Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSuryadi Hermawan Telah diubah "7 tahun yang lalu
1
Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi
Subdit. Surveilans dan Respon KLB
2
Strategi Pelaksanaan Program Imunisasi
Komitmen Global Eradikasi polio Eliminasi Campak Difteri* FOKUS Peran Surveilans : Menentukan daerah Rawan/Risiko Tinggi Memantau Kemajuan Penanggulangan Rekomendasi kegiatan penanggulangan Akan ada narasi tiap slide Strategi Pelaksanaan Program Imunisasi
3
Prinsip Manajemen Program Pengendalian Penyakit
Reduksi Upaya menurunkan angka insiden, prevalen, dan atau kematian sampai pada tingkat tertentu di suatu daerah/lokasi 2. Eliminasi Upaya menurunkan angka insiden menjadi “nol” atau sangat kecil untuk penyakit dan daerah tertentu 3. Eradikasi Upaya menghilangkan angka insiden dan penularan di dunia
4
Kriteria Mencapai Komitmen Global
Eradikasi polio Tidak ditemukan Virus polio selama 3 tahun berturut-turut yang dibuktikan dengan Surveillans AFP sesuai standar sertifikasi Eliminasi Campak Tidak ditemukan wilayah endemis campak selama >12 bulan, dengan pelaksanaan surveillance campak yang adekuat. (Regional consultation on Measles , SEARO, New Delhi, 25 – 27 August 2009 & WHA, May 2010)
5
Cakupan Surveilans PD3I Saat Ini
Penyakit Campak Penyakit TN Penyakit Polio Penyakit Diptheria
6
Prinsip Manajemen Program Pengendalian Penyakit
Reduksi Upaya menurunkan angka insiden, prevalen, dan atau kematian sampai pada tingkat tertentu di suatu daerah/lokasi 2. Eliminasi Upaya menurunkan angka insiden menjadi “nol” atau sangat kecil untuk penyakit dan daerah tertentu 3. Eradikasi Upaya menghilangkan angka insiden dan penularan di dunia
7
Kriteria Mencapai Komitmen Global
Eradikasi polio Tidak ditemukan Virus polio selama 3 tahun berturut-turut yang dibuktikan dengan Surveillans AFP sesuai standar sertifikasi Eliminasi Campak Tidak ditemukan wilayah endemis campak selama >12 bulan, dengan pelaksanaan surveillance campak yang adekuat. (Regional consultation on Measles , SEARO, New Delhi, 25 – 27 August 2009 & WHA, May 2010) Eliminasi TN Insiden/angka kejadian tetanus pada masyarakat kurang dari 1 tetanus neonatorum (TN) dalam 1000 kelahiran hidup pada setiap Kabupaten/kota.
8
Capaian di Indonesia Saat ini
Campak menuju eliminasi, target 2015 Polio menuju Eradikasi
9
Surveilans AFP
10
Definisi AFP ? Semua anak <15 th dengan
Kelumpuhan(Paralysis/paresis) Sifatnya layuh (Flaccid) Terjadi secara mendadak (Acut), bukan disebabkan oleh ruda paksa
11
Konsep SAFP Mengamati semua AFP 2/ /<15th. Ambil 2 spec <14 stlh lumpuh dengan kondisi baik (>= 80 %) Pemeriksaan laboratorium Biofarma, BLK Sby, Puslit Jkt Positif Negatif Kinerja Baik Kinerja Buruk 3 tahun kinerja AFP baik Kinerja AFP buruk * VPL (terfokus) VPL (menyebar luas) Silent transmision Polio free Mopping-up (terfokus) PIN (luas)
12
Tiga Indikator Utama Surveilans AFP
Non polio AFP Rate : ≥ 2 / populations under 15 year old Adequate stool specimens : > 80 % Zero reporting : > 90 % 12
13
Strategi Surveilans AFP
Menemukan kasus AFP minimal 2/ penduduk < 15 tahun Upaya penemuan : di Rumah Sakit di Puskesmas dan Masyarakat Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium Keterlibatan ahli Pemeriksaan Ulang 60 hari Zero Reporting
