Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

SISTEM PERENCANAAN HUTAN INDONESIA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "SISTEM PERENCANAAN HUTAN INDONESIA"— Transcript presentasi:

1 SISTEM PERENCANAAN HUTAN INDONESIA

2 Karakteristik Indonesia :
Negeri kepulauan terbesar di dunia di antara 2 samudra besar. Kawasan hutan tropis basah dengan mega biodiversity no. 3 terbesar di dunia, baik flora maupun fauna. Peranan ekosistem Indonesia bagi keberlangsungan kehidupan di muka bumi Karakteristik ekosistem tiap kepulauan nusantara yang khas Jumlah penduduk terbesar ke-4 dengan pendapatan per kapita yang rendah Tujuan utama pengelolaan hutan adalah : menjaga kelestarian ekosistem nusantara dan memaksimumkan manfaat hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

3 Prinsip Dasar Kebijakan Pengelolaan Hutan
“Hutan untuk kelestarian ekosistem nusantara & kesejahteraan masyarakat”

4 Pasca Reformasi Undang-undang kehutanan No. 41/1999 masih bernuansa timber management, yang diperlukan social forestry UU otonomi daerah No 22 thn1999 dan No 32 thn 2004 perlu direvisi, hegemoni pemerintah daerah dan hirarkhi pemerintahan hilang. Lapangan belum dapat dikontrol– Dephut hanya Berkuasa di Manggala Wanabakti Departemen kehutanan masih bertahan dengan paradigma timber extraction dan management (conventional forestry strategy)

5 Perencanaan Pembangunan (Development Planning)
Perencanaan Pembangunan Hutan Tujuan : meningkatkan kesejahteraan masyarakat Terpadu (integrated) antar sektor Mengenal lingkup waktu dan wilayah Tujuan : ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bagian dari rencana pembangunan nasional atau wilayah Kehutanan sebagai sub sistem pembangunan nasional

6 Perencanaan Pembangunan Hutan Indonesia
Nasional Regional Operasional Direksi Rayon KPH Bagian Hutan RPH Petak Unit Pulau Eks Resd. Kab. Kec. Desa Dusun Prop. Hirarki dibuat mengikuti lingkup wilayah Pengelompokan wilyah mengikuti ekosisitem pulau atau kepulauan Ekosistem Indonesia meliputi : a. Sumatera, b. Jawa, c. Kalimantan, d. Sulawesi, e. Nusa Tenggara (Bali- Timor), f. Maluku, dan g. Papua

7 Penetapan Tata Ruang Didasarkan pada kebutuhan ekosistem maupun ekonomi (produksi) Menetapkan batas kawasn menurut TGHK atau RTRWP Kawasan hutan produksi dikelola dengan FRM, di luar hutan produksi dengan FEM Di dalam FRM terdapat regime-regime FEM, dan sebaliknya. FRM dan FEM bersifat komplementer

8 Pengembangan Pengelolaan Hutan berbasis ekosistem
Kepulauan nusantara sebagai jantung dan paru-paru ekosistem global yang menghubungan 2 samudra Tiap pulau mempunyai peranan yang khas, baik aspek ekosistem maupun produksi

9 Kebijakan Umum Pengelolaan Hutan Nasional
Departemen Kehutanan bertindak sebagai fasilitator. Struktur organisasi disesuaikan dengan paradigma social forestry dan diselaraskan dengan otonomi daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten. Tugas Departemen Kehutanan di tingkat pusat meliputi pelayanan umum, sumber daya manusia, dan perencanaan Mesin-mesin pembangun hutan (FRM) diserahkan kepada BUMN, BMUDP, BUMDK, BUMS, badan-badan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan. Mesin-mesin pelayanan jasa Hutan (FEM) dikendalikan oleh Departemen Kehutanan pusat, propinsi dan kabupaten, bersama dengan stakeholders lain. Membangun hutan Indonesia menjadi penuh (full-stocked) diselesaikan dalam jangka waktu 25 tahun.

