Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PENDEKATAN PENDAPATAN NASIONAL PERSPEKTIF ISLAM

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PENDEKATAN PENDAPATAN NASIONAL PERSPEKTIF ISLAM"— Transcript presentasi:

1 PENDEKATAN PENDAPATAN NASIONAL PERSPEKTIF ISLAM
Pertemuan 8

2 Agenda Latar Belakang Munculnya Ekonomi Makro
Pendekatan Pengeluaran, Produksi dan Pendapatan Konvensional Kritik Konsep Konvensional Konsep Pendapatan Nasional Islam

3 Latar Belakang Munculnya Ekonomi Makro

4 Model Klasik Ahli ekonomi menerapkan model ekonomi mikro (model Klasik) pada masalah perekonomian yang luas, contoh: Analisis penawaran dan permintaan klasik mengasumsikan bahwa penawaran tenaga kerja yang berlebih akan menyebabkan turunnya upah ke tingkat keseimbangan baru; akibatnya, pengangguran tidak bertahan lama.

5 Revolusi Keynesian John Meynard Keynes (The General Theory of Employment, Interest dan Money, 1936) Bukan harga dan upah yang menentukan tingkat peluang kerja, melainkan tingkat permintaan agregat akan barang dan jasa. Campur tangan pemerintah perlu disertakan dalam perekonomian untuk mempengaruhi tingkat keluaran dan peluang kerja. Caranya: pemerintah merangsang permintaan agregat untuk mengangkat ekonomi keluar dari resesi

6

7

8 Penyesuaian perekonomian secara tepat pada tahun 1960-an
Ketidaksesuaian dengan kenyataan sejak tahun 1970-an Sejak tahun 1970-an perekonomian AS mengalami serangkaian fluktuasi besar dalam tingkat peluang kerja, keluaran, dan inflasi. Tahun dan  AS mengalami resesi hebat, akibatnya jutaan orang kehilangan pekerjaan dan mengakibatkan kerugian besar karena kehilangan keluaran dan pendapatan Terjadi Stagflasi (Stagnasi + Inflasi)  bila tingkat harga keseluruhan naik cepat (inflasi) selama periode resesi atau tingkat pengangguran tinggi dan lama (stagnasi) Penyesuaian perekonomian secara tepat pada tahun 1960-an Ungkapan Walter Heller penasihat ekonomi Presiden Kennedy dan johnson: penyesuaian perekonomian secara tepat sebagai peran pemerintah dalam mengatur inflasi dan pengangguran

9 Permasalahan Kebijakan Ekonomi Makro;
Petunjuk-petunjuk tentang Kebijaksanaan yang dapat diambil untuk menanggulangi permasalahan ekonomi tertentu. Permasalahan Kebijakan Ekonomi Makro; Masalah jangka pendek atau masalah stabilisasi. Meliputi; Inflasi, pengangguran dan ketimpangan neraca pembayaran. Masalah jangka panjang atau masalah pertumbuhan. Meliputi; pertumbuhan penduduk, pertambahan kapasitas produksi dan ketersediaan dana invesasi

10 Faktor-faktor yang tidak berubah:
Kapasitas total perekonomian; Jumlah penduduk dan angkatan kerja; Lembaga-lembaga sosial, politik dan ekonomi. Beberapa kebijakan ekonomi jangka pendek, antara lain: Menambah jumlah uang beredar, menurunkan bunga kredit bank, menetapkan pajak impor, menurunkan pajak pendapatan, menambah pengeluaran pemerintah, mengeluarkan obligasi negara, dsb.

11 Obyek perekonomian dan tempat berlangsungnya kegiatan perekonomian
2 Aspek tentang kegiatan perekonomian: Obyek perekonomian dan tempat berlangsungnya kegiatan perekonomian Pelaku ekonomi dalam perekonomian Empat Pasar pada ekonomi makro: Pasar Barang Pasar Uang Pasar Tenaga Kerja Pasar Luar Negeri Pelaku ekonomi dalam perekonomian: Rumah tangga Perusahaan Pemerintah Negara-negara lain

12 An expansion, or boom, is the period in the business cycle from a trough up to a peak, during which output and employment rise. A contraction, recession, or slump is the period in the business cycle from a peak down to a trough, during which output and employment fall.

