ini kebanyakan adalah kemerdekaan oleh bangsa non-Eropa dari bangsa Eropa

22 Kemerdekaan sebagai hak asasi muncul dalam berbagai terminologi hukum internasional, seperti right to self determination, right to govern dan lain-lain Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan Universal Declaration of Human Rights (10 Desember) Deklarasi berisi hak-hak dasar dari manusia tanpa membedakan warna kulit, asal usul, agama, etnis dan lain sebagainya

23 Pergeseran Paradigma II
HAM dalam kerangka hukum internasional bergeser menjadi sarana Negara yang telah mapan untuk mengawasi, memantau dan memastikan agar Pemerintah Negara Berkembang tidak melakukan pelanggaran HAM Ini karena ada fenomena dimana pemerintahan Negara Berkembang mudah melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyatnya Berbagai instrumen internasional dirancang dan dibuat dengan harapan Negara Berkembang turut serta dalam instrumen tersebut

24 Instrumen ini antara lain adalah:
ILO Conventions Convention concerning Abolition of Forced Labor Convention concerning Minimum Age for Admission to Employment Convention concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation Convention concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forms of Child Labor Conventions on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination Convention on the Rights of Child Convention against Torture and Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment

25 Bila perjanjian internasional bidang HAM diikuti oleh Negara Berkembang maka ada kewajiban bagi Negara tersebut untuk melakukan transformasi terhadap aturan-aturan yang ada dalam perjanjian internasional ke dalam hukum nasional Namun, sebagaimana dialami juga oleh Indonesia, berbagai masalah muncul

26 Permasalahan antara lain:
Perjanjian internasional setelah diratifikasi tidak ditindaklanjuti Peraturan perundang-undangan yang bertentangan tidak diamandemen Ketentuan yang belum diatur tidak mendapat pengaturan Implementasi tidak terjadi karena berbagai kendala, seperti tidak memadainya infrastruktur pendukung hukum

27 Pergeseran Paradigma III
HAM dalam kerangka Hukum Internasional digunakan sebagai alat politik oleh negara-negara tertentu yang memiliki kepentingan Sebagai instrumen politik, HAM dijadikan pengganti alat kolonial Masalah perdagangan dikaitkan dengan HAM Masalah Keamanan dikaitkan dengan HAM Masalah Ekonomi dan Politik juga dikaitkan dengan HAM

28 Perlu kewaspadaan bila HAM dijadikan instrumen politik oleh Negara
DIsini yang diperlukan bukan semangat anti-HAM tetapi penggunaan AKAL

29 Katagorisasi Instrumen Internasional
Bila diidentifikasi, telah banyak instrumen internasional yang mengatur HAM Berbagai instrumen internasional ini dapat dilakukan katagori yang pada prinsipnya meneguhkan HAM dari manusia, melindungi mereka yang lemah, seperti kaum perempuan, anak, tahanan dan mereka yang sedang menghadapi proses hukum, kelompok minoritas dan buruh Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

30 International Bill of Human Rights
Universal Declaration of Human Rights International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights International Covenant on Civil and Political Rights Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights, aiming at the abolition of the death penalty Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

31 Human Rights Defenders
Declaration on the Right and Responsibility of Individuals, Groups and Organs of Society to Promote and Protect Universally Recognized Human Rights and Fundamental Freedoms Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

32 Right of self-determination
Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples General Assembly resolution 1803 (XVII) of 14 December 1962, "Permanent sovereignty over natural resources" Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

33 Prevention of discrimination
United Nations Declaration on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination International Convention on the Suppression and Punishment of the Crime of Apartheid Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

34 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
International Convention against Apartheid in Sports Discrimination (Employment and Occupation) Convention Convention against Discrimination in Education Protocol Instituting a Conciliation and Good Offices Commission to be responsible for seeking a settlement of any disputes which may arise between States Parties to the Convention against Discrimination in Education Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

35 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Equal Remuneration Convention Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination based on Religion or Belief Declaration on Fundamental Principles concerning the Contribution to the Mass Media to Strengthening Peace and International Understanding, to the Promotion of Human Rights and to Countering Racialism, Apartheid and Incitement to War Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

36 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Declaration on Race and Racial Prejudice Declaration on the Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious and Linguistic Minorities Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

37 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Rights of Women Declaration on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women Declaration on the Elimination of Violence against Women Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

38 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Convention on the Political Rights of Women Declaration on the Protection of Women and Children in Emergency and Armed Conflict Optional Protocol to the Convention on the Elimination of Discrimination against Women Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

39 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Rights of the Child Declaration on the Rights of the Child Convention on the Rights of the Child Optional protocol to the Convention on the Rights of the Child on the involvement of children in armed conflict Optional protocol to the Convention on the Rights of the Child on the sale of children, child prostitution and child pornography Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

40 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Declaration on Social and Legal Principles relating to the Protection and Welfare of Children, with Special Reference to Foster Placement and Adoption Nationally and Internationally Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

41 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Slavery, Servitude, Forced Labour and similar institutions and practices Slavery Convention Protocol amending the Slavery Convention Supplementary Convention on the Abolition of Slavery, the Slave Trade,and Institutions and Practices Similar to Slavery Forced Labour Convention Abolition of Forced Labour Convention Convention for the Suppression of the Traffic in Persons and of the Exploitation of the Prostitution of Others Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

42 Human Rights in the Administration of Justice
Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners Basic Principles for the Treatment of Prisoners Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention or Imprisonment United Nations Rules for the Protection of Juveniles Deprived of the Liberty Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

43 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Declaration on the Protection of All Persons from Being Subjected to Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment Optional Protocol to the Convention against Torture and Ohter Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

44 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Principles on the Effective Investigation and Documentation of Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment Principles of Medical Ethics relevant to the Role of Health Personnel,particularly Physicians, in the Protection of Prisoners and Detainees against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment Safeguards guaranteeing protection of the rights of those facing the death penalty Code of Conduct for Law Enforcement Officials Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

45 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials Basic Principles on the Role of Lawyers Guidelines on the Role of Prosecutors United Nations Standard Minimum Rules for Non-custodial Measures (The Tokyo Rules) United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency (The Riyadh Guidelines) Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

46 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice ("The Beijing Rules") Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power Basic Principles on the Independence of the Judiciary Declaration on the Protection of All Persons from Enforced Disappearances Principles on the Effective Prevention and Investigation of Extra-legal, Arbitrary and Summary Executions Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

47 Freedom of Association
Freedom of Association and Protection of the Right to Organise Convention Right to Organise and Collective Bargaining Convention Workers' Representatives Convention Labour Relations (Public Service) Convention Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

48 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Employment Employment Policy Convention Convention (No. 154) concerning the Promotion of Collective Bargaining Convention (No. 168) concerning Employment Promotion and Protection against Unemployment Convention (No. 169) concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

49 Marriage, Family and Youth
Convention on Consent to Marriage, Minimum Age for Marriage and Registration of Marriages Recommendation on Consent to Marriage, Minimum Age for Marriage and Registration of Marriages Declaration on the Promotion among Youth of the Ideals of Peace, Mutual Respect and Understanding between Peoples Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

50 Social welfare, progress and development
Declaration on Social Progress and Development Declaration on the Rights of Mentally Retarded Persons Principles for the protection of persons with mental illness and the improvement of mental health care Universal Declaration on the Eradication of Hunger and Malnutrition Declaration on the Use of Scientific and Technological Progress in the Interests of Peace and for the Benefit of Mankind Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

51 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Guidelines for the Regulation of Computerized Personal Data Files Declaration on the Rights of Disabled Persons Declaration on the Right of Peoples to Peace Declaration on the Right to Development International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families Universal Declaration on the Human Genome and Human Rights (UNESCO) Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

52 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Right to enjoy culture, international cultural development and co-operation Declaration of the Principles of International Cultural Co-operation Recommendation concerning Education for International Understanding, Co-operation and Peace and Education relating to Human Rights and Fundamental Freedoms Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

53 Nationality, Statelessness, Asylum and Refugees
Convention on the Nationality of Married Women Convention on the Reduction of Statelessness Convention relating to the Status of Stateless Persons Convention relating to the Status of Refugees Protocol relating to the Status of Refugees Statute of the Office of the United Nations High Commissioner for Refugees Declaration on Territorial Asylum Declaration on the Human Rights of Individuals Who are not Nationals of the Country in which They Live Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

54 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Transformasi Berbagai instrumen internasional guna menjunjung HAM bila hendak diberlakukan oleh Negara secara nasional maka harus ditransformasikan ke dalam hukum nasional Transformasi bisa dilakukan dengan dua cara: Ikut sebagai peserta Perjanjian melalui proses ratifikasi Mengadopsi ketentuan-ketentuan dalam instrumen internasional ke dalam hukum nasional Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

55 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Transformasi menjadi wajib dilaksanakan bila perjanjian internasional guna menjunjung HAM diikuti oleh suatu negara melalui proses ratifikasi Pasca ratifikasi harus diikuti dengan tindakan Pemerintah suatu Negara untuk mengamandemen hukum nasional yang bertentangan dengan perjanjian internasional, bahkan mengintrodusir peaturan perundang-undangan yang belum ada Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

56 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Sementara tranformasi berupa pengadopsian ketentuan dalam instrumen internasional adalah tindakan Pemerintah untuk mengambil ketentuan dalam instrumen internasional secara sukarela ke dalam hukum nasional Dalam proses adopsi tidak ada keharusan Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

57 Tujuan Pembentukan Instrumen Internasional
Perlu disadari tujuan dibentuknya instrumen internasional guna menjunjung HAM tidak semata-mata untuk tujuan mulia agar harkat martabat manusia di muka bumi dihormati, tetapi juga kerap digunakan untuk tujuan politik Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

58 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Tujuan Politik Tujuan politik dilakukan untuk dua hal: Memaksa suatu negara untuk mau menghormati HAM bagi warga negaranya Ada kepentingan dari pihak yang memaksa Negara Maju kerap memaksa Negara Berkembang untuk mau menghormati HAM karena di Negara Berkembang kerap terjadi pelanggaran HAM terhadap warganya Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

59 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Negara Maju tidak jarang memaksa Negara Berkembang untuk tunduk pada instrumen internasional HAM karena memiliki agenda tersembunyi (hidden agenda) Bahkan Negara Maju kerap menerapkan standar ganda pemberlakuan instrumen internasional bila kepentingannya terganggu Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

60 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
PRODUK HUKUM INTERNASIONAL BAGI PERLINDUNGAN HAM DALAM KONFLIK BERSENJATA Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

61 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Berbagai kebiasaan hukum internasional dan perjanjian internasional telah lama ada untuk mengatur konflik bersenjata sehingga konflik tidak melanggar harkat martabat manusia Produk hukum yang ada dapat dibedakan dalam dua katagori: Pelaku yang melakukan tindakan diluar batas kemanusiaan terhadap orang-orang yang tidak terlibat dalam konflik Aturan yang berlaku bagi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik (ius in bello) Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

