Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

TATA CARA DAN PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Disampaikan oleh : Adi Setiadi, SH Kasubbag Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Bina Marga.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "TATA CARA DAN PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Disampaikan oleh : Adi Setiadi, SH Kasubbag Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Bina Marga."— Transcript presentasi:

1 TATA CARA DAN PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Disampaikan oleh : Adi Setiadi, SH Kasubbag Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Bina Marga dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Surabaya, 22 Oktober 2015 K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K Y A T BIRO HUKUM – SEKRETARIAT JENDERAL Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan

2 DASAR HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 tentang
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (Pengganti UU NOMOR 10 Tahun 2004) Diundangkan tanggal 12 Agustus 2011 LN No 82 Tahun 2011, TLN No 5234

3 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG DIJADIKAN PEGANGAN
UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan substansi

4 PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (PERATURAN DAERAH)
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. (Termasuk Peraturan Daerah).

5 JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU; PP; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011)

6 JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan UU atau Pemerintah atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. (Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011)

7 JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. (Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011)

8 Asas Pembentukan Peraturan Daerah
kejelasan tujuan; kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan. (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011)

9 Asas Materi Muatan Peraturan Daerah
pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan; kenusantaraan; bhinneka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. (Pasal 6 ayat (1) UU nomor 12 tahun 2011)

10 Asas Materi Muatan Peraturan Daerah
Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundangan-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. (Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011)

11 Asas Materi Muatan Peraturan Daerah
Yang dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”, antara lain: a. dalam Hukum Pidana, misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah. b. dalam Hukum Perdata, misalnya asas kesepakatan, asas kebebasan berkontrak, dan asas itikad baik.

12 Prinsip Pembentukan Peraturan Daerah
1. Pancasila sebagai dasar filosofis dan sumber dari segala sumber hukum. Dalam Pasal 2 UU 11/2011 dinyatakan bahwa “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”. Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan Negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. 2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Hukum Dasar Negara (yang tertulis) dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 3 ayat (1) UU 12/2011 dinyatakan bahwa “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan” yang berarti bahwa Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hukum dasar Negara merupakan sumber hukum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar.

13 … Prinsip Pembentukan Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Dilarang Bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang Lebih Tinggi. - Hirarki Peraturan Perundang-undangan sesuai Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 adalah sebagai berikut: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Jenis Peraturan Perundang-undangan selain di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi

14 … Prinsip Pembentukan Peraturan Daerah
Peraturan Daerah wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pasal 17 ayat (2) UU 23 /2014 Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Peraturan Daerah Tidak Boleh bertentangan dengan Peraturan Daerah Lainnya (Tumpang Tindih/Overlapping). Peraturan Daerah secara substansial tidak menutup kemungkinan terjadinya pertentangan antara satu dengan yang lain atau tumpang tindih (overlapping).

15 Prinsip Pembentukan Peraturan Daerah
Prinsip Pembentukan Peraturan Daerah 6.Peraturan Daerah dalam rangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan. Pasal 9 ayat (4) UU 23/2014 Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. 7. Menampung Kondisi Khusus Daerah atau Karakteristik Daerah dan Penjabaran Lebih Lanjut Peraturan Perundang-undangan yang Lebih Tinggi.

16 DASAR PENETAPAN NSPK

17 UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 16 Kewenangan Pemerintah Pusat ayat (1) Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk: a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. ayat (2) (2) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah. ayat (3) (3) Kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.

18 Jangka Waktu Penyusunan NSPK oleh Pemerintah Pusat
Pasal 5 Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren diundangkan.

19 Kewenangan Daerah Pasal 17
(1) Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. (2) Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. 4) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, penyelenggara Pemerintahan Daerah melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

20 Materi Muatan Peraturan Daerah
Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 2011 Yang termasuk dalam materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah “seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.”

21 Materi Muatan Peraturan Daerah
Pasal 9 ayat (3) UU 23 / 2014 Urusan Pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dengan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi: pendidikan; Kesehatan; Pekerjaan umum dan penataan ruang; Perumahan dan kawasan permukiman; Ketentraman, ketertiban umum, dan pelindungan; Masyarakat; dan sosial

22 Urusan Pemerintahan Konkuren
Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat dengan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. Berdasarkan kriteria tersebut, kewenangan Pemerintah Pusat adalah:    menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah; melaksanakan fasilitasi dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; melaksanakan supervisi, monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah; dan melaksanakan Urusan Pemerintahan yang bersifat strategis nasional dan internasional.

