Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Putusan MA atas Uji Materi Peraturan KPU No. 15 Tahun 2009

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Putusan MA atas Uji Materi Peraturan KPU No. 15 Tahun 2009"— Transcript presentasi:

1 Putusan MA atas Uji Materi Peraturan KPU No. 15 Tahun 2009
Fitra Arsil

2 3 UUD 1945 LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945 UUD 1945 BPK Presiden/ Wakil Presiden DPR MPR DPD MA MK KY Kementerian Negara badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman kpu bank sentral dewan pertimbangan TNI/POLRI PUSAT Lingkungan Peradilan PERWAKILAN BPK PROVINSI PEMDA PROVINSI DAERAH KPD DPRD Umum Agama PEMDA KAB/KOTA Militer KPD DPRD TUN

3 4 MK MA DPR Presiden Pasal 20 (1) memegang kekuasaan membentuk UU
Lembaga-lembaga yang memegang kekuasaan menurut UUD DPR Presiden MK MA Pasal 20 (1) memegang kekuasaan membentuk UU Pasal 4 (1) memegang kekuasaan pemerintahan Pasal 24 (1) memegang kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

4 23 KEKUASAAN KEHAKIMAN Mahkamah Agung Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum [Pasal 24A (2)] Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat per-setujuan dan ditetap-kan sebagai hakim agung oleh Presiden [Pasal 24A (3)] MA Pasal 24A Umum Agama Militer TUN Wewenang berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang [Pasal 24A (1)]; mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)]; memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi [Pasal 14 (1)];

5 24 KEKUASAAN KEHAKIMAN Mahkamah Konstitusi Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara [Pasal 24C (5)] mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR dan tiga orang oleh Presiden [Pasal 24C (3)] MK Pasal 24C Wewenang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pem­bubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum [Pasal 24C (1)]; wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar [Pasal 24C (2)];

6 Jenis Putusan Lembaga Negara
Legislatif => Regeling Eksekutif => Beschiking Yudikatif => Vonnis

7 Norma Hukum Peraturan Perundang-undangan
Norma hukum peraturan perundang-undangan adalah norma hukum yang bersifat umum, abstrak dan terus-menerus.

8 lanjutan… Norma hukum yang bersifat umum adalah norma hukum yang ditujukan kepada orang banyak dan tidak tertentu. Norma hukum ini sering dirumuskan dengan kata-kata ‘setiap orang’ atau ‘setiap penduduk’. Misalnya : Setiap orang atau badan yang berada di wilayah negara Republik Indonesia dilarang menolak untuk menerima uang rupiah… (Pasal 2 ayat (4) UU No. 23 Tahun 1999).

9 lanjutan… Norma hukum yang bersifat abstrak adalah norma hukum yang mengatur suatu perilaku tanpa penjelasan secara spesifik atas perilaku tersebut. Misalnya : Setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan Devisa (Pasal 2 ayat (1) UU No. 24 Tahun 1999).

10 lanjutan… Norma hukum yang bersifat terus-menerus adalah norma hukum yang keberlakuannya tidak dibatasi oleh waktu atau oleh pemenuhan ketentuannya oleh pihak yang dituju oleh norma hukum tersebut. Masa laku norma hukum ini adalah relatif, artinya bergantung pada perubahan atau pencabutannya dengan ketentuan yang baru

11 Perbandingan Jenis dan Hirarki
Tap XX/MPRS/1966 Tap III/MPR/2000 UU PPP 1 UUD 1945 2 Tap MPR UU/Perpu 3 UU PP 4 Perpu Peraturan Pres 5 Keppres Peraturan Daerah 6 Peraturan Pelaksanaan -Peraturan Menteri -Instruksi Menteri 7

12 Peristilahan Toetsingrecht Judicial Review Judicial Preview
Legislative Review Executive Review Constitutional Review Judicial Review on The Legality of Regulation

13 Pengertian Hak Menguji (Toetsingsrecht)
hak menguji formal (formele toetsingsrecht); dan hak menguji material (materiele toetsingsrecht).