62 War Crimes and Crimes against Humanity, including Genocide
Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide Convention on the Non-Applicability of Statutory Limitations to War Crimes and Crimes against Humanity Principles of international co-operation in the detection, arrest, extradition and punishment of persons guilty of war crimes and crimes against humanity Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

63 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Humanitarian law Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of Wounded, Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of War Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

64 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Geneva Convention relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts (Protocol I) Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts (Protocol II) Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

65 Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
Berbeda dengan instrumen internasional untuk menjunjung HAM yang substansi ketentuannya ditujukan pada Negara, produk hukum internasional bagi perlindungan HAM dalam konflik bersenjata lebih ditujukan pada individu Individu dapat dipersalahkan melakukan kejahatan internasional, disini muncul konsep individu sebagai subyek hukum internasional Kejahatan internasional yang dikenal dalam Statuta Roma dalam UU No. 26/2000 disebut sebagai “Pelanggara HAM Berat” Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)

66 PENGANTAR HAK ASASI MANUSIA
Hadi Rahmat Purnama, SH., LL.M

67 Latar Belakang Sejarah HAM
Cyrus Cylinder 539 SM. Magna Charta 1215 Bill of Rights 1689 The American Declaration of Independence 1776 The French Declaration of Rights of Man and Citizen 1789 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) 1948

68 Generasi HAM Karel Vasak membagi generasi HAM didasarkan atas perkembangan sejarah, yang dibagi atas tiga generasi: Hak-hak di bidang Sipil dan Politik Hak hidup; Hak atas Penyelenggaraan peradilan;Hak atas Privasi;Hak atas Kebebasan beragama;Hak atas Berkumpul denga damai dan berserikat;Hak atas Partisipasi politik;Hak atas Persamaan di muka hukum; danHak atas Perlindungan yang efektif terhadap diskriminasi.

69 Hak-hak di bidang Sosial, Budaya dan Ekonomi
Hak atas Pekerjaan dan kondisi kerja yang memadai; Hak atas Membentuk serikat pekerja; Hak atas Jaminan sosial dan standar hidup yang memadai termasuk pangan, sandang dan papan; Hak atas Kesehatan;Hak atas Pendidikan; dan Hak atas Bagian dari kehidupan budaya Hak atas pembangunan Hak untuk berpartisipasi, memberikan kontribusi dan menikmati hasil pembangunan serta hak atas lingkungan hidup.

70 Pembentukan Hukum HAM Internasional
Beberapa Badan PBB yang terkait dengan Penegakan Hukum dan Pembentukan standar HAM Internasional Majelis Umum PBB (United Nations General Assembly) Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (United Nations Economic and Social Council) Dewan Hak Asasi Manusia (United Nations Human Rights Council) Sub Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM (Sub-Commission on Promotion dan Protection of Human Rigths) Pertemuan Berkala mengenai Pencegahan Tindak Pidana dan Penanganan Pelaku Tindak Pidana (Periodic Congresses on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders)

71 Sumber Hukum Internasional HAM
Hukum Perjanjian Internasional Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh anggota masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara, bertujuan untuk membentuk hukum sehingga mempunyai akibat hukum. Bentuknya dapat berupa kovenan, konvensi, perjanjian dan lain-lain. Hukum Kebiasaan Internasional Kebiasaan internasional (Customary International Law) adalah kebiasaan internasional antar negara-negara di dunia, merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai ‘hukum’. Prinsip Hukum Umum Prinsip Hukum Umum adalah asas hukum umum yang terdapat dan berlaku dalam hukum nasional negara-negara di dunia. Prinsip ini mendasari sistem hukum positif dan lembaga hukum yang ada di dunia.

72 Putusan Hakim Putusan pengadilan internasional merupakan sumber hukum tambahan dari tiga sumber hukum utama di atas. Keputusan pengadilan ini hanya mengikat para pihak yang bersengketa saja. Namun demikian, keputusan tersebut dapat digunakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu perkara, yang didasarkan pada tiga sumber hukum utama di atas. Pendapat para ahli hukum internasional Pendapat ahli hukum internasional yang terkemuka adalah hasil penelitian dan tulisan yang sering dipakai sebagai pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional. Meskipun demikian, Pendapat tersebut bukan merupakan suatu hukum.

73 Instrumen Hukum HAM Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), komitmen untuk memenuhi, melindungi HAM serta menghormati kebebasan pokok manusia secara universal ditegaskan secara berulang-ulang, diantaranya dalam Pasal 1 (3): ”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah internasional dibidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, dan menggalakan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama ...”

74 Kewajiban Negara Atas Pemenuhan HAM
Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati dan menjamin hak yang diakui dalam Kovenan ini bagi semua individu yang berada di dalam wilayahnya dan berada di bawah yurisdikasinya, tanpa pembedaan jenis apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya. (ICCPR Pasal 2 (1) ICESCR Pasal 2(2))

75 Instrumen Hukum yang Mengikat
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) UU No. 12 tahun 2005 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) UU No. 11 tahun 2005 Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide) Melalui UU No. 26 Tahun 2000

76 Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) UU No. 5 tahun 1998 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) UU No. 29 tahun 1999 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) UU No. 7 tahun 1984 Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) Keppres No. 36 tahun 1990 Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the Status of Refugees)

77 Instrumen Hukum yang Tidak Mengikat
Pedoman Berperilaku bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for Law Enforcement Officials) Prinsip-Prinsip Dasar Mengenai Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api (Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials) Deklarasi Mengenai Penghilangan Paksa (Declaration on the Protection of All Persons from Enforced Disappearance) Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Declaration on the Elimination of Violence against Women) Deklarasi Mengenai Pembela HAM (Declaration on Human Rights Defender) Prinsip-prinsip tentang Hukuman Mati yang Tidak Sah, Sewenang-sewenang dan Sumir (Principles on the Effective Prevention and Investigation of Extra-legal, Arbitrary and Summary Executions )

78 Pengawasan di tingkat internasional atau PBB didasarkan pada perjanjian internasional mengenai HAM:
Perjanjian Hak Asasi Manusia (Instrumen) Badan Pengawas Pelaksanaan Perjanjian Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights) Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Committee on Economic Social and Cultural Rights) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) Komite Hak Asasi Manusia (Human Rights Committee) Konvensi Internasional tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Komite Penghapusan Diskriminasi Ras (Committee on Elimination Racial Discrimination) Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Committee on Eliminations Discrimination Against Women) Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kenjam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) Komite Menentang Penyiksaan (Committee on Against Torture) Konvensi Hak Anak ( Convention on the Rights of the Child) Komite Hak Anak (Committee on Rights of the Child)

79 Mekanisme diluar konvensi
Prosedur Khusus: Tematik dan Mandat Negara Prosedur Khusus: 1503

80 Prosedur Khusus: Tematik dan Mandat Negara, mempunyai mandat:
Melakukan penelitian dan analisa terhadap isu yang sesuai dengan mandat mereka Membuat rekomendasi mengenai perlindungan pelanggaran HAM serta perbaikannya Menerima informasi (spt. Tuduhan pelanggaran HAM, yang dilakukan oleh individu, pemerintah, LSM, dll) Melakukan komunikasi dengan pemerintah jika tuduhan dianggap kredibel dan sesuai dengan mandatnya Melakukan kunjungan ke negara-negara untuk melakukan studi terhadap situasi negara, jika diizinkan oleh pemerintahnnya. Memberikan laporan kepada HRC

81 Prosedur Khusus: 1503 Prosedur kerahasiaan yang diadopsi oleh ECOSOC pada 1970, sebagai Prosedur untuk Penanganan Komunikasi yang terkait dengan Pelanggaran HAM dan Kebebasan Dasar (dibentuk kembali pada sesi ke-65 HRC tahun 2000) Komplain dapat dilakukan terhadap semua negara, walaupun negara tersebut bukan anggota PBB Kelompok Kerja tentang Komunikasi dibentuk pertahun oleh Sub Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM

82 MENGITEGRASIKAN INSTRUMEN HUKUM HAM INTERNASIONAL KE DALAM HUKUM NASIONAL
Dalam Pasal 27 dari Konvensi Wina 1969 ditegaskan bahwa negara tidak dapat menjadikan hukum nasionalnya sebagai alasan untuk tidak dapat menjalankan kewajiban perjanjian internasional. Terdapat dua teori untuk menjelaskan hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional: Teori monisme Teori dualisme

83 Negara dapat memprakteknya dalam berbagai macam cara:
Konstitusi, Perundang-undangan nasional, Inkorporasi, Pemberlakuan secara langsung, Interpretasi dalam sistem common law, Jika terdapat kekosongan hukum, dibeberapa negara, jika terjadi kekosongan hukum mengenai HAM, hakim dan advokat dapat mendasarkan pada hukum internasional, putusan kasus-kasus internasional atau pada kasus-kasus dari negara lain untuk dapat menerapkan prinsip dasar dari HAM. Tetapi hal ini sangat bergantung pada situasi dan kondiri hukum dari negara yang bersangkutan.

84 Praktik Pengitegrasian Perjanjian Internasional ke dalam Hukum Nasional di Indonesia
Di Indonesia pratik pengesahan atau pemberlakuan hukum internasional ke dalam hukum nasional di dasarkan atas Undang Undang No. 24 tahun 2000 mengenai Perjanjian Internasional. Indonesia adalah negara yang menganut paham dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 24 tahun 2000, dinyatakan bahwa, ”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.”

85 Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:
masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara kedaulatan atau hak berdaulat negara hak asasi manusia dan lingkungan hidup pembentukan kaidah hukum baru pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

86 HAK ASASI MANUSIA DAN HUKUM NASIONAL
Negara hukum mempunyai ciri sebagai berikut: Pengakuan dan perlindungan HAM; Peradilan yang bebas dan tidak memihak; Didasarkan pada rule of law.

87 HAM dan Konstitusi di Indonesia
Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang asli Tidak secara langsung terdapat kata-kata HAM, Hak-hak tersebut adalah hak semua bangsa untuk merdeka (alinea pertama pembukaan), hak atas persamaan di hadapan hukum dan dalam pemerintahan (Pasal 27 ayat (1)), hak atas pekerjaan (Pasal27 ayat (2)), hak atas penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat (2)), kebebasan berserikat dan berkumpul (pasal 28), kebebasan mengeluarkan pendapat (pasal 28), kebebasan beragama (Pasal 29 ayat (2)), dan hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat (1)).

88 Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) selama tahun Di dalam Konstitusi RIS ini setidak-tidaknya terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai HAM secara eksplisit sebanyak 35 pasal dari 197 pasal yang ada. HAM dalam Konstitusi RIS diatur dalam Bab V yang berjudul “Hak-hak dan Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia”. Namun hal ini hanya berlaku selama 8,5 bulan karena Indonesia kembali kepada negara kesatuan dan ditetapkanya UUD Sementara RI. Undang Dasar Sementara RI (UUDSRI) dengan kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan. Terdapat 38 pasal dalam UUDSRI, 1950 (dari keseluruhan 146 pasal, atau sekitar 26 persen) yang mengatur HAM. HAM diatur dalam Bagian V tentang “Hak-hak dan Kebebasan Dasar Manusia”. Namun hal ini hanya berlansung dari 15 Agustus Juli 1959.