23 PERENCANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI, KABUPATEN/KOTA
Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Provinsi. Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Kabupaten/Kota.

24 PROLEGDA PROVINSI, KABUPATEN/KOTA
Prolegda memuat program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, yang memuat: a. judul Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota; b. materi yang diatur; c. keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnnya.

25 Materi yang diatur serta keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya merupakan keterangan mengenai rancangan peraturan daerah yang meliputi: a. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; c. pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur; dan jangkauan dan arah pengaturan. Materi yang diatur dituangkan dalam naskah akademik yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan Penjelasan: Yang dimaksud dengan “pengkajian dan penyelarasan” adalah proses untuk mengetahui keterkaitan materi yang akan diatur dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang vertikal atau horizontal sehingga dapat mencegah tumpang tindih pengaturan atau kewenangan.

26 PROLEGDA PROVINSI, KABUPATEN/KOTA
Penyusunan Prolegda Provinsi dilaksanakan oleh DPRD Provinsi dan Pemerintah Daerah Provinsi, sedangkan penyusunan Prolegda Kabupaten/Kota dilasanakan oleh DPRD Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Prolegda Provinsi, Kabupaten/Kota ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

27 PROLEGDA PROVINSI, KABUPATEN/KOTA
3. Hasil penyusunan Prolegda Provinsi, Kabupaten/Kota disepakati menjadi Prolegda Provinsi, Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota. 4. Prolegda ditetapkan dengan Keputusan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota

28 PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH PROVINSI, KABUPATEN/KOTA
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat berasal dari DPRD Provinsi atau Gubernur. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat berasal dari DPRD Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik.

29 LANJUTAN Rancangan Peraturan Daerah mengenai:
APBD Provinsi, Kabupaten/Kota; Pencabutan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota; Perubahan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota yang hanya terbatas mengubah beberapa materi, Disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.

30 LANJUTAN Penyusunan NA dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan NA yang terdapat dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/kota yang berasal dari DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota yang khusus menangani bidang legislasi.

31 LANJUTAN Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/kota yang berasal dari Gubernur, Bupati/Walikota dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota yang berasal dari Gubernur, Bupati/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

32 LANJUTAN Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/kota dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau kelengkapan DPRD Provinsi, kabupaten/Kota yang menangani bidang legislasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas diatur dalam Peraturan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota.

33 LANJUTAN Apabila dalam satu masa sidang DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Gubernur, Bupati/Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh Gubernur, Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan sandingan.

34 PEMBAHASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI, KABUPATEN/KOTA
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupeten/Kota bersama Gubernur, Bupati/Walikota. Pembahasan bersama tersebut dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan yang dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota diatur dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Gubernur, Bupati/Walikota.  Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Gubernur, Bupati/Walikota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah diatur dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota.

35 PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI, KABUPATEN/KOTA
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Gubernur, Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota kepada Gubernur, Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota tersebut ditetapkan oleh Gubernur, Bupati/Walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Gubernur, Bupati/Walikota. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota tersebut tidak ditandatangani oleh Gubernur, Bupati/Walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/kota tersebut disetujui bersama, maka Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota tersebut sah menjadi Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan wajib diundangkan.

36 LANJUTAN Kalimat pengesahannya berbunyi:
Peraturan Daerah ini dinyatakan sah. Kalimat tersebut dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dalam Lembaran Daerah.

37 PENGUNDANGAN PERATURAN DAERAH
Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah adalah Peraturan Daerah. Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota, atau peraturan lain di bawahnya dimuat dalam Berita Daerah. Pengundangan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah. Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

38 KERANGKA PERATURAN DAERAH
Judul Pembukaan Batang Tubuh Penjelasan (Jika Diperlukan) Lampiran (Jika Diperlukan)

39 JUDUL Judul harus singkat, jelas, tetapi mencerminkan norma yang diatur. Judul memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama peraturan perundang- undangan. Judul ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca Judul tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim

40 2. Jabatan Pembentuk Peraturan Daerah. 3. Konsiderans  Menimbang
 PEMBUKAAN  1. Frasa ”DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA”. 2. Jabatan Pembentuk Peraturan Daerah. 3. Konsiderans  Menimbang 4. Dasar Hukum  Mengingat 5. Diktum

41 FRASE “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA”
Pada pembukaan sebelum nama jabatan pembentuk Peraturan Daerah dicantumkan Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diletakkan di tengah marjin

42 JABATAN PEMBENTUK PERATURAN DAERAH
Jabatan pembentukan peraturan daerah ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma (,).