14
Kegiatan Surveilans AFP
Penemuan kasus Pelacakan Kasus Pengumpulan Spesimen Hot Case Survey Status Imunisasi Polio Nomor Epid Nomor Laboratorium Kasus AFP dan Kontak Kunjungan Ulang (KU) 60 Hari Umpan Balik dan Penyebarluasan Informasi
15
Alur Pelaporan & Umpan Balik Surveilans AFP
Ditjen PP & PL Kemenkes RI WHO- SEARO WHO- HQ FP1 LAB FP1 FPL LAB Dinkes Provinsi Laboratorium Polio Nasional FP1 FPL W1 FPS Dinkes Kab./Kota FP-PD Rumah Sakit PWS KLB (W2) W1 Lisan Puskesmas Lisan Masyarakat : umpan balik : laporan
16
Surveilans Campak
17
Definisi Operasional Kasus Campak
Kasus klinis: Demam, Bercak merah (rash) berbetuk mokulopapular, Batuk/pilek atau mata merah (conjunctivitis) atau Dokter mendiagnosa sebagai kasus campak 17 17
18
Tahapan Pelaksanaan Surveilans Campak
Sumber Data Komponen Tujuan Menurunkan Angka Kematian Eliminasi Sebelum kampanye campak Setelah kampanye campak Kasus sangat sedikit Data Rutin Tipe Surveilans Data aggregat Case Based data (data individu) Case Based data Serologi Sebanyak mungkin Semua kasus Isolasi Virus Tergantung Kebutuhan Program Beberapa KLB Semua KLB Transmisi Data tabel Line list Laporan investigasi kasus Kebutuhan informasi Jumlah kasus menurut tempat dan umur Age, sex, alamat, status vaksinasi, keadaan akhir, serology Age, sex, alamat, status vaksinasi , keadaan akhir, serology + investigasi semua kasus yg ada hubungan epidemiologi KLB Tipe surveians Case based data Tersangka KLB Ada peningkatan kasus dari perkiraan 5 per 100,000 populasi dalam 1 bulan > 1 kasus Minimal 5 kasus Sesuai kebutuhan program Transmisi data
19
Surveilans Campak Berbasis Individu Case Based Measles Surveillance - CBMS
Identitasnya secara individual, meliputi data: Nama, umur, jenis kelamin, tanggal laporan diterima, tanggal pelacakan, pengambilan sampel, status imunisasi dan riwayat sakitnya. Semua tersangka KLB campak harus dilakukan penyelidikan PE Menggunakan Format C1 (rutin & KLB). Melakukan pemeriksaan serologis minimal 50% kasus selama 1 tahun. Pelaksanaan surveilans campak diintegrasikan dengan surveilans AFP.
21
Format Laporan Campak Lokasi Data Rutin Waktu Data KLB C1 C1 & C2
Puskesmas C1 Bulanan, tgl 5 C1 & C2 Segera tgl 5 Kabupaten Form integrasi Kabupaten Bulanan Tgl 10 Rekap ke form C KLB/K, jika ada KLB lampirkan C1 dan C2 Provinsi Form integrasi Provinsi Tgl 15 Form C KLB/K, direkap ke C KLB/P, jika ada KLB lampirkan C1 dan C2
22
Alur Pelaporan Surveilans Campak
23
Indikator Surveilans Campak
Surveilans Rutin : Rate ks Non campak secara nasional : ≥ 2/ pop % Kabupaten melaporkan rate ks non campak ≥ 2/ pop : ≥ 80 % Ks Tersangka campak yang diperiksa IgM : ≥ 80 % Specimen Adequat untuk pemeriksaan IgM : ≥ 80 % Spesimen adekuat untuk pemeriksaan Virology : ≥ 80 % Kelengkapan laporan C-1 puskesmas : ≥ 90 % Ketepatan laporan C-1 puskesmas : ≥ 80 % Kelengkapan laporan surveilans aktif RS : ≥ 90 % KLB KLB dg “Fully investigated” : 100 % KLB Pasti yang diperiksa Virology : 100 % Kelengkapan laporan C- KLB : ≥ 90 % 23
24
Surveilans Difteri
25
Pengertian Penyakit menular akut pada tonsil, faring dan hidung, kadang-kadang pada selaput mukosa dan kulit. Difteri dapat menyerang pada setiap orang yang tidak mempunyai kekebalan.