89 HAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
UUD 1945 Perubahan kedua UUD 1945 Bab XA TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tertanggal 13 November 1998 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM UU No. 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan UU No. 29 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Ras UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Keputusan Presiden No. 40 tahun 2004 tentang RAN HAM Keppres No. 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Anak

90 Hak Asasi Manusia UU 39/1999 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia

91 HAK ASASI MANUSIA NASIONAL UU No. 39/1999
Hak Hidup (Pasal 9); Hak untuk Berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 10); Hak Mengembangkan Diri (Pasal 11-16); Hak Memperoleh keadilan (Pasal 17-19); Hak Kebebasan Pribaditurut serta dalam Pemerintahan (Pasal 20-27); Hak atas Rasa Aman (Pasal 28-35); Hak atas Kesejahteraan (Pasal 36-42); Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (Pasal 43-44); Hak-hak Perempuan (Pasal 45 – 51); Hak-hak Anak (Pasal ). Sentra HAM FHUI Copyrights©

92 Kewajiban dasar dari manusia
Setiap orang wajib patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, hukum tidak tertulis dan hukum internasional mengenai HAM; Kewajiban warga negara wajib turut serta dalam upaya pembelaan negara; Kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain; Kewajiban untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang.

93 Pelanggaran HAM UU No. 39 tahun 1999 pelanggaran HAM dirumuskan sebagai berikut: “… setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang, termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”

94 Sentra HAM FHUI Copyrights©
Pelanggaran HAM Berat Pelanggaran HAM Berat dalam UU No. 26 tahun 2000 (Pasal 7) Kejahatan Genosida (Pasal 8); Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Pasal 9). Sentra HAM FHUI Copyrights©

95 Pelaku Pelanggaran HAM
Aparat negara, misalnya: Penyiksaan oleh aparat keamanan dalam upaya mencari keterangan atau pengakuan seseorang tersangka; Menghalangi orang untuk menyampaikan pendapatnya secara damai; Melakukan penggusuran tanah tanpa melalui prosedur yang seharusnya dan tanpa ganti rugi yang layak. Kelompok kelompok tertentu, misalnya: Melakukan pembunuhan, penganiayaan atau pemusnahan kelompok; Memperlakuan seseorang atau sekelompok orang yang berbeda agama atau ras secara diskriminatif. Masyarakat umum, misalnya: Memberikan upah berbeda karena alasan perbedaan laki-laki dan perempuan; Melakukan pelecehan atau penyiksaan terhadap istri baik fisik atau psikologi; Membiarkan seorang anak terlantar, teraniaya dan menderita. Sentra HAM FHUI Copyrights©

96 Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court)
Tokyo dan Nureunberg Militery Tribunal setelah Perang Dunia II, untuk mengadili penjahat perang Jepang dan Jerman, International Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY), untuk mengadili penjahat perang di bekas negara Yugoslavia International Tribunal for Rwanda (ICTR), untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas genosida di Rwanda.

97 Forum Penyelsaian Sengketa HAM
Internasional Criminal Tribunal ICTY, ICTR International Criminal Court Pengadilan Nasional (Ad Hoc HAM)

98 Struktur Mahkamah Pidana Internasional
Pimpinan Mahkamah Lembaga Pengadilan (Chambers) Kantor Penuntut Umum (Office of the Prosecutor) Kantor Panitera (Registry Office)

99 Para Pihak dan Tindak Kejahatan Pidana Internasional
Pihak-pihak yang dapat diperiksa oleh MPI adalah perorangan atau individu. Jenis-jenis kejahatan yang menjadi kewenangan dari MPI dalam Statuta dapat dikategorikan dalam 4 kelompok: Kejahatan Genosida Kejahatan terhadap Kemanusiaan Kejahatan Perang Kejahatan melakukan Agresi

100 Kejahatan Genosida (Pasal 8 UU No. 26/2000)
Kejahatan genosida … adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

101 Kejahatan terhadap Kemanusiaan Pasal 7 Statuta Roma (Pasal 8 UU 26/2000)
Kejahatan terhadap kemanusiaan … adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: pembunuhan; pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; penyiksaan;

102 perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; penghilangan orang secara paksa; atau kejahatan apartheid.

103 Kejahatan Perang (Pasal 8 Statuta ICC)
Pelanggaran Berat (Grave Breaches) Pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan dalam HHI Pelanggaran terhadap Pasal 3 bersama Konvensi Jenewa untuk konflik internal

104 Prinsip Komplementar MPI
Prinsip yang paling mendasar dari Statuta Roma adalah prinsip “komplementar” yaitu MPI adalah pelengkap dari yurisdiksi pengadilan nasional. Maksudnya adalah MPI hanya dapat mengabil alih perkara yang merupakan kewenangannya dari pengadilan nasional apabila sistem hukum nasional suatu negara dianggap benar-benar tidak mampu (unable) dan tidak mau (unwilling) untuk melakukan penyelidikan atau penuntutan dan mengadili tindak pidana yang terjadi, maka akan diambil alih menjadi dibawah yurisdiksi MPI.

105 RUANG LINGKUP HAK ASASI MANUSIA
Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.

106 Human rights Istilah ‘human rights’ pertama muncul pada Deklarasi United Nations 1 January 1942 yang diikuti oleh perwakilan dari 26 negara yang berhimpun karena permusuhan dengan kelompok ‘axis’.

107 UN DECLARATION 1 JANUARY 1942
….to preserve human rights and justice in our (own ) lands as well as in other lands….

108 UN CHARTER Conference, san fransisco june 1945
UN Charter menyebutkan sbb : ….to achieve international cooperation…in promoting and encouraging respect for human rights and for fundamental freedoms of all without distinction as to race, sex, language or religion

109 UN Charter made the rights and freedoms of every human being, and every people, matters not only of local and national interest but also of international concern… Namun UN Charter tidak menjelaskan apa hak-hak dan kebebasan yang menjadi hak semua orang,. Penjelasan lebih lanjut ditemukan dalam Deklarasi HAM Universal (Universal Declaration of Human Rights 1948)

110 UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS
Menetapkan ‘common understanding’ untuk negara-negara anggota PBB mengenai ‘human rights’ and ‘fundamental freedoms’. Deklarasi ini ‘far-reaching’ dan berhasil dalam mengkarakterisasi ‘genuine human rights’ lebih dari sekedar aspirasi sosial dan budaya.

111 INTERNATIONAL BILL OF HUMAN RIGHTS
Universal Declaration of Human Rights 1948 International Covenant on Economic Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966 – entry into force 1976, diratifikasi Indonesia 2005 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) – 1966 Optional Protocol to ICCPR International bill of human rights adalah basis utama konstruksi HAM internasional

112 International bill of human rights berbeda dengan bill of rights

113 HAK-HAK YANG BELUM BANYAK DIBINCANGKAN DI MASA SILAM
WOMEN CHILDREN INDIGENOUS PEOPLES ETHNIC MINORITIES THE HANDICAPPED COLONIZED PEOPLE COMBATANTS FIGHTING AGAINST ABUSIVE REGIMES

114 Generasi ham (OPINI SCHOLARS)
HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA HAK-HAK KOLEKTIF/ HAK2 KHUSUS/ HAK ATAS PEMBANGUNAN

115 VIENNA DECLARATION 1993 Human rights are…. universal indivisible
interdependent interrelated Human rights are….

116 ISSUE2 HAM PASCA VIENNA DECLARATION 1993
Terrorism Poverty and social exclusion Right to development Seeking asylum and humanitarian aid Against racism, xenophobia and intolerance Minority groups Indigenous people Migrant workers Women’s rights and domestic violence Children rights Freedom fom torture Enforced disapearance Rights of disabled persons State responsibility Human rights education

117 KONSEP DASAR HAM

118 HAM Dalam tradisi Barat, Hak Asasi Manusia dikenal dengan istilah "right of man" yang juga melingkupi "rights of women". Istilah "right of man" menggantikan istilah "natural right". Eleanor Roosevelt, kemudian mengubahnya dengan istilah "human rights", karena istilah ini dipandang lebih netral dan universal. Hak adalah istilah umum yang secara gramatikal memiliki beberapa arti. Salah satu maknanya adanya pembenaran atas suatu "kekuasaan” atau “keistimewaan” atau juga “kepemilikan” .

119 HAM Dewasa ini hak asasi manusia telah mengalami perkembangan. Hak Asasi tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan paham kebebasan dan penghormatan hak-hak individu Hak asasi manusis lebih dipahami secara humanistik sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat martabat kemanusiaan.

120 Common standard of achievement for all people and all nations
HAM “Human rights could generally be defined as those rights which are inherent in our nature and without which we cannot live as human beings” Common standard of achievement for all people and all nations

121 HAM Hak asasi manusia memberikan kemampuan kepada setiap orang untuk memiliki dan menikmati kualitas hidup dalam standar minimal yang berkaitan dengan kebebasan, keadilan, persamaan di hadapan hukum, dan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dasar atas budaya, ekonomi, dan sosial.

122 Pasal 1 butir 1 UU no. 39/1999 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

123 Kewajiban dasar manusia
Seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia. (Pasal 1 butir 2 UU no. 39/1999)

124 State Responsibility HAM dalam tataran internasional meletakkan Negara sebagai “aktor” yang bertanggungjawab atas perlindungan,dan pemenuhan HAM.

125 Pasal 1 butir 6 Undang-Undang No. 39 tahun 1999
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelom pok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

126 PELANGGARAN HAM Dalam berbagai literatur HAM, dikenal istilah gross violation on human rights atau diterjemahkan sebagai pelanggaran berat HAM. Terminology ini membuat pelanggaran ham dapat dibagi menjadi dua katagori yaitu: Pelanggaran HAM Pelanggaran Berat HAM

127 Pelanggaran HAM Pelanggaran ini biasanya bersifat individual dan diyakini dapat diselesaikan melalui mekanisme hokum nasional.

128 Pelanggaran berat HAM Merupakan pelanggaran HAM yang dipandang merupakan ancaman terhadap umat manusia didunia dan oleh karenanya menjadi perhatian dunia internasional dalam penanganannya. Dalam perkembangannya, pelanggaran berat HAM dimasukkan dalam kejahatan Internasional, seperti terrorisme, perdagangan manusia, narkotika dan lain sebagainya.

129 Secara umum berbagai literatur menulis 4 jenis kejahatan yang dianggap sebagai pelanggaran berat HAM yaitu: Agresi Kejahatan kemanusiaan (crime against humanity) Genosida Kejahatan perang Akan tetapi Agressi sering dimasukkan sebagai bagian dari kejahatan perang sehingga banyak literature membahasnya menjadi tiga bentuk lainnya.