10 Karakteristik dan Kebijakan Pengelolaan Pulau
Sumatera Karakteristik ekosistem Luas daratan: km2. Jumlah penduduk: jiwa (tahun 2000), kepadatan 85 jiwa/km2. Mayoritas (80%) bermata-pencaharian pokok sebagai petani. Kegiatan utama masyarakat: pertanian (perladangan) dan kebun rakyat. Luas kawasan hutan 23 juta hektar (1995), atau 47,1% daratan. Batas kawasan hutan belum ada, kebijakan umum belum digariskan. Masih banyak lahan yang belum tergarap dengan baik. Ciri utama: perkebunan rakyat dan modal besar telah berkembang Kebijakan pengelolaan hutan Pengembangan hutan tanaman industri daur pendek Pengembangan hutan rakyat dan perkebunan campuran (agroforestry kebun) Pengembalian kantong-kantong hutan alam dengan jenis asli (indigeneous) Mendorong pengembangan industri perkayuan untuk memenuhi kepentingan domestik dan ekspor Rehabilitasi hutan mangrove dan hutan rawa di sepanjang pantai timur Memepertahankan dan memperbaiki kondisi hutan suaka alam dan hutan lindung Organisasi pengelola hutan: Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, BUMN, BUMDP, BUMDK, lembaga kemasyarakatan. Penguatan organisasi, sdm dan profesionalisme perencanaan pembangunan hutan.

11 Jawa Kebijakan Pengelolaan Karakteristik
Pelaku utama pengelola hutan BUMN dengan memperbaiki mandat dan struktur organisasi untuk disesuaikan dengan otonomi daerah, bekerjasama dengan stkaeholders lain, khususnya pemerintah daerah, masyarakat, pedagang kayu, industrialis, perguruan tinggi, pencinta lingkungan, dll Memaksimumkan produktifitas hutan jati seluas satu juta hektar hingga mencapai 6 m3/ha/tahun. Memenuhi kebutuhan industri kayu jati untuk ekspor dan kayu jati sebagai bahan konstruksi nasional. Memaksimumkan produksi pangan dari kawasan hutan. Pengembangan hutan kota, hutan wisata dan hutan penghasil non-kayu bernilai tinggi. Mempertahankan dan memperbaiki kondisi hutan suaka alam dan hutan lindung. Penguatan organisasi, sdm dan prof. perencanaan pembangunan hutan. Karakteristik Luas daratan: km2. Padat penduduk (910 jiwa/km) dan padat teknologi. Mayoritas penduduk (65%) hidup sebagai petani, dengan pemilikan lahan pertanian rata-rata 0,2 ha/kk. Luas hutan 3 juta hektar (23,7% daratan), hutan lindung hanya tersisa di puncak-puncak gunung yang tinggi. Kawasan hutan jati telah ditata (satu juta hektar, pernah menghasilkan produktifitas tinggi. Tekanan penduduk terhadap kawasan hutan sangat berat.

12 Kalimantan Karakteristik Kebijakan Pengelolaan
Luas daratan: km2. Jumlah penduduk 11,5 juta jiwa, kepadatan rendah (20 jiwa/km2). Luas hutan 37 juta hektar (66,9% daratan), dengan dominasi keluarga meranti. Batas kawasan hutan belum ada, kebijakan umum belum digariskan. Tanah tidak subur, peka terhadap erosi, curah hujan tinggi. Masih banyak lahan yang belum tergarap dengan baik. Perkebunan dan pertanian bukan sektor utama. Di tempat-tempat tertentu kaya akan bahan tambang. Kebijakan Pengelolaan Pengembangan hutan tanaman industri daur pendek Pengembangan hutan rakyat Pengembalian hutan alam dengan jenis asli (indigeneous), seperti meranti dan ramin, dengan jenis-jenis pengisi yang penting, yaitu ulin, kangkirai, dsb. Rehabilitasi hutan mangrove Mendorong pengembangan industri perkayuan untuk memenuhi kepentingan domestik dan ekspor Organisasi pengelola hutan: Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, BUMN, BUMDP, BUMDK, lembaga kemasyarakatan. Pengembangan FEM di kawasan tambang batu bara dan emas rakyat. Mempertahankan dan memperbaiki kondisi hutan suaka alam dan hutan lindung. Penguatan organisasi, sdm dan profesionalisme perencanaan pembangunan hutan