26
Pengolongan Kasus Kasus Probable
Kasus yang menunjukkan gejala-gejala demam, sakit menelan, pseudomembran, pembengkakan leher dan sesak nafas disertai bunyi (stridor) Kasus konfirmasi Kasus probable disertai hasil laboratorium Positif, berupa hapus tenggorok & hapus hidung atau hapus luka di kulit yang diduga Difteri kulit.
27
Kegiatan Surveilans Difteri
Penemuan Kasus Pelacakan Kasus Pelaporan Pengolahan Data Umpan Balik Manajemen Surveilans:
28
Pelacakan Penyelidikan Epidemiologi dilakukan terhadap setiap adanya 1 kasus difteri, baik dari rumah sakit , puskesmas maupun masyarakat, yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis, memastikan terjadi KLB dan menentukan kasus tambahan serta kelompok rentan.
29
Materi Wawancara Indeks kasus atau paling tidak dari mana kemungkinan kasus berawal Kasus-kasus tambahan yang ada di sekitarnya Cara penyebaran kasus Waktu penyebaran kasus, Arah penyebaran penyakit Siapa, dimana, berapa orang yang kemungkinan telah kontak (hitung pergolongan umur untuk keperluan perencanaan prophilaksis dan imunisasi/ORI ). Untuk mempermudah kemungkinan penyebaran kasus, sebaiknya dibuat peta lokasi KLB dan kemungkinan mobilitas penduduknya Persiapan pemberian prophilaksis dan imunisasi (ORI)
30
Data Lain yang Diperlukan
Populasi berisiko Cakupan imunisasi DPT3 dan DT Peta wilayah Kondisi Cool chain Manj. Pengelolaan vaskin Data kasus Difteri/ kasus serupa difteri Data kematia
31
Pengambilan Spesimen Kontak
Untuk kontak yang sudah mempunyai gejala klinis, specimen yang diambil adalah usap tenggorok dan usap nasofaring (hidung) Untuk kontak yang tidak mempunyai gejala klinis, specimen yang diambil hanya usap nasofaring saja ( untuk efisiensi )
32
Stop
33
Dinas Kesehatan Provinsi Dinas Kesehatan Kab./Kota
Alur Pelaporan Surveilans Difteri Ditjen PP & PL Kemenkes RI Laporan KLB Difteri Laporan Surveilans Integrasi PD3I Provinsi STP Dinas Kesehatan Provinsi Laporan KLB Difteri Laporan Surveilans Integrasi PD3I Kab./Kota STP Dinas Kesehatan Kab./Kota : umpan balik : laporan Laporan KLB Difteri STP Laporan KLB Difteri STP W1 FP-PD Puskesmas Rumah Sakit Kasus
34
Format Pelaporan
36
CAP & TTD 2010 10 Sumatera Selatan Banyuasin Pangkalan Balai 1
09 1 Banyuasin 10 03 2010 CAP & TTD Dr. Riantini
37
RS. Sumber Asih 09 / 03 / 2010 NIHIL Dr, Carolina Nurudin, SKM TTD
39
Contoh: Ketentuan: Tanggal kirim laporan mingguan dari Puskesmas/RS ke Dinkes Kab./Kota paling lambat setiap hari Selasa
41
Pelaporan Surveilans PD3I
Unit Pelapor Waktu AFP Campak Difteri Puskesmas < 24 Jam W1 Mingguan W2 Bulanan FP1 C1 STP Kabupaten FP-PD (Surveilans Aktif RS) FPL, Lap Integrasi AFP-PD3I, Kelengk-Ketep Lap, List Ks Campak-Test Serologi (C1), Hsl PE, Rekap KLB Campak Provinsi Paket FP1 (dok. Ks AFP/surv AFP) disertai Pengantar FPL, Lap Integrasi AFP-PD3I, Kelengk-Ketep Lap, List Ks Campak-Test Serologi (C1), Hsl PE, Rekap KLB Campak, Lap keg. SO
42
Sekian, Terima Kasih
43
SURVEILANS DIFTERI, HEPATITI, TETANUS NEONATORUM, CAMPAK DAN POLIO
44
SURVEILANS DIFTERI
45
Epidemiologi Masalah (epidemiologi) Etiologi Penularan
Gejala dan Tanda Pengobatan Pencegahan (Buku Penyakit Tropis, widoyono)
46
Pelaksanaan Surveilans
Justifikasi Definisi Kasus Sumber data surveilans Presentasi dan analisa data Kegunaan data surveilans
47
Justifikasi Penyakit PD3I Potensi KLB, perlu PE
48
Definisi Kasus Panas Selaput putih kelabu pada selaput tenggorokan
Sakit waktu menelan Leher bengkak Sesak napas & bunyi stridor Klasifikasi: Probable (ada gejala laringitis) Konfirm lab.