130 Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan terhadap umat manusia adalah istilah di dalam hukum internasional yang mengacu pada tindakan pembunuhan massal dengan penyiksaan terhadap tubuh dari orang-orang, sebagai suatu kejahatan penyerangan terhadap yang lain.

131 Kejahatan Kemanusiaan
Para sarjana Hubungan internasional telah secara luas menggambarkan "kejahatan terhadap umat manusia" sebagai tindakan yang sangat keji, pada suatu skala yang sangat besar, yang dilaksanakan untuk mengurangi ras manusia secara keseluruhan. Biasanya kejahatan terhadap kemanusian dilakukan atas dasar kepentingan politis, seperti yang terjadi di Jerman oleh pemerintahan Hitler serta yang terjadi di Rwanda dan Yugoslavia

132 Genosida Genosida atau genosid adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan membuat punah) bangsa tersebut.

133 Genosida Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan Penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain.

134 KEJAHATAN PERANG Kejahatan perang adalah suatu tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum internasional, terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil. Pelaku kejahatan perang ini disebut penjahat perang. Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu negara, belum tentu bisa dianggap kejahatan perang.

135 FILSUF HAM Menurut Kant "ketika kebebasan menjadikan masyarakat berfikir sendiri dengan nalarnya, terhadap segala sesuatu yang menjadi urusannya. Tuntutan Kant menjadi prasyarat adanya kebebasan berbicara dan berpikir. Locke misalnya, konsep tentang natural rights yang menguraikan tentang rangkaian hak asasi yang merupakan hak-hak dasar seperti hak hidup, kebebasan dan kepemilikan. Jean-Jacques Rousseau ( ) mengelaborasi konsep hak asasi manusia berdasarkan pandangan tentang bagaimana penguasa menterjemahkannya dalam kebijakan yang dibuat bagi masyarakat atas dasar kontrak sosial.

136 RA KARTINI “Jiwa yang sama tak memandang warna, tak memandang pangkat dan tingkat, tetapi tangan berjabat dalam hal apapun jua” “Aku yakin orang-orang tidak akan memberikan seperempat perhatian mereka pada kami (seandainya kami tidak) memakai kebaya dan sarung, melainkan gaun, (seandainya) selain nama jawa kami, kami punya nama Belanda.

137 SOEKARNO “Diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak, diberi pegangan atau tidak diberi pegangan, diberi penguat atau tidak diberi penguat, tiap-tiap makhluk, tiap umat, tiap-tiap bangsa, tidak boleh tidak pada akhirnya berbangkit, pada akhirnya bangun, pada akhirnya menggerakkan tenaganya, kalau ia sudah terlalu sekali merasakan teraniaya oleh suatu daya angkara murka”.

138 HAM HAK HUKUM HAK MORAL "Hak" didefinisikan sebagai jenis pengaturan kelembagaan di mana kepentingan individu dijamin berdasarkan hukum, setiap dampak atas pilihan individu juga dijamin oleh hukum, atau barang dan kesempatan yang diberikan kepada individu didasarkan pada hukum yang berlaku. Ukuran yang dimaksud dengan "benar menjadi lebih jelas yaitu dengan mengacu kepada aturan perundang-undangan yang berlaku. hak moral adalah bahwa sesuatu dianggap sebagai "benar" bila dilihat sebagai pembenaran etis untuk menyiapkan, menjaga, dan menghormati perlindungan individu. Sesuatu dianggap sebagai "benar" bila dilihat sebagai pembenaran etis untuk menyiapkan, menjaga, dan menghormati perlindungan individu.Pendekatan hak moral adalah pemahaman rasionalis hak, di mana hak dianggap jelas dengan sendirinya oleh setiap individu karena berdasarkan nuraninya.

139 HAM Kekuasaan Kebebasan Immunitas Hak Minoritas

140 HAM NEGARA VS INDIVIDU Vertikal effect Horizontal Effect Adanya kewajiban negara untuk memastikan perlindungan dan pemenuham HAM bagi setiap warga negaranya. Dalam hal ini pihak negara harus memastikan adanya perlindungan individu dari pelanggaran HAM oleh individu lainnya.

141 Hak kesamaan  dalam kebebasan dan martabat.
Hak untuk bebas dari diskriminasi. Hak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai pribadi. Hak untuk bebas dari perbudakan dan perhambaan. Hak untuk bebas dari tindak penyiksaan dan hukuman yang tidak manusiawi. Hak pengakuan sebagai seorang pribadi di muka hukum di mana saja berada. Hak mendapatkan persamaan di muka hukum dan perlindungan tanpa diskriminasi. Hak mendapatkan pengadilan dalam pengadilan nasional yang kompeten.

142 Tidak seorangpun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang.
Hak atas peradilan yang adil dan terbuka, tanpa diskriminatif. Hak atas praduga tak bersalah, sampai kesalahannya terbukti. Hak privasi, hak untuk bebas dari intervensi urusan pribadi, keluarga, rumah tangga dan korespondensi. Hak atas kebebasan bergerak dan tinggal di dalam batas-btas setiap negara. Hak untuk mencari dan menikmati suaka politik di negeri lain dan mendapat perlindungan darinya. Hak atas suatu kewarganegaraan, hak bebas berganti kewarganegaraannya dan tak seorang pun boleh semena-mena mencabutnya.

143 Hak untuk menikah dan membentuk keluarga; pernikahan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan kedua mempelai. Keluarga itu kesatuan kodrati yang merupakan dasar hidup bermasyarakat dan mendapat perlindungan.Hak untuk memiliki harta baik secara pribadi maupun bersama, dan tidak boleh dirampas dengan semena-mena. Kebebasan berfikir, hati nurani dan beragama dan bebas berganti agama. Kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat tanpa gangguan, mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran lewat media. Kebebasan berkumpul dan berserikat dengan tujuan damai, dan tak seorangpun dapat dipaksa untuk ikut suatu perkumpulan. Hak berpartisipasi dalam pemerintahan negara; kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintahan. Kehendak itu nyata dalam pemilu. Hak atas jaminan sosial, hak terlaksana hak-hak ekonomi, sosial dan budaya demi pertumbuhan martabatnya. Hak untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan yang adil, dan bebas memasuki serikat kerja.

144 Hak untuk beristirahat, libur dalam rangka kerja, pembatasan jam kerja, libur berkala dengan tetap menerima gaji. Hak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Hak atas pendidikan, yang mengarahkan ke penghargaan Hak-hak Asasi Manusia dan kebebasan fundamental, sehingga terjadi saling pengertian, toleransi dan persaudaraan antar bangsa, kelompok, agama. Dengan demikian damai akan terpelihara. Hak ikutserta dalam kehidupan budaya masyarakat, dan perlindungan karya ilmiah, sastra atau seni yang diciptakannya. Hak atas tatanan sosial dan internasional, sehingga hak-hak asasi dihargai. Kewajiban terhadap masyarakat, dapat mengembangkan kepribdiannya dengan bebas dan penuh; dan respek terhadap hak-hak asasi. Hak dan kebebasan dalam Pernyataan ini tak boleh dirusak.

145 To take steps (Mengambil langkah-langkah) adalah suatu cara yang diambil, terutama sebagai titik berangkat memulai suatu rentetan tindakan. To guarantee (Menjamin) adalah menanggapi pemenuhan yang sepantasnya dari sesuatu, untuk mengemukakan bahwa sesuatu telah terjadi atau akan terjadi. To ensure (Meyakini) adalah memastikan bahwa sesuatu akan terjadi, memberikan sesuatu bagi atau untuk orang-orang. To recognize (Mengakui) artinya mengakui keabsahan atau kemurnian watak, atau klaim, atau eksistensi, dari memberikan perhatian dan pertimbangan, menemukan atau menyadari watak dari, memperlakukan sebagai, mengakui, menyadari, atau mengakui bahwa.

146 To Respect or To have respect (Menghormati)
To Respect or To have respect (Menghormati) atau memberikan penghormatan adalah memberikan perhatian kepada sesuatu. To Undertake (Berusaha) artinya komitmen diri sendiri untuk melakukan, menjadikan diri seorang yang bertanggungjawab atas, terlibat dalam, masuk ke dalam menerima sebagai kewajiban, berjanji untuk melakukan. To Promote (Meningkatkan) berarti memajukan, menolong memajukan, menggalakkan, mendukung dengan aktif.

147 Karakteristik HAM 1. Bersifat Universal dan tidak dapat dicabut
Pada dasarnya hak asasi manusia itu inherent bagi semua manusia dalam pengertian bahwa hak ini dimiliki oleh setiap manusia dan melekat padanya (bukan merupakan hak yang diberikan atau hadiah). Disamping itu hak ini sering dinyatakan inalienable atau tidak dapat dikesampingkan (walaupun dengan aturan hukum tertentu).

148 2. Saling bergantung dan berkaitan satu sama lain (interdependence and interrelatedness)
Pemenuhan suatu hak tertentu kadangkala bergantung pada adanya pemenuhan hak lainnya. hak atas kebebasan berpendapat dengan hak atas upah yang layak, hak atas pendidikan dengan hak untuk memperoleh informasi, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, tidaklah dapat dinyatakan bahwa pemenuhan satu hak menjadi lebih penting daripada pemenuhan hak lainnya karena satu dan yang lairsaling berkaitan.

149 3. Persamaan dan tanpa diskriminasi (equality dan nondiskrimination )
Dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat dunia, setiap individu pada dasarnya sederajat. Oleh karenanya keberlakuan yang sama bagi setiap orang atas hak asasi manusia. Setiap individu berhak sepenuhnya atas hak-haknya tanpa adanya perbedaan dengan alasan apapun, seperti warna kulit, jenis kelamin, etnis, usia, bahasa, agama, pandangan politik, kewarganegaraan, latar belakang sosial, kecacatan, atau alasan perbedaan lainnya.

150 4. Tidak dapat dibagi (indivisibility)
Hak asasi manusia secara teoretis memang terbagi dalam berbagai jenis hak seperti hak sipil, hak politik, hak sosial, hak budaya, atau hak ekonomi. Akan tetapi dalam implementasinya semua hak itu inheren dan menyatu dalam harkat-martabat manusia. Konsekuensi logis dari pemikiran ini adalah semua orang memiliki status hak yang sama dan sederajat, tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan tingkatan hirarkis. Pelanggaran atau tidak terpenuhinya pada satu hak akan berdampak pula pada pelanggaran atau tidak terpenuhinya hak lainnya

151 5. Turut berpartisipasi dan berperan aktif
Setiap individu adalah bagian dari seluruh anggota masyarakat berhak untuk turut berpartisipasi dan berperan aktif serta berkontribusi dalam perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia baik bagi diri sendiri maupun perlindungan dan pemenuhan ham bagi orang lain. Setiap anggota masyarakat juga dapat berkontribusi dalam pembangunan dan berbagai upaya pemenuhan baik hak sipil, hak politik,ekonomi, sosial, budaya, dan demi perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar.