14 Pengertian Hak Menguji (Toetsingsrecht)
Hak menguji (toetsingsrecht) merupakan kewenangan untuk menilai peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hak menguji (toetsingsrecht) terhadap peraturan perundang-undangan tidak hanya dimiliki oleh hakim, tapi juga oleh lembaga negara lain yang diberi kewenangan tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan. Selain hak menguji (toetsingsrecht) yang dimiliki oleh hakim, juga terdapat hak menguji (toetsingsrecht) yang dimiliki oleh legislatif dan hak menguji (toetsingsrecht) yang dimiliki oleh eksekutif.

15 Judicial Review ‘Judicial Review’ merupakan upaya pengujian oleh lembaga judicial terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh cabang kekuasaan legislative, eksekutif, ataupun judikatif dalam rangka penerapan prinsip ‘checks and balances’ berdasarkan sistem pemisahan kekuasaan negara (separation of power) (Jimly Asshiddiqie)

16 Judicial Review Perwujudan Checks and Balances
Menjaga tertib sistem peraturan perundang-undangan Menghindari tindakan sewenang-wenang pemerintah baik dalam tindakan nyata, tindakan kebijakan maupun peraturan perundang-undangan.

17 MAHKAMAH AGUNG Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1999:
Dalam hal Perda diputus bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka perda tersebut menjadi tidak sah dan tidak berlaku untuk umum, dan jika dalam dalam 90 hari perda tersebut tidak dicabut, maka demi hukum perda tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

18 PUTUSAN MA

19 Putusan MA tentang Pengujian terhadap Peraturan KPU
Putusan No. 12 P/HUM/2009 Putusan Mo. 13 P/HUM/2009 Putusan No. 15 P/HUM/2009 Putusan No. 16 P/HUM/2009 Putusan No. 18 P/HUM/2009

20 Putusan No. 12 P/HUM/2009 Amar Putusan
Menyatakan, bahwa permohonan Hak Uji Materiil dari Pemohon Keberatan II : Ir. A. EDDY SUSETYO, M.M. tersebut tidak dapat diterima ; Menolak permohonan Hak Uji Materiil kasasi dari Pemohon Keberatan I : Ir. HASTO KRISTYANTO, M.M. tersebut ;

21 Lanjutan… Deskripsi Dalam permohonannya, Hasto meminta agar pasal 23 ayat (1) angka 3 huruf a Peraturan KPU Nomor 15/2009 tentang tata cara penetapan kursi dan caleg terpilih dibatalkan. Pasal tersebut intinya mengatur parpol yang telah mendapatkan kursi di penghitungan tahap pertama di DPR hanya bisa menyertakan sisa suaranya di penghitungan tahap kedua. Hasto meminta MA membatalkan aturan tersebut. Sebab menurut dia, parpol yang telah mendapatkan suara di tahap pertama bisa mengikuti penghitungan tahap kedua dengan menyertakan suara aslinya, bukan sisa suara. Hasto mendasarkan pendapatnya ini pada pasal 205 ayat (4) UU Pemilu yang tidak menyebut sama sekali sisa suara. Yang disebut di pasal itu adalah suara, bukan sisa suara. Jadi, menurut Hasto, meskipun suara parpol telah dikonversi menjadi kursi di tahap pertama, namun masih bisa diikutkan dalam penghitungan di tahap kedua.

22 Putusan 13 P/HUM/2009 Amar Putusan
Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya ; Menyatakan Pasal 38 ayat (2) huruf b dan Pasal 37 huruf b Peraturan Termohon No. 15 Tahun 2009 Tentang Pedoman Tekhnis Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu, Tatacara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih Dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009 pembentukannya bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan lebih tinggi yaitu Pasal 211 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2008 ; Memerintahkan kepada KPU untuk membatalkan dan mencabut Pasal 38 ayat (2) huruf b dan Pasal 37 huruf b Peraturan Termohon No. 15 Tahun 2009 Tentang Pedoman Tekhnis Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu, Tatacara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih Dalam Pemilu Anggota DPRD, DPD, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009 ;