49
Sumber Data Sumber data kasus RS Puskesmas Hasil lab Hasil PE kontak
Data Cakupan imunisasi
50
Presentasi Data Grafik
kasus menurut umur, status imunisasi, periode waktu,laporan nihil, cakupan imunisasi DPT3/th Tabel kasus menurut tempat & hasil lab IR menurut geografis % lap bulanan difteri Map IR/ pop menurut area geo Daftar list identitas kasus, status imun, gejala, konfirm lab, kedaan pengobatan
51
Kegunaan Monitoring CFR Monitoring IR
52
SURVEILANS HEPATITIS A
53
Epidemiologi Masalah (epidemiologi) Etiologi Penularan
Gejala dan Tanda Pengobatan Pencegahan (Buku Penyakit Tropis, widoyono)
54
Pelaksanaan Surveilans
Justifikasi Definisi Kasus Sumber data surveilans Presentasi dan analisa data Kegunaan data surveilans
55
Justifikasi Penyakit menular Potensi KLB, perlu PE Monitor imun Hep B
56
Definisi Kasus Klasifikasi: Suspect (ada gejala icterus/tidak)
Konfirm lab.
57
Sumber Data Sumber data kasus RS Puskesmas Hasil lab Hasil PE lapangan
58
Presentasi Data Grafik kasus menurut umur, periode waktu (bln, th)
Tabel kasus menurut tempat & hasil lab IR menurut geografis Map IR/ pop menurut area geo
59
Kegunaan Monitoring IR sbg dampak program Imun Hepatitis Deteksi KLB
Monitoring IR mnrt umur, geo, utk tahu wilayah risiko PE utk tahu sebab
60
PEDOMAN SURVEILANS REDUKSI CAMPAK
61
Kriteria diagnosa klinis:
EPIDEMIOLOGI CAMPAK disebut measles penyakit yang sangat menular dan akut menyerang hampir semua anak kecil. Kriteria diagnosa klinis: Fase catarrhal yang ditandai panas tinggi, sakit kepala, batuk pilek dan conjunctivitis berakhir setelah hari. bercak-bercak merah (rash) pada kulit timbul sesudah 3 hari panas. belakang telinga menyebar ke seluruh muka, dan anggota badan lainnya. Rash :4 - 6 hari. Panas turun setelah timbul rash. Kadang-kadang sehari sebelum rash timbul ada "koplik spot" yaitu bercak putih seperti butir garam pada mukosa (selaput lendir) pipi.
62
Diagnosis differensial campak:
panas badan minimal (hangat-hangat) rash lebih halus dan warnanya merah muda, tidak jelas, dan tidak merah seperti rash campak. tidak ada koplik spot. ada pembesaran kelenjar-kelenjar suboccipital posterior dan post auricular Allergi atau rash karena obat-obatan. tidak ada tandah-tanda catarrhal. rash lebih lama dari rash campak. Sewaktu rash campak menghilang maka rash karena obat-obatan/allergi makin tampak jelas. DHF atau DBD Dalam hari bisa terjadi mimisan, turnikuet test positif, pendaraftan diikutii shock. Laboratorium diikuti trombosit < /ml dan serologis positif DHF. CacarAir Di temukan gelembung berisi cairan. Malaria atau keringat buntet, bintik kemerahan.