152 6. Akuntabilitas dan penegakan hukum ( accountability dan rule of law)
Negara dan lembaga lainnya sebagai pemangku kewajiban bertanggung jawab untuk mentaati hak asasi manusia. Hal itu merupakan kewajiban negara dengan alat-alat kekuasaannya untuk memenuhi dan melindunginya dan bukan kewajiban individu. Mereka harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang tercantum di dalam instrumen hak asasi manusia. Seandainya terdapat kegagalan dalam upaya pelaksanaan tanggung jawabnya, pihak - pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan secara layak dan penyelesaian yang adil sesuai prosedur hukum yang berlaku.

153 Relatifitas HAM Dalam universalisme, individu adalah sebuah unit sosial yang memiliki hak-hak yang tidak dapat dipungkiri, dan diarahkan pada pemenuhan kepentingan pribadi. Dalam model relatifisme budaya, suatu komonitas, adalah suatu unit sosial, dalam hal ini tidak dikenal seperti individualism, kebebasan memilih dan persamaan. Dalam konteks ini yang diakui adalah kepentingan komunitas yang menjadi prioritas utama.

154 HAM Dalam nilai ADAT Bugis-Makasar : “seddimi tau, ruppanami maega (Bugis), se’re ji tau, rupannaji jai (Makassar)”. Maksud dari konsep tersebut membawa kita kepada pemahaman bahwa sesungguhnya semua manusia adalah satu, meskipun secara fisik manusia itu berbeda. “luka taro datu, telluka taro ade’. Luka taro ade’, telluka taro anang. Luka taro anang, telluka tau maEga (batal ketetapan raja, tidak batal ketetapan pemangku adat. Batal ketetapan pemangku adat, tidak batal ketetapan para kepala keluarga. Batal ketetapan para kepala keluarga, tidak batal ketetapan orang banyak)”.

155 Minangkabau: “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato, Adat Mamakai, Alam Takambang jadi Guru”. Falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah merupakan hasil kesepakatan (Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam) Bali : Noronga' uchu gawoni, noro' uchu geo, alisi tafa daya-daya, hulu ta farwolo-wolo (berat sam dipikul, ringan sama dijinjing) kata orang Nias. Sigilik seguluk selunglung sebayantaka (susah senang kita harus sama-sama).

156 Hak ATAS keadilan Eva Achjani Zulfa

157 Pelanggaran HAM IUS UBI IBI REMEDIUM

158 Instrumen Hukum dan HAM
Instrumen Internasional Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Instrumen Nasional Pasal 28 A; 28 D ayat (1); Pasal 28 G; Pasal 28 I; Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen kedua tahun 2000; Pasal 3 ayat (2) (3), Pasal 4; Pasal 18 ayat (1); Pasal 30; Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 ayat (1) (2); Pasal 34; Pasal 36 ayat (1) (2)Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi atas Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia; Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia; Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman; Pasal 6; Pasal 7; Pasal 10; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil, Dan Politik). Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

159 Hak atas Peradilan Yang Adil Due Process Of Law
constitutional guaranty… that no person will be deprived of life, liberty or property for reason that are arbitrary… Protect the citizen against arbitrary actions of the government (Tobias & Peterson) Magna Charta (1215) menyatakan perlunya suatu proses hukum yang adil yang bukan hanya secara keliru dikaitkan dengan adanya peraturan perundang-undangan, mekanisme yang ditetapkan dalam hukum acara pidana yang menjamin adanya suatu proses hukum yang adil, akan tetapi lebih penting adalah bagaimana perilaku para pelaksana di lapangan sehingga mekanisme yang telah ditetapkan secara formal dalam peraturan perundang-undangan tidak menjadi suatu hal yang percuma

160 HAM dalam Sistem Peradilan Pidana
Hak Tersangka Hak Terdakwa Hak Terpidana Hak Saksi/Korban

161 Perlakuan yang Sama di muka Hukum Tanpa Diskriminasi Apapun
“segala bentuk perbedaan, pengecualian, pembatasan atau pilihan yang berdasarkan pada ras, warna kulit, keturunan, atau asal negara atau bangsa yang memiliki tujuan atau pengaruh menghilangkan atau merusak pengakuan, kesenangan atau pelaksanaan pada dasar persamaan, hak asasi manusia dan kebebasan yang hakiki di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan bidang lain dari kehidupan masyarakat”

162 …..lanjutan Tidak hanya terkait dengan perbedaan kedudukan dan kekayaan, tapi juga “race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status” Dalam melindungi dan melayani masyarakat, polisi tidak boleh melakukan diskriminasi secara tidak sah berdasarkan ras, gender, agama, bahasa, warna kulit, pandangan politik, asal kebangsaan, kekayaan, kelahiran atau status lainnya (UDHR, Pasal 2; ICCPR, Pasal 2 dan 3, CERD, Pasal 2 dan 5) Harus dianggap tidak melakukan diskriminasi secara tidak sah bagi polisi untuk memberlakukan langkah-langkah khusus tertentu yang dirancang untuk menangani status dan kebutuhan khusus dari perempuan (termasuk perempuan hamil dan ibu yang baru melahirkan), anak-anak, orang sakit, orang tua dan lain-lain yang membutuhkan perlakuan khusus sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional

163 Pasal 5 Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
“Negara-negara peserta melarang dan menghapuskan segala bentuk diskriminasi ras dan menjamin hak bagi setiap orang, tanpa melihat ras, warna kulit, atau asal bangsa atau suku, untuk diperlakukan sama di dalam hukum, khususnya dalam menikmati hak-hak di bawah ini: hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum, pengadilan dan di hadapan badan-badan administratif keadilan lainnya hak untuk rasa aman dan perlindungan dari negara terhadap kekerasan atau kerusakan fisik, baik yang disebabkan oleh aparatur pemerintah atau oleh perorangan, kelompok, atau lembaga tertentu”.

164 Praduga Tidak Bersalah
Pasal 8 Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU Nomor 4 Tahun 2004); Tidak disebut secara tegas dalam UU Nomor 8 Tahun 1981, dan dapat ditafsirkan dari: Pasal 66 “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian” Mengandung asas utama perlindungan hak warga negara melalui proses hukum yang adil yang mencakup sekurang-kurangnya: Perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara (penegak hukum); Pengadilanl ah yang berhak menentukan salah tidaknya tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana; Menentukan salah atau tidaknya seseorang dilakukan dalam sidang pengadilan yang harus terbuka (tidak boleh dirahasiakan); tersangka atau terdakwa diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya

165 Hak ini mengandung dua asas:
Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti kerugian dan rehabilitasi), dan penghukuman bagi aparat yang menegakkan hukum dengan cara yang melanggar hukum Hak ini mengandung dua asas: pertama, hak warga negara untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk ganti kerugian (uang) dan rehabilitasi (pemulihan nama); kedua, kewajiban dari pejabat penegak hukum untuk mempertanggungjawabkan perilakunya dalam melaksanakan penegakan hukum, dengan tidak membebankan keseluruhan tanggungjawab kepada Negara.

166 …..lanjutan Jaminan akan hal tersebut tertuang di dalam:
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 9 ayat (1) menyatakan “ Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi”. Pasal 9 ayat (2) dengan tegas menyatakan “pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dipidana”. Artinya setiap pejabat yang telah menangkap, menahan, menuntut dan mengadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan, maka pejabat tersebut dapat dipidana. Praperadilan Pasal 77 – Pasal 83 UU Nomor 8 Tahun 1981 Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Pasal 95-Pasal 97 UU Nomor 8 Tahun 1981 dan PP Nomor 27 Tahun 1983 Pasal 7 – Pasal 15

167 Hak untuk mendapat Bantuan Hukum
Sebagai konsekwensi dari tiga asas sebelumnya, maka harus terdapat “equality of arms” Karena dalam pengumpulan bukti, Kepolisian dan Kejaksaan (negara) mempunyai kesempatan yang lebih besar dibanding dengan kesempatan yang dimiliki tersangka dan terdakwa (disadvantage), apalagi bilamana tersangka atau terdakwa dalam posisi ditahan. Maka, akan terjadi ketidak seimbangan dalam persoalan “kemampuan hukum” (pengetahuan hukum tertuju pada kasus yang terjadi) dan “jangkauan dan penjelajahan” bukti antara tersangka dan terdakwa dibanding dengan kepolisian (penyidik)dan kejaksaan (penuntut umum).   Secara psikologis, tersangka atau terdakwa adalah pihak yang dalam posisi “lemah” saat berhadapan dengan kepolisian, kejaksaan dan hakim untuk itu perlu adanya kehadiran pendamping.

168 …..lanjutan Hingga saat sekarang proses pemeriksaan masih merupakan “area” yang rawan untuk terjadinya pemaksaan (dengan kekerasan, ancaman kekerasan, pemerasan) karena yang dijadikan target oleh penyidik adalah pengakuan dan bukan keterangan tersangka. Untuk itu diperlukan adanya kehadiran pendamping yang tidak harus namun lebih baik penasihat hukum dan berposisi bebas (an independent legal profession) artinya tidak ber”kongkalikong” atau ber “kolaborasi” dengan penegak hukum dan tidak perlu takut apabila membela klien yang tidak disukai oleh masyarakat atau negara sekalipun.

169 Hak kehadiran tersangka di muka pengadilan (ketika mengajukan pra-peradilan).
Tidak menutup kemungkinan kesalahan juga terjadi di dalam lembaga peradilan khususnya pada proses awal pemeriksaan, yaitu dalam tahap penyelidikan dan penyidikan dan lebih khusus lagi dalam hal pelaksanaan upaya paksa. Prinsip secara universal menyatakan bahwa Pengadilan tidak dapat memeriksa suatu perkara tindak pidana apabila terdakwa tidak dapat dihadirkan oleh jaksa. Betapapun kuatnya bukti yang dimiliki oleh polisi dan jaksa, akan tetapi mengetahui sisi lain perkara dari pihak terdakwa dengan cara didengar dan turut menjadi pertimbangan dalam memutuskan harus dilakukan. Melanjutkan pemeriksaan perkara tanpa kehadiran dari terdakwa telah terjadi pelanggaran “hak terdakwa untuk membela diri” dan “asas praduga tidak bersalah”.