43 KONSIDERANS  MENIMBANG
Konstatasi fakta mengenai urgensinya dibuat suatu peraturan harus disusun sedemikian rupa untuk setiap pertimbangan yang satu dengan pertimbangan berikutnya tidak boleh berdiri sendiri-sendiri maknanya, tetapi alur pikirannya harus berkesinambungan secara rentet. Memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang-undangan. Pokok-pokok pikiran memuat unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.

44 LANJUTAN Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;). Jika konsideran memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir terakhir berbunyi sebagai berikut: a. bahwa….; b. bahwa….; c. bahwa….; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah….. Tentang….; ( Untuk UU perlu membentuk ) Konsideran cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian singkat mengenai perlunya melaksanakan ketentuan Pasal atau beberapa Pasal dan UU atau PP yang memerintahkan pembentukan Peraturan Daerah tersebut dengan menunjuk Pasal atau beberapa Pasal dari UU atau PP yang memerintahkan pembentukannya.

45 POKOK-POKOK PIKIRAN DALAM KONSIDERANS
Filosofis: Peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD Negara RI tahun Sosiologis: Peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Yuridis: Peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

46 DASAR HUKUM Memuat dasar kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan dan peraturan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan peraturan perundang-undangan. Dasar hukum pembentukan Perda adalah Pasal 18 ayat (6) UUD Negara Reublik Indonesia Tahun 1945, UU tentang Pembentukan Daerah dan UU tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi atau sama. Peraturan perundang-undangan yang akan dicabut dengan peraturan perundangan yang dibentuk atau belum resmi berlaku tidak boleh dijadikan dasar hukum. Apabila lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan peraturan perundang-undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.

47 DIKTUM Diktum terdiri atas: a. kata memutuskan; b. kata menetapkan; c. jenis dan nama Peraturan Perundang- undangan.

48 DIKTUM (LANJUTAN) Kata memutuskan ditulis dengan huruf kapital tanpa spasi diantara satu kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan di tengah marjin. Sebelum kata Memutuskan dicantumkan Frase Dengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota Dan Gubernur/Bupati/Walikota....(nama daerah), yang ditulis seluruhnya dengan hurup kapital dan diletakkan di tengah marjin. Jenis dan nama yang tercantum dalam judul Perda dicantumkan lagi setelah kata menetapkan tanpa Frase Provinsi, Kabupaten/Kota, serta ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca “titik (.).

49 CONTOH DIKTUM Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT dan GUBERNUR JAWA BARAT MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.

50 BATANG TUBUH Ketentuan Umum; Materi Pokok Yang Diatur;
Ketentuan Pidana; (Jika Diperlukan) Ketentuan Peralihan; (Jika Diperlukan) Ketentuan Penutup.

51 KETENTUAN UMUM Batasan pengertian atau definisi
Singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan.

52 MATERI POKOK YANG DIATUR
Ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal-pasal ketentuan umum.

53 SANKSI ADMINISTRATIF Sanksi administratif atau sanksi keperdataan atas pelanggaran norma tersebut dirumuskan menjadi satu bagian (Pasal) dengan norma yang memberikan sanksi administratif atau sanksi keperdataan. Jika norma yang memberikan sanksi administratif atau keperdataan terdapat lebih dari satu Pasal, sanksi administratif atau sanksi keperdataan dirumuskan dalam Pasal terakhir dari bagian (Pasal tersebut).

54 SANKSI ADMINISTRATIF & SANKSI KEPERDATAAN
Sanksi administratif dapat berupa: Pencabutan izin; Pembubaran; Pengawasan; Pemberhentian sementara; Denda administratif. Sanksi keperdataan berupa, antara lain ganti kerugian.