63
Komplikasi penyakit campak.
terjadi pada anak balita, terutama gizi kurang. sering terjadi adalah bronchro pneumonia, gastroenteritis dan otitis media, sedangkan encephalitis jarang terjadi tetapi fatal. Komplikasi ini dapat dibedakan menjadi 2 bagian yakni: 1. Akut Febrile convulsion (kejang-kecjang karena suhu yang tinggi) Viral encephalitis. 2. Tidak akut a. Komplikasi langsung (komplikasi dini) Bronchopneumonia, sering menyebabkan kematian Otitis media sering tcrjadi Diare b. Komplikasi tidak langsuag Chronic malnutrition, kwarshiorkor, xerophtalmia, dan tuberkulosis.
64
Agen Penyebab: Virus measles yang termasuk dalam anggota paramyxoviridae Reservoir: Manusia Cara penularan: melalui saluran pernafasan, sekresi hidung, atau tenggorokan, keluar dari penderita pada waktu batuk. Bersin dan bernafas Masa inkubasi: Rata-rata 10 hari ( hari ) Masa penularan: sebelum timbul rash atau pada catarrhal. Masa penularan berkurang dan berakhir pada hari ke 4 dari masa rash. Suseptibilitas: semua orang (universal). Diperkirakan bahwa pada umur 5 tahun paling sedikit 90% dari anak-anak yang belum mendapat vaksinasi telah menderita campak.
65
Incidence rate diperkitakan 90% dari kelahiran.
Imunitas Di negara berkembang hampir semua ibu telah terserang penyakit campak antibody berangsur-angsur menurun sehingga perlindungan hanya bulan pertama kelahiran. Antibodi yang timbul bersifat permanent Cara Pencegahan : Vaksin diberikan setelah anak berumur 9 bulan. Morbiditas: Incidence rate diperkitakan 90% dari kelahiran. Pola distribusi : kepadatan penduduk, terisolasi tidaknya suatu daerah, adat istiadat serta kebiasaan penduduk Pada umumnya terjadi pada daerah perkotaan yang berpenduduk padat, pada anak-anak umur tahun. Mortalitas: Kematian pada penderita campak terutama disebabkan karena komplikasi. tergantung pada: 1. Status gizi 2. Ada tidaknya infeksi lain 3. Ada tidaknya fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan yang tersedia dipakai atau tidak Mutu pelayanan Kepercayaan dan adat istiadat.
66
1. Justifikasi Surveilans
Program reduksi campak global, menargetkan penurunan insidens campak 90% dan penurunan mortalitas campak 95% dari sebelum program imunisasi dimulai. WHO mengkategorikan program reduksi campak global sebagai berikut: measles control phase, peningkatan cakupan imunisasi di daerah endemis campak. (Bangladesh, Korea Utara, India, dan Myanmar) measles outbreaks prevention phase, pencapaian imunisasi yang tinggi dan menurunkan insidens secara periodik pada setiap KLB campak. (Indonesia, Srilanka, Maldives, Thailand, dan Bhutan) Fase eliminasi memutuskan rantai penularan secara komprehensif, membutuhkan deteksi berdasarkan: Surveilans kasus secara intensif (intensive case-based surveillance). Investigasi Konfirmasi setiap suspek campak di masyarakat (measles laboratory-based surveillance).