170 Praperadilan sebagai lembaga koreksi
Lembaga koreksi menjadi hal yang penting guna melindungi hak-hak khususnya tersangka yang memang diposisikan sebagai pihak yang lemah dan rentan terhadap pelanggaran HAM. Lembaga pra peradilan merupakan lembaga yang memiliki andil dalam melakukan koreksi ini. Hal yang mendasari: Pertama, peradilan sebagai suatu sistem (Sistem Peradilan Pidana), maka hal yang pasti harus ada dan melekat di dalamnya adalah adanya menejemen dan pengawasan yang di dalamnya memuat penilaian, di dalam sistem tersebut. Tujuan keberadaannya yang paling mendasar adalah agar sistem bekerja atau berjalan tidak menyimpang dari tujuan dibuatnya sistem; Kedua, penegakan hukum, khususnya hukum pidana, membawa dua sisi yang kontradiktif dalam pelaksanaannya. Sisi yang satu adalah diharapkan akan membawa pada kesejahteraan masyarakat – kesejahteraan sosial – (ketentraman, kedamaian). Sisi yang lainnya adalah pelanggaran (walaupun dalam nilai yang legal) terhadap hak asasi manusia (HAM), karena dikurangkan atau dihilangkan kebebasan untuk bergerak, kehormatan dan nama baiknya serta menikmati harta. Praperadilan juga merupakan sarana melakukan pengawasan dan penilaian atas jalannya SPP

171 Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana
Adanya dua persoalan yang penting, yaitu: Pertama, adanya peradilan yang bebas dari pengaruh apapun (independent judiciary); Kedua, proses peradilan pidana harus dilakukan secara cepat dan sederhana (speedy trial).

172 peradilan yang bebas dari pengaruh apapun (independent judiciary);
Kebebasan peradilan yang dalam hal ini menyangkut keseluruhan sub sistem dalam peradilan pidana adalah titik pusat dari konsep negara hukum yang menganut paham “rule of law”, di mana hukum ditegakkan dengan secara tidak memihak (impartial), baik terhadap tersangka/terdakwa/pelaku, Jaksa Penuntut Umum dan korban (masyarakat). Peradilan yang bebas tidak akan mengijinkan bahwa seseorang telah “dianggap bersalah” sebelum adanya pembuktian yang kuat tentang hal itu. Tidak akan mengijinkan adanya “show trials” di mana terdakwa tidak diberikan atau dikurangi kesempatan yang layak untuk membela diri secara maksimal. Sehingga pembatasan waktu persidangan dengan mematok sekian hari, adalah salah satu bentuk pengingkaran terhadap upaya hukum untuk mencari kebenaran materiil. Tidak hanya merugikan terdakwa namun juga merugikan hakim dan terutama adalah merugikan hukum.

173 proses peradilan pidana harus dilakukan secara cepat dan sederhana (speedy trial).
Dalam proses awal dari sistem peradilan pidana yang cepat dan sederhana merupakan tuntutan yang logis dari setiap tersangka, apalagi dirinya dalam tahanan. Dengan mengingat pada: Atas setiap waktu pengurangan kebebasan tersangka atau terdakwa harus dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya demi kepentingan penyelesaian perkaranya Pasal 24(3), Pasal 25 (3), Pasal 26 (3), Pasal 27 (3), Pasal 28 (3), Pasal 29 (5) “ …tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhirnya waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi” Pasal 29 (4) ”Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat tersebut pada ayat 3 dilakukan secara bertahap dan dengan penuh tanggungjawab” Pasal 50 “Hak tersangka untuk segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya diajukan kepada penuntut umum, dan kemudian segera pula diadili oleh pengadilan” Pasal 52 “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim”

174 Peradilan yang terbuka untuk umum
Dimaksudkan adalah adanya “public hearing” dan dimaksudkan untuk mencegah adanya “secret hearings”, di mana masyarakat tidak dapat berkesempatan untuk mengawasi apakah pengadilan telah secara seksama melindungi hak terdakwa dan dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ada (hukum beracara). Asas ini tidak dimaksudkan untuk diartikan peradilan merupakan suatu “show case” atau dimaksudkan sebagai “instrument of deterence” baik dengan cara mempermalukan terdakwa (prevensi khusus) atau untuk menakut-nakuti masyarakat atau “potential offenders” (prevensi umum).

175 Pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan ) – individual freedom of the citizen – harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis); Pelanggaran atas hak-hak individu (upaya paksa) Hak-hak individu hanya dapat dilanggar berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan oleh pejabat negara yang ditentukan dalam undang-undang. Terkait dengan proses pra ajudikasi maka upaya paksa yang dimiliki oleh kepolisian sebagai sub sistem peradilan pidana kerap bersinggungan dengan hak – hak individu Upaya paksa yang lazimnya dilakukan oleh polisi dalam kerangka penanggulangan kejahatan meliputi penangkapan, penahanan (sementara), penggeledahan dan penyitaan.

176 …..Lanjutan Cara-cara yang kejam biasanya digunakan oleh aparat untuk memperoleh informasi atau pengakuan, mengkhianati teman, ataupun menyebarluaskan rasa takut untuk mencegah meluasnya oposisi politik Penyiksaan harus dimengerti dalam konteks struktural, khususnya struktur kekuasaan. Terdapat dua motif dasar aparat negara yang dibangun berlandaskan kekuasaan dan bukan kedaulatan dalam melakukan penyiksaan: Pertama, mengatasi perlawanan; Kedua, membangun kepatuhan pada masyarakat. Hal tersebut kemudian mendorong diratifikasinya Konvensi Anti Penyiksaan. Sejak 28 September 1998, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998. Pasal 5 DUHAM “Tidak seorang pun dapat dijadikan sasaran penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi” Pasal 9 DUHAM “Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan, atau dibuang dengan sewenang-wenang” Pasal 7 Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik “Tidak seorangpun boleh dikenakan penganiayaan atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, atau hukuman yang merendahkan harkatnya”

177 Penangkapan tindakan menahan seseorang atas dugaan perbuatan pelanggaran hukum, oleh aparat yang berwenang. suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu atas kebebasan tersangka atau terdakwa -apabila terdapat cukup bukti- guna kepentingan penyidikan, atau penuntutan, dan atau peradilan, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir 20 KUHAP).

178 Prinsip Dasar Kebebasan individu merupakan salah satu prinsip dasar HAM. Karenanya, pengurangan atau pencabutan kebebasan individu merupakan hal yang sangat serius dan hanya dapat dibenarkan apabila hal tersebut dilakukan berdasarkan hukum dan memang diperlukan. Beberapa Instrumen Internasional tentang Kebebasan Individu Pasal 9 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang berbunyi : Tidak seorangpun dapat ditangkap, ditahan atau diasingkan secara sewenang-wenang. - Pasal 9 paragraf 1, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik : Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorangpun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang. Tidak seorangpun dapat dirampas kebebasannya, kecuali berdasarkan atau sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan hukum.

179 Prosedur Dasar yang harus diikuti berdasarkan Instrumen Internasional
Setiap penangkapan harus dilakukan sesuai hukum dan oleh petugas/orang-orang yang berwenang. Setiap orang yang ditangkap harus diberitahukan mengenai alasan-alasannya pada saat penangkapan, dan harus sesegera mungkin diberitahu mengenai tuduhan yang dikenakan terhadapnya Harus dibuat catatan mengenai alasan penangkapan; waktu penangkapan, kedatangan di tempat penahanan dan kehadiran pertama di depan pengadilan atau aparat lain; identitas petugas penegak hukum; dan informasi yang jelas tentang tempat penahanan

180 Orang-orang yang ditangkap harus diberi informasi dan penjelasan mengenai hak-hak mereka dan bagaimana memanfaatkan hak-hak tersebut Setiap orang yang ditangkap atau ditahan atas suatu tuduhan kejahatan harus segera dihadapkan ke depan hakim atau pejabat lain yang diberi kewenangan oleh hukum untuk menjalankan kekuasaan peradilan, dan berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar, atau dibebaskan.

181 Standar yang berlaku dalam Perundang-undangan
Prinsip-prinsip berdasarkan Instrumen Internasional tersebut di atas pada dasarnya telah dirumuskan secara jelas di dalam KUHAP. Namun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penangkapan ini adalah: 1. Memberikan perlindungan hukum kepada setiap orang yang melaporkan dan mengadukan tentang adanya tindak pidana termasuk kepada orang yang dilaporkan dan diadukan; 2. Melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dengan tidak sewenang-wenang dan didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, memperlihatkan surat tugas dan surat perintah penagkapan kepada tersangka kecuali dalam hal tertangkap tangan (pasal 18 KUHAP) 3. Memberitahukan kepada setiap orang yang ditangkap mengenai waktu, tempat dan jenis sangkaan (pasal 18 KUHAP)

182 Perlindungan Tambahan
Aparat harus sesegera mungkin memutuskan tanpa penundaan mengenai keabsahan dan perlunya penahanan. Tidak seorangpun dapat ditahan selama menunggu penyelidikan atau persidangan, kecuali berdasarkan perintah tertulis dari aparat tersebut. Orang yang ditahan, apabila dibawa ke depan aparat tersebut, harus mempunyai hak untuk membuat pernyataan mengenai perlakuan yang ia terima selama penahanan (Prinsip 37 dari Kumpulan Prinsip-prinsip Perlindungan bagi Semua Orang dalam Segala Bentuk Penahanan atau pemenjaraan).

183 Penahanan Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapan, dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang. (Pasal 1 butir 21 KUHAP) Pada umumnya, berbagai instrumen HAM internasional maupun sistem hukum nasional membedakan antara “tahanan” dan “narapidana”. Seorang tahanan adalah orang yang dirampas kebebasan pribadinya, tetapi belum dinyatakan bersalah atas suatu pelanggaran hukum. Sedangkan narapidana adalah orang yang dirampas kebebasannya karena telah terbukti bersalah.

184 Prinsip Dasar Pada dasarnya, sebagian besar prinsip dasar mengenai penangkapan berkaitan erat dan termasuk kedalam prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan penahanan. Dalam kerangka pelaksanaan tugas ini, maka tindak kekerasan sangat mungkin terjadi. Arti kekerasan dalam hal ini dikaitkan dengan penyiksaan, yaitu segala tindakan yang mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan yang berat, baik secara fisik maupun mental, yang dilakukan oleh/atas dorongan/dengan persetujuan nyata/persetujuan diam-diam dari pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia, Pasal 1).

185 …..lanjutan Ketentuan umum tentang perlakuan yang manusiawi bagi para tahanan mengharuskan : Semua orang yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri manusia;

186 ……lanjutan Seorang tersangka harus dipisahkan dari orang-orang yang telah terbukti bersalah dan diberikan perlakuan yang sesuai dengan statusnya sebagai orang yang belum terbukti bersalah. Prinsip lain yang perlu diperhatikan adalah hal yang berkaitan dengan perlakuan terhadap tahanan selama proses penahanan berlangsung, meliputi larangan penyiksaan, perlakuan yang tidak manusiawi dan perlakuan khusus terhadap tahanan wanita dan anak-anak.

187 ….lanjutan Kumpulan Prinsip-Prinsip tentang Perlindungan Semua Orang dari Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan mempunyai relevansi langsung dengan petugas polisi menentukan bahwa terdapat hak-hak yang dimiliki oleh para tahanan yang meliputi : Pengawasan pengadilan terhadap para tahanan (Prinsip 4, 11, dan 37); Para tahanan berhak untuk mendapatkan penasihat hukum (Prinsip 11,15,17, dan 18); Para tahanan berhak untuk berkomunikasi dan melakukan kontak rutin dengan keluarganya (Prinsip 15, 16, 19, dan 20); Pengawasan medis yang memadai bagi para tahanan (Prinsip 24 dan 26); Membuat catatan mengenai keadaan penangkapan dan penahanan (Prinsip 12); Mencatat rincian keadaan setiap interogasi (Prinsip 23).

