Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSuparman Tedja Telah diubah "7 tahun yang lalu
1
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
2
Latar Belakang Masalah
1. Permasalahan Pokok Masalah pokok Negara berkembang Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan atau tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan. Kebijakan dan perencanaan pembangunan Orde Baru adalah pembangunan dipusatkan di Jawa (khususnya di Jakarta) dengan harapan akan terjadi pertumbuhan ekonomi dan akan menetes ke bawah (trickle down effect) serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat dengan sendirinya dengan orientasi pada pertumbuhan yang tinggi.
3
Perhatikan…!!! Kesejahteraan: Pendapatan perkapita
Distribusi pendapatan 1. Meningkat dan merata (Pemerintah Berhasil) 2. Menurun, Meningkat dan tidak merata, Tidak berubah dan tidak merata (Pemerintah Gagal)
4
2. Strategi Pembangunan Pada awal pemerintah orde baru percaya bahwa proses pembangunan ekonomi akan menghasilkan Trikle down effect Hasil pembangunan akan menetes ke sector-sektor lain dan wialayah Indonesia lainnya. Fokus pembangunan ekonomi pemerintah Mencapai laju pertumbuhan ekonomi yg tinggi dalam waktu yang singkat melalui pembangunan pada: a. Wilayah yang memiliki fasilitas yang relative lengkap (pelabuhan, telekomunikasi, kereta api, kompleks industri, dll) yakni di P. Jawa khsususnya Jawa Barat. b. Sektor-sektor tertentu yang memberikan nilai tambah yang tinggi.
5
3. Hasil strategi pembangunan Kurang efektif a
3. Hasil strategi pembangunan Kurang efektif a – 1990 Laju pertumbuhan ekonomi (PDB) tinggi b. Kesenjangan semakin besar (jumlah orang miskin semakin banyak) 4. Perubahan strategi pembangunan Berdasarkan hasil pembangunan tsb, mulai PELITA 3 pemerintah merubah tujuannya menjadi mencapai pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat. Strategi: a. Konsentrasi pembangunan diseluruh Indonesia b. Pembangunan untuk seluruh sektor: pengembangan sektor pertanian melalui berbegai program seperti transmigrasi, industri padat karya, industri rumah tangga
6
Konsep dan Definsi Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu pada garis kemiskinan (poverty line) Konsep yang mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan yang tidak mengacu di sebut kemiskinan absolut Kemiskinan Relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan. Di negara maju kemiskinan diukur sebagai proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata. Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan di bawah kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi (papan, sandang, pangan)
7
Pertumbuhan, Kesenjangan dan Kemiskinan
Data 1970 – 1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan PDB atau pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan simiskin. Penelitian di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal 1990an ketimpangan meningkat kembali, seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.
8
Janti (1997) menyimpulkan semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam jumlah pendapatan keluarga. Hipotesis Kuznets ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan. Dengan data cross sectional (antara negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan bahwa relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U terbalik.
10
Cara pengukuran yang umum dihunakan oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group: 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
11
Hubungan Pertumbuhan dan Kemiskinan
Hipotesis Kuznets: Pada tahap awal pembangunan tingkat kemiskinan meningkat dan pada tahap akhir pembangunan tingkat kemiskinan menurun. Faktor yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan: Pertumbuhan Tingkat pendidikan Struktur ekonomi
12
Hubungan Pertumbuhan dan Kemiskinan: Mengikuti Hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhri pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Hasil ini menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi industri) Pada awal proses pembangunan, ketimpangan distribusi pendapatan naik sebagai akibat proses urbanisasi dan industrialisasi dan akhir proses pembangunan, ketimpangan menurun karena sektor industri di kota sudah menyerap tenaga kerja dari desa atau produksi atau penciptaan pendapatan dari pertanian lebih kecil.