13

14 Pendekatan Pengeluaran, Produksi dan Pendapatan Konvensional

15 Macroeconomics answers questions like the following:
Why is average income high in some countries and low in others? Why do prices rise rapidly in some time periods while they are more stable in others? Why do production and employment expand in some years and contract in others?

16 Pendekatan produksi (production approach )
Pendekatan pendapatan (income approach) Pendekatan pengeluaran (expenditure approach)

17 Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi di Indonesia dilakukan dengan menjumlahkan semua sektor industri yang ada, sektor industri tersebut dikelompokkan menjadi 11 sektor atas dasar ISIC (International standard Industrial Classification) , selanjutnya mengalami perubahan menjadi 9 sektor yang meliputi :

18 Sektor produksi transportasi dan komunikasi
Sektor produksi pertanian Sektor produksi pertambangan dan penggalian Sektor indunstri manufaktur Sektor produksi listrik, gas dan air minum Sektor produksi bangunan Sektor produksi perdagangan , hotel dan restoran Sektor produksi transportasi dan komunikasi Sektor produksi bank dan lembaga keuangan lainnya Sektor produksi sewa rumah Sektor produksi pemerintahan dan pertahanan Sektor produksi jasa lainnya.

19

20 GNP (Y) is the sum of the following:
THE COMPONENTS OF GNP GNP (Y) is the sum of the following: Consumption (C) Investment (I) Government Purchases (G) Net Exports (NX) Y = C + I + G + NX

21 Consumption (C): Investment (I):
The spending by households on goods and services, with the exception of purchases of new housing. Investment (I): The spending on capital equipment, inventories, and structures, including new housing.

22 Government Purchases (G):
The spending on goods and services by local, state, and federal governments. Does not include transfer payments because they are not made in exchange for currently produced goods or services. Net Exports (NX): Exports minus imports.

23

24 GNP and Its Components (2001)
Government Purchases 18% Net Exports -3 % Investment 16% Consumption 69%

25 GNP Menurut Penggunaan Triwulan IV Tahun 2004 Dan Triwulan I Tahun 2005 (triliun rupiah

26 Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Pendapatan (Net National Product/NNP)
Pendapatan nasional yang dihitung dengan menggunakan pendekatan pendapatan yaitu dengan jalan menghitung semua pendapatan dari masing-masing pendapatan dari faktor-faktor produksi seperti pendapatan dari tanah (sewa), modal (bunga), tenaga kerja (upah), dan kewirausahaan (profit).

27 REAL VERSUS NOMINAL GDP
An accurate view of the economy requires adjusting nominal to real GDP by using the GDP deflator.

28 Real and Nominal GDP Copyright©2004 South-Western

29 Real and Nominal GDP Copyright©2004 South-Western

30 Table 2 Real and Nominal GDP
Copyright©2004 South-Western

31 The GDP Deflator The GDP deflator is a measure of the price level calculated as the ratio of nominal GDP to real GDP times 100. It tells us the rise in nominal GDP that is attributable to a rise in prices rather than a rise in the quantities produced.

32 The GDP Deflator The GDP deflator is calculated as follows:

33 The GDP Deflator Converting Nominal GDP to Real GDP
Nominal GDP is converted to real GDP as follows:

34 Table 2 Real and Nominal GDP
Copyright©2004 South-Western

35 Figure Real GDP in the United States
Billions of 1996 Dollars $10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 Copyright © South-Western

36 Kritik Konsep Konvensional

37 GDP AND ECONOMIC WELL-BEING
GDP is the best single measure of the economic well-being of a society. GDP per person tells us the income and expenditure of the average person in the economy.

38 GDP AND ECONOMIC WELL-BEING
Higher GDP per person indicates a higher standard of living. GDP is not a perfect measure of the happiness or quality of life, however.

39 GDP AND ECONOMIC WELL-BEING
Some things that contribute to well-being are not included in GDP. The value of leisure. The value of a clean environment. The value of almost all activity that takes place outside of markets, such as the value of the time parents spend with their children and the value of volunteer work.