188 KUHAP sebagai ketentuan perundang-undangan tentang tatacara peradilan pidana memberikan panduan agar aparat dalam melakukan penahanan: Melakukannya hanya terhadap tersangka yang telah diduga keras melakukan tindak pidana, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, dalam hal/keadaan yang menimbulkan persangkaan bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana (Pasal 21 KUHAP); Memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan padanya serta tempat dimana ia ditahan dan memberitahukan tembusan surat tersebut kepada keluarga atau penasihat hukumnya (Pasal 21 KUHAP);

189 …..lanjutan Hanya dilakukan kepada tersangka yang diduga melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau tindak pidana tertentu (yang diatur secara khusus) (Pasal 21 KUHAP); Memberikan hak-hak tertentu kepada orang yang ditahan sesuai dengan ketentuan undang-undang seperti: Mendapat perawatan kesehatan (Pasal 58); Menerima kunjungan rohaniawan (pasal 63); Bertemu keluarga atau penasihat hukumnya (Pasal 60); Memperhatikan asas praduga tak bersalah.

190 Penahanan terhadap Tersangka Anak-Anak
Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perlindungan Anak-Anak yang Dirampas Kebebasannya menjamin bahwa perampasan kebebasan dan penahanan anak dalam penjara hanya dilakukan bila perlu saja; dan bahwa anak-anak yang ditahan tersebut harus diperlakukan secara manusiawi sesuai dengan status mereka sebagai anak-anak, dan dengan menghormati hak asasi manusia mereka. Ketentuan Bagian III dari peraturan ini mempunyai relevansi yang paling dekat dengan petugas polisi yaitu menekankan asas praduga tak bersalah dan perlakuan khusus yang melekat pada status tersebut (Peraturan 17 dan 18).

191 Penahanan terhadap Kelompok Rentan
Prinsip-Prinsip tentang Perlindungan Semua Orang dalam Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan menetapkan bahwa prinsip-prinsip ini harus diterapkan tanpa pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, dan lain-lain. Namun demikian, tindakan-tindakan yang diterapkan berdasarkan hukum dan dirancang khusus untuk melindungi hak-hak dan status khusus perempuan, terutama perempuan hamil atau menyusui, tidak boleh dipandang sebagai diskriminatif.

192 Hak atas penangguhan penahanan
tersangka/terdakwa dapat meminta penangguhan penahanan. Meskipun dalam implementasi hak ini sering digunakan oleh orang-orang berkonflik dengan hukum sebagai alasan untuk menunda proses peradilan, namun secara yuridis penangguhan penahanan diperbolehkan. Hak ini merupakan salah satu hak tersangka/terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 31 KUHAP yang menyatakan “atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai kewenangannya masing-masing, dapat mengadakan Penangguhan Penahanan dengan atau tanpa jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan”.

193 Penyitaan dan Penggeledahan
Penyitaan berarti serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Penggeledahan adalah mencari dengan memperhatikan secara cermat/memeriksa sasaran dengan ketat.

194 ……lanjutan Dalam terminologi KUHAP, penggeledahan dibagi dalam dua pengertian, yaitu: penggeledahan rumah Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan, dan atau penangkapan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir 17 KUHAP).

195 …..lanjutan penggeledahan badan.
penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka, untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta; untuk kemudian disita. Oleh karenanya suatu penggeledahan merupakan suatu penyerangan atau invasi terhadap privasi seseorang.

196 Prinsip Dasar Prinsip dasar yang harus diperhatikan adalah perlakuan pemeriksaan badan atau pakaian seorang tahanan yang berjenis kelamin perempuan. Prinsip-Prinsip tentang Perlindungan Semua Orang dalam Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan diterapkan berdasarkan hukum dan dirancang khusus untuk melindungi hak-hak dan status khusus perempuan, terutama perempuan hamil atau menyusui. Berkaitan dengan pengawasan dan proses interograsipun, sedapat mungkin hukum nasional mengharuskan penggeledahan para tahanan untuk dilakukan oleh orang-orang dengan jenis kelamin yang sama dengan tahanan

197 Prosedur Menurut KUHAP
KUHAP mengatur bahwa petugas dalam melakukan penggeledahan: Harus dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat (Pasal 33 KUHAP) kecuali dalam keadaan mendesak dan sangat perlu (Pasal 34 KUHAP); Dalam melakukan penggeledahan harus disaksikan oleh ketua lingkungan dengan 2 (dua) orang saksi (Pasal 33 KUHAP); Harus dibuat berita acara yang tembusannya disampaikan kepada pemilik rumah; Penggeledahan pada saat penangkapan, petugas hanya berwenang menggeledah pakaian termasuk benda yang dibawanya serta, apabila terdapat dugaan keras dengan alasan yang cukup bahwa pada tersangka tersebut terdapat benda yang dapat disita (Pasal 37)

198 …..lanjutan Dalam melakukan penyitaan:
Melakukan penyitaan dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat kecuali dalam keadaan mendesak dan sangat perlu (Pasal 38 KUHAP); Yang dapat disita hanyalah benda-benda hasil tindak pidana, yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, atau yang berhubungan dengan tindak pidana (Pasal 39 KUHAP); Benda hasil sitaan dikembalikan kepada yang berhak setelah tindak pidana diputus kecuali bila putusan hakim menyatakan lain (Pasal 39).

199 Hak seorang tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan terhadapnya
Merupakan unsur dasar dalam hak warga negara atas “liberty and security”, yang menurut Paul Sieghart adalah: “no one shall be arrested or detained except on grounds, and by procedures, established by law”; “when anyone is arrested, he must be told why” “he must then be brought promptly before a judicial officer” “and either released or tried within a reasonable time” “he must always be entitled to test the legality of his detention by proceedings before a court”

200 …..lanjutan Asas tsb. di atas merupakan bagian pemahaman yang benar tentang “due process of law”, di mana salah satu unsurnya adalah “tersangka dan terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya” Untuk itu saat diperiksa oleh penyidik harus diberitahu dengan jelas alasan mengapa ia ditangkap Penasihat hukum diberikan hak untuk mempelajari berkas perkara yang disusun penyidik sebelum diajukan ke jaksa penuntut umum

201 Fair Trial

202 Administrasi Penanganan Perkara
Hak untuk diadili oleh pengadilan yang berwenang, bebas dan tidak memihak - Hak terdakwa untuk diadili oleh pengadilan yang berwenang, bebas dan tidak memihak; Kemandirian Hakim; Administrasi Penanganan Perkara

203 PRADUGA TAK BERSALAH Pasal 10 DUHAM
Basic Principles on the Independence Judiciary (Resolusi PBB Majelis Umum PBB 40/32 tanggal 29 Nopember 1985 dan 40/16 tanggal 13 Desember 1985) Prinsip 10 dari Guidelines on the Role of Prosecution Pasal 1 UU No.4 tahun 2004 dan Pasal 17 UU No.39 tahun 1999.

204 Hak Terdakwa untuk didengar keterangannya dimuka Pengadilan
Pasal 10 DUHAM, Pasal 14 ayat 1 ICCPR; Pasal 64 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (1) ICC. Pasal 52 dan pasal 153 ayat (2) b KUHAP dan Pasal 18 UU 39 tahun 1999.

205 Hak Untuk Membela Diri Hak untuk membela diri
a. Hak untuk hadir dalam sidang pengadilan b. Hak untuk diberi waktu dan fasilitas yang memadai untuk mempersiapkan pembuktian. c. Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum d. Hak untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan e. Hak untuk memperoleh penerjemah

206 Hak Terdakwa untuk didengar keterangannya dimuka Pengadilan
Penting untuk menunjang hak-hak lainnya seperti: hak untuk membela diri bagi seorang terdakwa dipersidangan. hak bagi seorang terdakwa untuk tidak dinyatakan bersalah hingga terbukti bersalah (presumption of innocent) dan seseorang terdakwa tidak boleh dipaksa untuk mengaku bersalah.

207 Hak untuk hadir dalam sidang pengadilan
BEBAN PEMBUKTIAN Hak untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan

208 Untuk diberi waktu dan fasilitas yang memadai untuk mempersiapkan pembelaan
HAK UNTUK DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM KOMUNIKASI PEMBIAYAAN

209 HAK ATAS PENERJEMAH BAHASA YANG DIPAKAI
PENERJEMAH = BAGI TERDAKWA BISU/TULI ???

210 KASUS 1 Sidang lanjutan kasus tewasnya wartawan Bernas Fuad M Syafruddin alias Udin, yang berlangsung menggunakan bahasa Jawa tanpa penerjemah, Pihak penasihat hukum terdakwa pun bahkan bisa mencari tahu lebih jauh apakah ada BAP (Berita Acara Pemeriksaan) di tingkat penyidikan yang berlangsung serupa.  Seperti diberitakan, dalam sidang lanjutan kasus Udin hari Selasa di Pengadilan Negeri Bantul, kesaksian Ny Ponikem dan Ny Nur Sulaeman   berlangsung dalam bahasa Jawa. Meski menurut KUHAP, sidang harus dilangsungkan dalam bahasa Indonesia, nyatanya majelis hakim tidak menunjuk seorang penerjemah pun bagi kepentingan kesaksian terkait. Alhasil, tanya jawab dengan saksi dilangsungkan dalam bahasa Jawa.(Kompas, 27/8 1997)

211 Non Retro Active dan Ne bis in idem
Pasal 11 ayat (2) DUHAM; Pasal 15 ICCPR dan Pasal 22 ICC Pasal 28i UUD 1945 Amandemen II, Pasal 1 ayat (1) , Pasal 76 KUHP dan Pasal 18 ayat (2) UU No.39 tahun 1999

212 Hak atas suatu pengadilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan
Pasal 14 ayat (3) ICCPR dan Pasal 67 ICC Pasal 50 KUHAP

213 KASUS 2 Pada hari Rabu tanggal 23 Agustus 2006 pukul WIB di Jalan Rancaekek dalam wilayah Kabupaten Bandung, motor saya ditilang karena lampu belakang motor saya berwarna putih (saya beli dari dealer sudah warna putih), SIM ditahan oleh Bripka Suyatno NRP kesatuan Polda Jabar dan tertulis dalam bukti tilang waktu sidang pada Jumat tanggal 1 September 2006 bertempat di Pengadilan Negeri Bale Bandung. Pada Jumat 1 September 2006, saya datang ke Pengadilan Negeri Bale Bandung guna menghadiri sidang sesuai waktu yang telah ditentukan, tetapi pada kenyataannya, sidang tidak dapat dilaksanakan karena pengadilan belum terima berkas ditandatangani oleh Dedi Sugandi (bidang pidana bagian tilang). (sumber: Kompas, 27 Agustus 2006)

214 Hak atas pengadilan yang terbuka untuk umum
Mekanisme kontrol publik Pengecualiannya???

215 HAK UNTUK BANDING DAN KASASI
Komisi HAM PBB menggariskan setidak-tidaknya ada dua jenjang dalam sistem pengadilan yang memungkinkan pengkajian ulang atas suatu putusan dimana jenjang yang satu lebih tinggi dari yang lainnya.