23 Lanjutan.. Deskripsi Dalam permohonannya, Golkar Sulsel mempermasalahkan mekanisme penghitungan kursi DPRD provinsi tahap kedua yang diatur dalam pasal 37 huruf b dan pasal 38 ayat (2) huruf b Peraturan KPU Nomor 15/ Yang dipersoalkan Golkar Sulsel selaku pemohon adalah pengkategorian suara parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama sebagai sisa suara. Menurut pemohon, sisa suara hanya dimiliki parpol yang telah mendapatkan kursi di tahap pertama. Adapun suara parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama tidak bisa disebut sebagai sisa suara. Konsekuensinya, parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama itu tidak bisa diikutkan dalam penghitungan tahap kedua. Sebab aturan dalam pasal 211 ayat (3) UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu mengatakan, dalam hal masih terdapat sisa kursi setelah dialokasikan berdasarkan BPP, maka perolehan kursi parpol dilakukan dengan cara membagikan sisa kursi berdasarkan sisa suara terbanyak satu per satu sampai habis

24 Putusan No. 15 P/HUM/2009 Menerima Permohonan uji materiil (judicial review) Para Pemohon untuk seluruhnya ; Menyatakan Pasal 22 huruf c dan Pasal 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Penetapan dan Pengumpulan Hasil Pemilu, Tatacara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009 pembentukannya bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan lebih tinggi yaitu UU RI Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Pasal 205 ayat (4) dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku untuk umum ; Memerintahkan kepada KPU untuk membatalkan dan mencabut Pasal 22 huruf c dan Pasal 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Penetapan dan Pengumpulan Hasil Pemilu, Tatacara Penetapan Perolehan kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih dalam Pemilu Anggota DPR, DPD Daerah, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009 ;

25 Lanjutan… Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melakukan revisi Keputusan KPU No. 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik serta Pemilu Anggota DPR Dalam Pemilu Tahun 2009 sesuai dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 ; Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda pelaksanaan Keputusan KPU No. 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik serta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Pemilihan Umum Tahun 2009 ; Materi permohonannya sama dengan Hasto Kristiyanto, namun Zainal mengajukannya secara lebih lengkap. Yang dia ujikan adalah Peraturan KPU Nomor 15/2009 pasal 22 huruf c dan 23 ayat (1) dan (3).

26 Putusan No. 16 P/HUM/2009 Amar Putusan
Mengabulkan permohonan Hak Uji Materiil dari Pemohon : Drs. RUSDI, untuk seluruhnya;Pasal 45 huruf b dan Pasal 46 ayat (2) huruf b Peraturan KPU No. 15 Tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Pedoman Teknis Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu, Tatacara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih Dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009 pembentukannya bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan lebih tinggi yaitu Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 212 ayat (3) dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku untuk umum

27 Lanjutan… Memerintahkan kepada KPU untuk membatalkan dan mencabut Pasal 45 huruf b dan Pasal 46 ayat (2) huruf b Peraturan KPU No. 15 Tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Pedoman Teknis Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu , Tatacara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih Dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009; Deskripsi Materinya mirip dengan yang diajukan DPD Golkar Sulsel, hanya saja ini untuk tingkat kabupaten/kota.

28 Putusan No. 18 P/HUM/2009 Amar Putusan
Mengabulkan permohonan Hak Uji Materiil dari Pemohon : Drs. H. DEDY DJAMALUDDIN MALIK, M.Si., untuk seluruhnya; Menyatakan Pasal 25 Peraturan KPU No. 15 Tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Pedoman Teknis Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu, Tatacara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih Dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009 pembentukannya bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan lebih tinggi yaitu Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 205 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku untuk umum; Memerintahkan kepada Komisi Pemilu untuk membatalkan dan mencabut Pasal 25 Peraturan KPU No. 15 Tahun 2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Pedoman Teknis Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu, Tatacara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih Dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009;

29 Lanjutan… Deskripsi Dedy mempersoalkan Peraturan KPU Nomor 15/2009 pasal 25 yang mengatur pengalokasian kursi di penghitungan tahap ketiga. Dalam Peraturan KPU, penghitungan tahap ketiga dilakukan dengan cara menarik sisa suara dari dapil yang masih memiliki sisa kursi ke provinsi untuk dicari BPP baru. Partai yang mendapatkan suara di atas BPP akan mendapatkan kursi. Belakangan setelah keluar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sisa suara yang ditarik ke provinsi adalah sisa suara dari semua dapil, tak peduli dapil itu masih memiliki sisa kursi atau tidak. MK memang tidak mengubah peraturan yang telah dibuat KPU, namun MK hanya meluruskan pemahaman KPU atas peraturan yang dibuatnya sendiri. Setelah kursi diperoleh, persoalan berikutnya adalah parpol yang berhak kursi itu akan diberi kursi dari dapil yang mana, mengingat kursi yang ada di provinsi berasal dari banyak dapil. Aturan ini diatur dalam pasal 25 Peraturan KPU itu.