40 Table 3 GDP, Life Expectancy, and Literacy
Copyright©2004 South-Western

41 Keberatan Terhadap Penggunaan GNP
Kejadian buruk seperti bencana alam tidak dihitung dalam GNP, padahal kejadian tersebut jelas mengurangi kesejahtearaan. Masalah polusi juga sering tidak dihitung dalam GNP. Banyak sekali pabrik-pabrik yang dalam kegiatan produksinya menghasilkan polusi air maupun udara. Ini jelas akan merusak lingkungan. Umumnya hanya produk yang masuk pasar yang dihitung dalam GNP. Produk yang dihasilkan dan dikonsumsi sendiri, tidak tercakup dalam GNP GNP juga tidak menghitung nilai waktu istirahat (leisure time), padahal ini sangat besar pengaruhnya dalam kesejahteraan. Semakin kaya seseorang akan semakin menginginkan waktu istirahat.

42 Islamic Perspective on National Income Accounting (NIA) / Konsep Pendapatan Nasional Islam
42

43 Setting of The Problems and Objectives (1)
NIA in Islamic economy should include new parameters according to Islamic teaching. Parameter of ‘Falah’: worldly and hereafter welfare, justice, freedom, moral standards, etc. Recognition of Voluntary Sectors (waqf, zakat, sadaqah) 43

44 Setting of The Problems and Objectives (2)
Subsistence and informal sectors Islamic Policy Variables: Zakat Ratio (Zakat/GDP); Fulfillment of Basic Needs (religion services, security, food, shelter, health services, economic opportunities, and education) 44

45 Setting of The Problems and Objectives (3)
NIA in Islamic economy must provide measure of economic and social welfare, as well as Islamic social and moral awareness in the society (Mannan, 1984). 45

46 NIA as a measure of Dispersion (1)
GNP measures the average performance of the economic activity in an economy. It does not tell us about the actual composition and distribution of output. It does not recognize non-market transactions. 46

47 NIA as a measure of Dispersion (2)
Islamic NIA must indicate the nature of distribution of output. Islamic NIA must emphasize a measure of dispersion on household income. A narrower measure of income is called for to find out the actual per capita household income. In Indonesia, household expenditure is surveyed through SUSENAS. Per capita expenditure is much higher than the macro GNP per capita. 47

48 NIA as a measure of Economic Welfare (1)
Production of luxury goods and basic needs goods are equally weighted in conventional GDP. Islamic teaching suggests that basic needs should be prioritized, and that should be reflected in different weight in Islamic NIA. Nordhans & Tobin (1972) developed Measures of Economic Welfare (MEW): a measure of all consumption by the household that directly contributes to human welfare. 48

49 NIA as a measure of Economic Welfare (2)
MEW : C – Public Expenditures – Durable Goods Consumption – loss of welfare due to pollution, urbanization and congestion + value of durables actually consumed during the year + value of non-market services + value of leisure. 49

50 NIA as a measure of Islamic Social Welfare through the Value of Voluntary Sector (1)
GNP is monetary measure and does not include transfer payments. In an Islamic Society there exists a system of intra-family obligatory as well as voluntary allowances as a kind of transfer payments. An attempt to measure the value of such services can provide useful insight into the working of a built-in social security system in Muslim societies. 50

51 NIA as a measure of Islamic Social Welfare through the Value of Voluntary Sector (2)
The exclusion of intra-family services from calculations of the national income affects international comparisons markedly. In many under-developed countries the concept of family is much wider than in the West; other things being the same, this means that services produced by member of the so-called extended family occupy a more important place in economic activity. (Bauer and Yamey: 1972) 51

52 NIA as a measure of Islamic Social Welfare through the Value of Voluntary Sector (3)
Main characteristic of such transfer payments is the lack of correspondence between service and payment. Obligations or payments sometimes unaccompanied by the rendering of any services but often accompanied by activities not related directly to the payment 52

53 Eco-Domestic Product Source:Alisyahbana, Yusuf (2001)
GREEN NATIONAL ACCOUNT MEASUREMENT FOR INDONESIA: 1990 and 1995 1990 1995 GDP (percent) 100.00 - Depreciation of Fixed Assets 4.64 4.22 NDP 95.36 95.78 - Imputed Environmental Costs 5.60 5.18 Degradation of Natural Resources (1.46) (1.85) Destruction of Ecosystem (0.55) Depletion of Resources (3.50) (1.87) Eco-Domestic Product (percent of GDP) 89.76 90.59 Source:Alisyahbana, Yusuf (2001) 53

54 LINGKARAN IBNU CHALDUN
S N W j & g 54

55 Lingkaran IBNU CHALDUN (1)
Sejarah umat Islam secara jelas menggambarkan hubungan yang saling mempengaruhi antara rakyat (N), syariah (S),pemerintah (G), kesejahteraan atau ekonomi (W),keadilan (j) dan pembangunan (g) dalam hal kemajuan atau kemunduran suatu masyarakat dan peradaban 55