67
2. Definisi kasus Kasus klinis campak: Demam, dan Makulopapular rash (non-vesicular), dan Batuk pilek dan mata merah (conjunctivitis) Atau: Seseorang yang menurut dokter suspek terinfeksi campak. Kriteria laboratorium untuk diagnosis campak: • titer antibodi meningkat 4 kali lipat, atau • Terisolasinya virus campak., atau • Ditemukannya antibodi IgM spesifik campak. Klasifikasi kasus Konfirmasi klinis: kasus yang memenuhi definisi kasus klinis campak. Probable : tidak digunakan Konfirmasi laboratorium
68
3. Sumber Data Surveflans
Surveilans pada fase pencegahan KLB (measles outbreaks prevention surveilance) Laporan data kasus klinis campak dari Puskesmas; Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sampai tingkat Pusat secara rutin melalui SP2TP, SP3 atau simpus. Semua suspek pada KLB campak harus segera diinvestigasi dan pengumpulan data berdasarkan kasus dengan Form C. Semua suspek campak pada KLB campak harus dikonfirrnasi melalui pemeriksaan serologi untuk beberapa kasus yang pertama (sekitar 10 sampel suspek campak untuk setiap KLB) digunakan Form Laboratorium Campak. Zero reporting (laporan nihil) secara rutin mingguan harus dikumpulkan, pada tingkat Puskesmas dan Kesehatan mcnggunakan Form W2 (mingguan KLB) Surveilans pada fate eleminasi campak (Measles elemination surveillance) Surveilans berdasarkan kasus (case-based surveillance) harus dilakukan dan setiap kasus harus dilaporkan dan diinvestigasi segera dari tingkat Puskesmas sampai Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan juga termasuk sistem laporan mingguan. Spesimen setiap penderita harus dikumpulkan untuk dikonfirmasi laboratorium.
69
Pada Fase eliminasi data yang dikumpulkan berdasarkan data kasus (case-based data) sbb:
Daerah geografis Tanggal lahir Tanggal mulai keluar rash Tanggal notifikasi Tanggal kasus diinvestigasi Tanggal spesimen dikumpulkan Jumlah dosis vaksin campak yang diterima Sumber infecksi yang teridentifikasi Hasil serologi (positif/negatif) Klasifikasi final (konfirmasi klinis/laboratories/epidemiologis) Kelengkapan, ketepatan laporan campak mingguan
70
4. Analisis data, presentasi, dan laporan
Fase pengendalian (measles control phase) Insidens menurut bulan, tahun, dan daerah geografis. Cakupan vaksin campak menurut tahun dan daerah geografis. Kelengkapan dan ketepatan laporan mingguan/bulanan. Proporsi morbiditas campak dibanding penyakit lain Fase reduksi dengan pencegahan KLB (measles outbreaks prevention phase): Sama dengan fase pengendalian, ditambah: Insidens menurut kelompok umur Kasus menurut kclompok umur dan status imunisasi Fase eleminasi (case-based data) Sama dengan fase reduksi campak dengan pencegahan KLB, ditambah: Indikator kinerja Target: % laporan mingguan yang diterima 80% % kasus campak < 7 hari dari timbul rash 80% % kasus yang dilacak < 48 jam setelah dilaporkan 80%, % kasus dgn spesimen. adekuat •) dan hasil laboratorium. 80% % kasus dikonfirmasi dengan identifikasi sumber infeksi 80% Specimen adekuat adalah 1 specimen darah dikumpulkan dalam waktu 3-28 hari dari timbul rash.
71
5. Prinsip-prinsip penggunaan data untuk manajemen
Fase pengendalian (measles control phase) Pemantauan insidens dan cakupan imunisasi Identifikasi daerah risti dengan kinerja yang jelek Fase reduksi dengan pencegahan KLB (measles outbreak prevention phase): Deskripsikan perubahan epidemiologi campak dalam bentuk proporsi umum dan periode epidemik Identifikasi populasi risti Tetapkan kemungkinan KLB yang akan terjadi berdasarkan populasi suseptibel (kumulatif dari populasi at risk dan rendahnya cakupan imunisasi) Akselerasi kegiatan Fase eliminasi (case-based data) Gunakan data untuk klasifikasi kasus Tentukan dimana sirkulasi virus campak ditemukan (wilayah risiko tinggi) Kinerja sistem surveilans (waktu notifikasi dan pengumpulan spesimen) untuk mendeteksi wilayah sirkulasi virus. Semua fase Deteksi dan investigasi semua KLB Manajemen kasus yang adekuat Tentukan mengapa KLB terjadi (kegagalaan vaksinasi atau akumulasi suseptibel).