13
Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan:
Hipotesis Kuznets Hipotesis dari Kuznets (1955, 1963) menyebutkan bahwa proses pembangunan akan disertai dengan meningkatnya inequality secara substansial, yang akan berbalik hanya pada tahap perekonomian sudah maju (advanced). Simon Kuznet menemukan hubungan antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan berbentuk huruf U terbalik
14
Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
Ukuran kemiskinan tergantung pada beberapa faktor, yakni: 1. Standar hidup, yang dalam hal ini bisa menggunakan pendapatan atau pengeluaran untuk konsumsi pada periode waktu tertentu. 2. Poverty line (garis kemiskinan), di mana individu dikategorikan miskin.
15
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Pada tingkat agregat, Burki sebagaimana dikutip Suryana (2003) menyatakan, ada enam faktor yang menyebabkan kemiskinan masih tetap melekat pada penduduk perdesaan, yang sebagian besar memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) pertumbuhan ekonomi yang lamban, (2) stagnasi produktivitas tenaga kerja, (3) semi pengangguran yang tinggi, (4) pendidikan yang rendah, (5) kelahiran yang tinggi, dan (6) degradasi pada kemampuan sumberdaya alam dan lingkungan
16
Kebijakan Pengentasan Kemiskinan
Ahluwalia, Carter, dan Chenery (1979) beberapa alternatif kebijakan untuk mengurangi kemiskinan, yakni: akselerasi pertumbuhan ekonomi, memperbaiki distribusi pendapatan, dan mengurangi pertumbuhan penduduk.
17
Bigsten dan Levin (2000) menyebutkan bahwa beberapa elemen strategis yang dapat mengurangi kemiskinan antara lain: outward-oriented strategy berupa pertumbuhan ekonomi yang dimotori ekspor, yang didasarkan pada manufaktur yang labor intensive, pembangunan pertanian dan daerah pedesaan, dengan menggalakkan teknologi baru, investasi pada infrastruktur fisik dan human capital, institusi yang efisien yang memberikan insentif kepada petani dan entrepreneur, kebijakan sosial untuk mempromosikan kesehatan, pendidikan, social capital, dan jaring pengaman untuk memproteksi penduduk miskin.
18
Tambunan (2001): Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan 1. Pertumbuhan yang berkelanjutan 2. Pemerintahan yang baik 3. Pembangunan social Untuk mendukung strategi tersebut perlu dilakukan intervensi pemerintah. Intervensi jangka pendek terutama pembangunan sector pertanian dan ekonomi pedesaan.
19
Intervensi jangka menengah dan panjang yang penting adalah:
1. Pembangunan sektor swasta 2. Kerjasama regional 3. Manajemen pengeluaran pemeritnah (APBN) 4. Desentralisasi 5. Pendidikan dan kesehatan 6. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
20
Kebijakan Lembaga Dunia Mencakup World Bank & ADB
World bank (2000) memberikan resep baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3 pilar: Pemberdayaan yaitu proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses politik dan pengambilan keputusan tingkat local. Keamanan yaitu proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan melalui manajemen yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi makrodan jaringan pengaman yang lebih komprehensif Kesempatan yaitu proses peningkatan akses kaum miskin terhadap modal fisik dan modal manusia dan peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset tersebut.
21
ADB (1999) menyatakan ada 3 pilar untuk mengentaskan kemiskinan:
Pertumbuhan berkelanjutan yang prokemiskinan Pengembangan social yang mencakup: pengembangan SDM, modal social, perbaikan status perempuan, dan perlindungan social Manajemen ekonomi makro dan pemerintahan yang baik yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan Factor tambahan: - Pembersihan polusi udara dan air kota-kota besar - Reboisasi hutan, penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah
22
Solusi dari Wapres Boediono
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi saat ini tidak menjamin bisa mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Dalam mengentaskan kemiskinan dan memperbaiki kualitas hidup manusia yang diukur indeks pembangunan manusia (IPM) mutlak diperlukan intervensi negara dan program khusus yang menyentuh langsung masyarakat. Perbaikan kualitas hidup manusia adalah tolok ukur utama keberhasilan pembangunan. Ini pula yang mendasari penyusunan IPM atau human development index (HDI) yang diterbitkan oleh United Nation Development Program (UNDP). UNDP baru merilis mengenai data IPM di sejumlah negara. IPM Indonesia pada 2011 berada pada posisi 124 dari 187 negara, dengan indeks 0,617.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.