56 Lingkaran IBNU CHALDUN(2)
Umat islam ternyata mampu menyajikan semua varaiabel di atas menjadi kekuatan besar . Walaupun tidak sebesar yang diinginkan tetapi paling tidak dapat merealisasikan perkembangan dan kemajuan masyarakat mereka secara cepat. 56

57 Lingkaran IBNU CHALDUN(3)
Namun sayangnya otoritas politik (G) kemudian mulai melupakan kewajiban –kewajibannya, gagal mengimplementasikan syariah (S), menjamin keadilan (j) dan menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh rakyat (N) untuk menyadari potensi mereka secara penuh. Konsekwensinya, baik pembangunan (g) dan kemakmuran (W) mengalami kemunduran sebagaimana yang dilakukan oleh kekuatan militer dan politik pemerintah (G). 57

58 Lingkaran IBNU CHALDUN(4)
Beberapa pelajaran sejarah umat islam (Chapra, 2001) dapat dijelaskan sebagai berikut : 58

59 Lingkaran IBNU CHALDUN(5)
Pertanyaan yang perlu diajukan adalah mengapa para penguasa (G) mengabaikan tanggung jawabnya ? jawabannya ada pada pelajaran pertama sejarah umat islam bahwa akuntabilitas (pertanggung jawaban) dihadapan rakyat adalah sesuatu yang diperlukan dalam memotivasi para penguasa (G) guna menunaikan tugas-tugasnya bagi kesejahteraan rakyat (N). Untuk tujuan itu islam melengkapi sistem khilafah dengan syara. 59

60 Lingkaran IBNU CHALDUN(6)
Jika kedua lembaga ini (khilafah dan syura) dapat difungsikan dengan serius dalam waktu yang panjang, maka kerangka dasar yang telah dikembangkan pada masa khulafaur Rasyidin mengenai dua sistem ini guna menciptakan efektifitas pemerintah (G) tentunya secara perlahan juga berkembang. Pada masa dinasti Ummayah otoritas politik (G) berubah secara cepat menjadi otoriter (tirani) setelah penghapusan sistem khalifah. 60

61 Lingkaran IBNU CHALDUN(7)
Kurangnya akuntabilitas politik perlahan akan memunculkan penyakit yang dapat merusak keadilan (j) dan pembangunan (g). Salah satu dampak dari penyakit itu adalah hilangnya kebebasan berpendapat sehingga rakyat tidak bisa lagi mengkritik Penguasa dan mendiskusikan kebijakan-kebijakan pemerintah secara terbuka. Dalam hal ini , hubungan dekat antara penguasa (G) dan rakyat (N) menjadi terganggu dan membuat para penguasa tidak begitu memperhatikan permasalahan-permasalahan rakyat. 61

62 Lingkaran IBNU CHALDUN(8)
Otoritas publik (G) tidak mungkin dapat memaksakan pandangan dan keinginan pribadinya kepada rakyat (N). Usaha seperti itu akan dapat menimbulkan rusaknya hubungan dan solidaritas antara rakyat (N) dan penguasa (G), kerusuhan sosial, dan tidak mnedukung atmosfir bagi aktivitas pembangunan. 62

63 Lingkaran IBNU CHALDUN(9)
Ketika rakyat (N) disingkirkan, pemerintah (G) mulai kehilangan dukungan grass root dan tidak mengandalkan pengawal-pengawal dari luar. Secara nyata terbukti bahwa para penguasa inipun dengan sendirinya mengalami kekalahan 63

64 Lingkaran IBNU CHALDUN(10)
Islam pada kenyataannya telah terus dan menjadi korban dari politik yang tidak absah, korupsi dan penindasan. Keinginan penguasa (G) dalam mengeksploitasi islam untuk kepentingan pribadinya dengan menyisiati ajaran-ajaran syariah (S) merupakan salah satu faktor penting yang membawa pada tertutupnya pintu ijtihad dan kemandegan fiqh yang mengakibatkan ketidakmampuan fiqh dalam menjawab tantangan-tantangan baru. 64


Download ppt "PENDEKATAN PENDAPATAN NASIONAL PERSPEKTIF ISLAM"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google