216 Hak Terpidana dan Narapidana

217 Terpidana Dinyatakan bersalah secara hukum
Dianggap “sampah masyarakat” Perhatian terhadap terpidana tidak seperti pada tersangka/terdakwa

218 Terpidana Hakekatnya terpidana tetaplah seorang manusia yang padanya melekat sejumlah hak Tetapi karena telah dinyatakan bersalah secara hukum, maka ada pembatasan-pembatasan yang berlaku bagi terpidana

219 KAM (Kewajiban Asasi Manusia)
Pasal 70 UU Nomor 39 Tahun 1999 Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh UU dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

220 Instrumen HAM internasional
Universal Declaration of Human Rights; International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights; International Covenant on Civil and Political Rights; the Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners; Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment; Basic Principles for the Treatment of Prisoners; dan Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty.

221 DUHAM 1.Hak untuk diakui eksistensinya sebagai manusia di hadapan hukum 2. Hak atas persamaan di hadapan hukum dan mendapatkan perlindungan hukum tanpa diskriminasi 3. Hak untuk menuntut melalui peradilan atas setiap pelanggaran terhadap hak-hak asasinya yang dijamin oleh konstitusi atau hukum

222 ICCPR 1. Hak setiap terpidana mati dalam kasus apapun untuk meminta pengampunan 2.Hak setiap terpidana yang kehilangan kebebasannya untuk diperlakukan secara manusiawi dan dihargai kehormatannya sebagai manusia 3. Hak setiap orang untuk tidak dituntut lagi berdasarkan satu tindak pidana, bila ia telah dipidana atau dibebaskan oleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap

223 ICESCR hak untuk mendapatkan standar kehidupan yang sesuai untuk kesehatan dan kesejahteraan (termasuk di dalamnya hak atas makanan, pakaian, tempat tinggal). Di samping itu juga adanya jaminan hak atas pendidikan bagi setiap orang; jadi tidak terkecuali bagi seorang terpidana sekalipun.

224 CAT Pasal 10 ayat (1) “setiap negara pihak harus menjamin bahwa pendidikan dan informasi mengenai larangan terhadap penyiksaan seluruhnya dimasukkan dalam pelatihan bagi para petugas penegak hukum, sipil atau militer, petugas kesehatan, pejabat publik, dan orang-orang lain yang ada kaitannya dengan penahanan, interogasi, atau perlakuan terhadap setiap orang yang ditangkap, ditahan atau dipenjara.

225 …..lanjutan Pasal 11 “mewajibkan setiap negara pihak untuk senantiasa mengawasi secara sistematik peraturan-peraturan tentang interogasi, instruksi, metode, kebiasaan-kebiasaan dan peraturan untuk melakukan penahanan serta perlakuan terhadap orang-orang yang ditangkap, ditahan atau dipenjara dalam setiap wilayah kewenangan hukumnya, dengan maksud untuk mencegah terjadinya kasus penyiksaan”.

226 Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners (SMR)
Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif. Hak untuk dihargai kepercayaan dan perasaan moralnya. Hak untuk ditempatkan secara terpisah-pisah sesuai jenis kelamin, umur, catatan kriminal, dasar hukum bagi pengekangan kebebasannya dan tindakan yang dibutuhkannya. Hak untuk mendapatkan akomodasi untuk tempat tidur dan bekerja yang memenuhi persyaratan kesehatan (cukup udara, cukup penerangannya, cukup hangat, tersedia sarana sanitasi). Hak untuk memperoleh perlengkapan untuk menjaga dan merawat kebersihan tubuhnya.

227 ……lanjutan 6. Hak untuk memperoleh pakaian yang memenuhi persyaratan untuk menjaga kesehatan dan tidak merendahkan martabat kemanusiaan, apabila tidak diijinkan untuk memakai pakaiannya sendiri. 7. Hak untuk memperoleh makanan yang bergizi, sesuai untuk kesehatan dan hak untuk selalu memperoleh air minum, kapanpun ia membutuhkannya. 8. Hak untuk melakukan olah raga dan latihan fisik yang bersifat rekreasi dengan sarana yang harus disediakan. Hak untuk mendapat pelayanan medis Hak untuk tidak dijatuhi hukuman disiplin tanpa diberitahu terlebih dahulu kesalahannya dan diberi kesempatan mengajukan pembelaan.

228 …….lanjutan 16. Hak untuk mengajukan permohonan atau keluhan tanpa sensor kepada pusat lembaga penjara, lembaga yudikatif atau lembaga lain melalui saluran yang diakui. 17.Hak untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman-teman yang mempunyai nama baik secara teratur melalui surat maupun berupa kunjungan, di bawah pengawasan yang diperlukan. 18.Hak untuk secara teratur memperoleh informasi yang penting melalui surat kabar, terbitan berkala, publikasi-publikasi khusus lainnya, ceramah-ceramah atau sarana-sarana lain, dengan pengawasan dari petugas yang berwenang. 19.Hak untuk menggunakan buku-buku dari perpustakaan penjara. 20.Hak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan hal-hal yang bersifat religius dengan cara mengunjungi pelayanan yang disediakan oleh lembaga, memiliki buku-buku ketaatan religius dan instruksi dari golongan agamanya.

229 Basic Principles for the Treatment of Prisoners
Tujuan pembinaan terhadap terpidana (penjara) adalah untuk mengembalikannya ke dalam masyarakat sebagai seorang yang taat hukum, karenanya setiap terpidana berhak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang bersifat kultural dan pendidikan, yang bertujuan untuk membangun kepribadian manusia. Dalam rangka upaya pengembalian ke dalam masyarakat, juga harus diciptakan kondisi yang memungkinkan terpidana melakukan pekerjaan yang mendapat upah. Pekerjaan tersebut akan membuka jalan mereka untuk kembali ke bursa kerja, sekaligus memungkinkan untuk memberikan dukungan finansial bagi keluarganya. Di samping hak atas kegiatan yang bertujuan untuk pembinaan rohani dan peningkatan kemampuannya, terpidana juga mutlak membutuhkan akses ke pelayanan kesehatan tanpa harus dibedakan dari warga masyarakat lainnya.

230 Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty
Hanya untuk tindak pidana yang sangat serius Tidak dijatuhkan pada terpidana yang waktu melakukan tindak pidana berumur di bawah 18 tahun, wanita hamil, wanita yang baru saja melahirkan atau orang gila. Terpidana harus mempunyai hak untuk mengajukan keberatan kepada pengadilan yang lebih tinggi. Terpidana harus diberi hak untuk memohon pengampunan (pardon) atau pengurangan hukuman (commutation of sentence). Pidana harus ditunda selama keberatan atau pengampunan atas pidana mati sedang diajukan Harus dilakukan dengan cara yang paling tidak menderitakan

231 Instrumen Nasional Ketentuan mengenai sanksi pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); UU RI No. 22 tahun tentang Grasi UU Nomor 8 Tahun 1981 – KUHAP – , bab XX tentang Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan; UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan; Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2006 tentang Perubahan PP No. 32 tahun 1999 tanggal 19 Mei tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Keppres No. 174 tahun 1999 tentang Remisi, Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan RI No. M.09.HN tentang Pelaksanaan Keppres No. 174 tahun 1999 Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No. M.04.HN tahun 2000 tentang Remisi tambahan bagi narapidana dan anak pidana.

232 Cara Memperoleh Hak: Pertama, hak yang secara otomatis diperoleh terpidana karena hal tersebut merupakan kewajiban aparat penegak hukum untuk memenuhinya atau merupakan hal yang terlarang untuk dilakukan oleh aparat penegak hukum Kedua, hak diperoleh dengan persyaratan tertentu. Ketiga, hak diperoleh diperlukan pengajuan permohonan dari terpidana kepada aparat penegak hukum yang berwenang.

233 KUHP Hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat
Hak terpidana kurungan untuk melakukan pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan dengan terpidana penjara. 3. Hak terpidana penjara atau kurungan yang dijatuhi pidana paling lama 1 bulan untuk bergerak bebas di luar LP setelah selesai bekerja. 4. Hak terpidana kurungan untuk mengajukan permohonan mengenai tempat ia akan menjalani pidananya. 5. Hak terpidana kurungan yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di penjara, untuk mengajukan permintaan agar pidana kurungan yang akan dijalani dapat dilaksanakan di tempat sekarang ia menjalani pidana

234 ……..lanjutan Hak terpidana kurungan untuk memperbaiki kondisi tempat ia menjalani pidananya dengan biaya sendiri. 7. Hak terpidana kurungan atau terpidana penjara untuk tidak dipekerjakan di luar tembok penjara, dalam hal ia adalah terpidana penjara seumur hidup atau wanita atau kesehatannya tidak memungkinkan berdasarkan pemeriksaan dokter. 8. Hak terpidana kurungan dan terpidana penjara untuk tidak bekerja di luar tembok penjara berdasarkan putusan hakim, karena menurut pertimbangan hakim keadaan dirinya dan keadaan masyarakat tidak memungkinkannya untuk melakukan hal itu. 9. Hak terpidana penjara dan kurungan untuk menjalani pidananya sekaligus di penjara, asalkan dalam bagian sendiri-sendiri. 10. Hak seorang terpidana untuk tidak dituntut sekali lagi atas dasar perbuatan yang sama.

235 UU Grasi GRASI merupakan salah satu hak prerogatif presiden untuk mengubah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dapat diajukan oleh terpidana mati, penjara seumur hidup, penjara minimal 2 tahun Hanya dapat diajukan oleh: terpidana atau kuasa hukumnya atau anggota keluarga dengan persetujuan terpidana (kecuali dalam hal terpidana mati)

236 UU No. 8 tahun 1981 ttg KUHAP Hak untuk menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi Catatan: Ada Hakim Was Mat PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (dalam hal pidana perampasan kemerdekaan, termasuk pidana bersyarat)

237 UU No. 12 tahun 1995 PP No. 28 tahun 2006 1. Hak untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, baik di dalam dan atau di luar LP 2. Hak untuk mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani 3. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran; di dalam atau di luar LP 4. Hak untuk Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak 5. Hak untuk Menyampaikan keluhan 6. Hak untuk Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang 7. Hak untuk Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

238 …..lanjutan 8. Hak untuk Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau orang tertentu lainnya; 9. Hak untuk mendapatkan remisi (umum, khusus, tambahan) 10.Hak untuk mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga 11.Hak untuk pembebasan bersyarat; 12.Hak untuk cuti menjelang bebas; 13. Hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.


Download ppt "Perspektif Hukum Internasional atas Hak Asasi Manusia (HAM)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google