30 Lanjutan… Dalam pasal itu dikatakan, dasar untuk membagi kursi adalah parpol yang berhak atas kursi itu memiliki sisa suara terbanyak di dapil yang bersangkutan bila dibandingkan parpol lainnya, dan pada saat yang sama memiliki sisa suara terbanyak di dapil itu bila dibandingkan dengan dapil lainnya. Yang dipersoalkan Dedy adalah aturan bahwa parpol itu harus memiliki suara terbanyak di dapil yang bersangkutan bila dibandingkan parpol lainnya. Dalam peraturan itu tidak disebut bahwa parpol lain yang dimaksud adalah parpol yang berhak mendapatkan kursi. Itu artinya, parpol yang berhak mendapatkan kursi harus bersaing dengan parpol lain yang tidak berhak mendapatkan kursi atau tidak mencapai BPP. Jika suara parpol yang berhak dapat kursi itu di dapil yang bersangkutan kalah dibanding parpol lain yang tidak berhak dapat kursi, maka parpol yang berhak itu jadi tidak dapat kursi. Aturan ini dinilai bertentangan dengan UU Pemilu pasal 205 ayat (7) yang mengatakan penetapan perolehan kursi di tahap ketiga dilakukan dengan cara memberikan kursi kepada parpol yang mencapai BPP baru di provinsi yang bersangkutan.

31 Ketentuan yang dipersoalkan
”Dalam hal masih terdapat sisa kursi dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap kedua dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada Partai Politik Peserta Pemilu yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari BPP DPR.” (Pasal 205 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2008) ”Dalam hal masih terdapat sisa kursi setelah dialokasikan berdasarkan BPP DPRD, maka perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu dilakukan dengan cara membagikan sisa kursi berdasarkan sisa suara terbanyak satu persatu sampai habis.” (Pasal 211 ayat (3) UU 10/2008)

32 Sikap KPU atas Putusan MA

33 Implikasi diberlakukannya Putusan MA
Parpol-parpol besar akan mendapatkan tambahan kursi sedangkan Parpol-parpol menengah dan kecil akan kehilangan kursi karena mereka kebanyakan memperoleh suara di perhitungan tahap kedua. Untuk DPRD kemungkinan terdapat beberapa kursi kosong karena terdapat dapil-dapil yang tidak satu partaipun memperoleh angka BPP. MK dapat membuka kembali sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) karena PHPU diamanatkan oleh UU 10/2008 dibuka 3 hari seteleh penetapan KPU.

34 Sikap KPU KPU menghargai setiap putusan hukum yang diputuskan oleh MA. Pada prinsipnya KPU siap melaksanakan putusan MA. KPU berpendapat bahwa putusan MA No.57/P.PTS/VII/12P/HUM/Tahun 2009, No.58/P.PTS/VII/12P/HUM/Tahun 2009, No.59/P.PTS/VII/12P/HUM/Tahun 2009, No.60/P.PTS/VII/12P/HUM/Tahun 2009 dan No.61/P.PTS/VII/12P/HUM/Tahun 2009 tidak berlaku surut. Oleh karenanya putusan MA akan dilaksanakan KPU dalam rentang waktu paling lambat 90 hari atau 20 Oktober sejak putusan MA dikirim ke KPU pada 22 Juli 2009, sesuai dengan pasal 8 Peraturan MA No.01 Tahun 2004. Sepanjang belum adanya peraturan KPU hasil revisi sesuai dengan amar putusan MA, maka Peraturan KPU No. 15 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan KPU No. 26 Tahun 2009 dan Keputusan KPU No. 259 tahun 2009 dinyatakan tetap berlaku. KPU menunda pelaksanaan keputusan KPU No. 259 Tahun 2009 sesuai dengan amar putusan MA

35 Pelaksanaan Putusan MA menurut Perma No. 1 Tahun 2004
Dalam hal 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan MA tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum; (Pasal 8 ayat (2)) Terhadap putusan mengenai permohonan keberatan tidak dapat diajukan peninjauan kembali (Pasal 9)