72
SURVEILANS TETANUS NEONATORUM
73
Epidemiologi Masalah (epidemiologi) Etiologi Penularan
Gejala dan Tanda Pengobatan Pencegahan (Buku Penyakit Tropis, widoyono)
74
Pelaksanaan Surveilans
Justifikasi Definisi Kasus Sumber data surveilans Presentasi dan analisa data Kegunaan data surveilans
75
Justifikasi Komitmen eliminasi TN
Membantu identifikasi daerah yang memiliki risiko tinggi
76
Definisi Kasus Kasus: Bayi lahir hidup, sulit netek, kejang otot sejak umur 2-28 hr Suspek: kematian 2-28
77
Sumber Data Sumber data kasus RS Puskesmas Hasil lab Hasil PE lapangan
78
Presentasi Data Grafik kasus menurut umur, periode waktu (bln, th)
Tabel kasus menurut tempat & hasil lab IR menurut geografis Map IR/ pop menurut area geo
79
Kegunaan Monitoring IR sbg dampak program Imun Hepatitis Deteksi KLB
Monitoring IR mnrt umur, geo, utk tahu wilayah risiko PE utk tahu sebab
80
SURVEILANS AFP Suharyo
81
Pendahuluan Surveilans AFP dalam rangka eradaikasi Polio
Surveilans AFP hakikatnya pengamatan terhadap semua kelumpuhan seperti pada polio pada anak < 15 th S. AFP untuk memantau adanya transmisi viru-polio
82
Definisi AFP : Accute Flacid Paralisis
semua nak < 15 th dengan kelumpuhan yang bersifat layuh, terjadi mendadak dan bukan karena ruda paksa
83
Kelumpuhan mendadak (akut)
kelumpuhan yang terjadi dalam waktu 1-14 setelah gejala awal Dalam hal ada keraguan apakah suatu kasus kelumpuhan uang sifatnya flaccid dan akut disebabkan oleh ruda paksa /kecelakaan, atau ada hubungannya dengan ruda paksa/kecelakaan, laporkanlah kasus tersebut sebagai kasus AFP
84
Penyebab: Poliomyelitis disebabkan oleh virus polio liar Patogenesis: Mulut-pencernaan-tinja Masa inkubasi: 7-14 hari Penularan : Langsung (udara) Tdk langsung (air kontaminasi tinja)
85
Pengobatan: Simtomatik Pencegahan: Imunisasi polio sebanyak 4 kali PHBS Penyuluhan Faktor risiko: Status imunisasi rendah Status gizi rendah Higiene sanitasi yang buruk PSP Masyarakat Ketersediaan & keterjangkauan sarkes Usia
86
Langkah-langkah PE Pelacakan Kunjungan lapangan Mengumpulkan spesimen Kunjungan ulang (60 hr setelah kelumpuhan) Edukasi medis Mencari kasus tambahan
87
Pelacakan: Mengunjungi setiap kasus AFP Bila bukan krn rudapaksa, pengambilan spesimen (14-48 jam), selmbatnya 14 hari setelah kelumpuhan Spesimen dikirim ke lab nasional yang ditunjuk (maks dlm 3 hr) Umpan balik lab (maks 28 hr)
88
Pengumpulan spesimen Spesimen tinja Kriteria: pengumpulan < 2 bl dr kelumpuhan isi form FP1 kumpulkan spesimen pengumpulan > 2 bl dr kelumpuhan tdk perlu dilakukan pengumpulan
89
Analisa dan Penyajian Data
Tujuan memantau pelaksanaan surveilans AFP Memberi masukan kepada pengelola program Unsur Analisa Epid List penderita Distribusi kasus menurut tempat Distrbusi kasus menurut orang Distribusi kasus menurut waktu Laporan : berlaku pelaporan nihil
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.