55 KETENTUAN PIDANA Lamanya pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan.
Peraturan Daerah boleh memuat ketentuan pidana (berdasarkan ketentuan Pasal 143 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) tetapi tetap dibatasi sebagai berikut : Lamanya pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan. Banyaknya denda paling banyak Rp ,- (lima puluh juta rupiah). Perda dapat memuat pidana atau denda selain sebagaimana tersebut di atas, sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

56 LANJUTAN Ketentuan pidana tidak boleh diberlakukan surut Dalam hal ketentuan pidana berlaku untuk siapa saja, maka untuk subyek ditulis “setiap orang“. Bila ketentuan pidana hanya berlaku untuk subyek tertentu, maka harus secara tegas disebut subyek tersebut, misalnya Pegawai Negeri Sipil, Pengemudi dan lain-lain. Rumusan ketentuan pidana harus menyatakan secara tegas kualifikasi pidana yang dijatuhkan bersifat kumulatif, alternatif, atau kumulatif alternatif.

57 KETENTUAN PERALIHAN Memuat penyesuaian pengaturan tndakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk: Menghindari terjadinya kekosongan hukum; Menjamin kepastian hukum; Memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan Mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.

58 KETENTUAN PERALIHAN Contoh 1: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.   Pasal 35 Perjanjian Internasional, baik bilateral, regional, maupun multilateral, dalam bidang penanaman modal yang telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia sebelum Undang-Undang ini berlaku, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian tersebut. Contoh 2: Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Area Pasar Pasal 18 Izin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai dengan habis berlakunya izin. Contoh 3: Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pemeliharaan Kesehatan Hewan Pasal 38 Orang atau Badan yang telah memiliki izin usaha pemeliharaan kesehatan hewan yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, tetap berlaku dan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.

59 LANJUTAN Di dalam Peraturan Perundang-undangan yang baru, dapat dimuat ketentuan mengenai penyimpangan sementara atau penundaan sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu. Contoh 1: Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara Pasal 27 Kementerian yang sudah ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini tetap menjalankan tugasnya sampai dengan terbentuknya Kementerian berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Contoh 2: Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan serta Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Pasal 44 (1) … (2) Sebelum RPJMD ditetapkan, penyusunan RKPD berpedoman kepada RPJMD periode sebelumnya.

60 KETENTUAN PENUTUP Memuat ketentuan mengenai:
penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan Peraturan Perundang-undangan; nama singkat Peraturan Perundang-undangan; status Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada; dan saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan.

61 PENUTUP Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan yang memuat: rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran Daerah Kabupaten/Kota, Berita Daerah Provinsi atau Berita Daerah Kabupaten/Kota; penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Perundang-undangan; pengundangan atau Penetapan Peraturan Perundang-undangan; dan akhir bagian penutup.

62 LANJUTAN Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah atau Berita Daerah Contoh: Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat.

63 LANJUTAN 2. Penandatanganan penetapan Peraturan Daerah memuat:
tempat dan tanggal penetapan; nama jabatan; tanda tangan pejabat; dan nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan dan nomor induk pegawai. 3. Pengundangan Peraturan Daerah memuat: tempat dan tanggal Pengundangan; nama jabatan yang berwenang mengundangkan; tanda tangan; dan (untuk UU >>>>>> Disahkam untuk Peraturan Perundang-undangan di bawah UU >>>>> Ditetapkan)

64 PENJELASAN Setiap Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota diberi penjelasan. Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang (selain Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota) dapat diberi penjelasan jika diperlukan.

65 LAMPIRAN Contoh: Pasal 57 ayat (2) UU 12 Tahun 2011)
Dalam hal Peraturan Daerah memerlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan dalam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Contoh: Pasal 57 ayat (2) UU 12 Tahun 2011) Pada halaman akhir tiap lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang menetapkan Peraturan Daerah, ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan bawah dan diakhiri dengan tanda baca koma setelah nama pejabat yang menetapkan Peraturan Daerah.

66 Sekian Terima Kasih


Download ppt "TATA CARA DAN PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Disampaikan oleh : Adi Setiadi, SH Kasubbag Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Bina Marga."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google