36 Berlaku Surut? Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. ** (Pasal 28I ayat (1) UUD NRI Tahun 1945)

37 Putusan MK MK menyatakan bahwa pasal 205 ayat (4), pasal 211 ayat (3), dan pasal 212 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD konstitutional bersyarat (conditionally constitutional). konstitutional bersyarat: Pasal-pasal tersebut konstitusional sepanjang dimaknai sesuai putusan Mahkamah Konstitusi

38 Konstitusional Bersyarat Pasal 205 Ayat (4)
1.   Menentukan kesetaraan 50% (lima puluh perseratus) suara sah dari angka BPP, yaitu 50% (lima puluh perseratus) dari angka BPP di setiap daerah pemilihan Anggota DPR; 2.   Membagikan sisa kursi pada setiap daerah pemilihan Anggota DPR kepada Partai Politik peserta Pemilu Anggota DPR, dengan ketentuan: a.  Apabila suara sah atau sisa suara partai politik peserta Pemilu Anggota DPR mencapai sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari angka BPP, maka Partai Politik tersebut memperoleh 1 (satu) kursi. b.  Apabila suara sah atau sisa suara partai politik peserta Pemilu Anggota DPR tidak mencapai sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari angka BPP dan masih terdapat sisa kursi, maka: 1) Suara sah partai politik yang bersangkutan dikategorikan sebagai sisa suara yang diperhitungkan dalam penghitungan kursi tahap ketiga; dan 2)  Sisa suara partai politik yang bersangkutan diperhitungkan dalam penghitungan kursi tahap ketiga.

39 Konstitusional Bersyarat Pasal 211 ayat (3)
menentukan jumlah sisa kursi yang belum terbagi yaitu dengan cara mengurangi jumlah alokasi kursi di daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi tersebut dengan jumlah kursi yang telah terbagi berdasar penghitungan tahap pertama. untuk menentukan jumlah sisa suara sah parpol peserta anggota DPRD Provinsi bagi parpol yang memperoleh kursi pada tahap pertama, jumlah suara sah parpol tersebut dikurangi dengan hasil perkalian jumlah kursi yang diperoleh parpol pada tahap pertama dengan angka BPP. Selanjutnya bagi parpol yang tidak memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, suara sah yang diperoleh parpol tersebut dikategorikan sebagai sisa suara. untuk menetapkan perolehan kursi parpol peserta anggota DPRD Provinsi dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol peserta pemilu anggota DPRD satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak yang dimiliki oleh parpol.

40 Konstitusional Bersyarat Pasal 212 ayat (3)
menentukan jumlah sisa kursi yang belum terbagi yaitu dengan cara mengurangi jumlah alokasi kursi di daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota tersebut dengan jumlah kursi yang telah terbagi berdasar penghitungan tahap pertama. untuk menentukan jumlah sisa suara sah parpol paeserta angota DPRD Kabupaten/Kota bagi parpol yang memperoleh kursi pada tahap pertama, jumlah suara sah parpol tersebut dikurangi dengan hasil perkalian jumlah kursi yang diperoleh parpol pada tahap pertama dengan angka BPP. Selanjutnya bagi perpol yang tidak memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, suara sah yang diperoleh parpol tersebut dikategorikan sebagai sisa suara. untuk menetapkan perolehan kursi parpol peserta anggota DPRD Kabupaten/Kota dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol peserta pemilu anggota DPRD Kabupaten/Kota satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak yang dimiliki oleh parpol.

41 Zainal,Golkar Sulsel, Rusdi dikirim 22/07
Putusan MA Zainal,Golkar Sulsel, Rusdi dikirim 22/07 Hasto 13/5 Permohonan Zainal Maarif 27/5 Peraturan KPU No. 15 16 Maret 2009 Pemilu 9/4 Sikap KPU 31/07 Putusan MA Zainal,Golkar Sulsel, Rusdi Dibacakan 18/06 SK KPU 259 9/5 Putusan PHPU MK 29/6 Putusan Pengujian MK 7/8


Download ppt "Putusan MA atas Uji Materi Peraturan KPU No. 15 Tahun 2009"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google