13 Sulawesi Kebijakan pengelolaan Karakteristik
Pengembangan hutan rakyat dan agroforestry. Pengembalian kantong-kantong hutan alam dengan jenis asli (indigeneous). Pengembangan kayu hitam (Dyospiros celebica) di habitat aslinya. Rehabilitasi hutan mangrove Mendorong pengembangan industri perkayuan untuk memenuhi kepentingan domestik dan nasional. Organisasi pengelola hutan: Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, BUMN, BUMDP, BUMDK, lembaga kemasyarakatan. Mempertahankan dan memperbaiki kondisi hutan suaka alam dan hutan lindung. Penguatan organisasi, sdm dan profesionalisme perencanaan pembangunan hutan. Karakteristik Luas daratan: km2. Jumlah penduduk 15 juta jiwa, kepadatan 72 jiwa/km2. Topografi umumnya berbukit-bukit Luas hutan 12 juta hektar (62,7% daratan), tetapi sebagian besar (8 juta hektar) merupakan hutan konversi. Batas kawasan hutan belum ada, kebijakan umum belum digariskan. Kombinasi hutan-perkebunan

14 Nusa Tenggara Karakteristik Kebijakan pengelolaan hutan
Luas daratan: km2. Terdiri atas enam pulau tanggung, berderet dari barat ke timur. Jumlah penduduk 11 juta jiwa, kepadatan 125 jiwa/km2. Tiap pulau mempunyai karakteristik tersendiri. Pada umumnya bertopografi berbukit-bukit. Luas hutan 3,4 juta hektar (38,3% daratan). Sawah dalam jumlah cukup hanya di pulau Bali dan Lombok. Tipikal daerah muson dan semi-arid. Pengembangan agroforestry dan peternakan. Kebijakan pengelolaan hutan Pengembangan hutan rakyat dan agroforestry. Pengembalian kantong-kantong hutan alam dengan jenis asli (indigeneous). Pemenuhan kebutuhan domestik akan kayu, dengan Sumbawa dan Flores sebagai produsen utama. Rehabilitasi hutan mangrove Pengembangan jenis gugur daun bernilai tinggi: jati, mahoni, sonokeling dan cendala, serta beberapa jenis lokal. Mendorong pengembangan industri perkayuan untuk memenuhi kepentingan domestik. Organisasi pengelola hutan: Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, BUMN, BUMDP, BUMDK, lembaga kemasyarakatan. Mempertahankan dan memperbaiki kondisi hutan suaka alam dan hutan lindung. Penguatan organisasi, sdm dan profesionalisme perencanaan pembangunan hutan.

15 Maluku Karakteristik Kebijakan pengelolaan hutan
Mengembalikan kondisi dan potensi hutan alam tiap pulau. Pengelolaan hutan dengan nilai adat sasi. Mendorong pengembangan industri perkayuan untuk memenuhi kepentingan domestik dan ekspor. Sentra-sentra produsen kayu: Halmahera, Taliabu, Buru, Ceram, Aru dan Kai. Organisasi pengelola hutan: Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, BUMN, BUMDP, BUMDK, lembaga kemasyarakatan. Mempertahankan dan memperbaiki kondisi hutan suaka alam dan hutan lindung. Penguatan organisasi, sdm dan profesionalisme perencanaan pembangunan hutan. Karakteristik Luas daratan: km2. Beberapa pulau tanggung berjauhan letaknya, dikelilingi pulau-pulau kecil Jumlah penduduk 2 juta jiwa, kepadatan 26 jiwa/km2. Luas kawasan hutan 5 juta hektar (62,8% daratan). Tiap pulau mempunyai karakteristik tersendiri. Batas kawasan hutan belum ada, kebijakan umum belum digariskan.

16 Papua Kebijakan pengelolaan hutan Karakteristik
Mempertahakan luas dan kondisi hutan alam pegunungan, dataran rendah, hutan rawa dan hutan mangrove. Pemanfaatan kayu secara terbatas dengan tebang pilih yang dikontrol ketat. Pengembangan hutan sagu sebagai penghasil karbohidrat. Peneujukan sentra-sentra produsen kayu untuk memenuhi kebutuhan domestik Organisasi pengelola hutan: Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, BUMN, BUMDP, BUMDK, lembaga kemasyarakatan. Mempertahankan dan memperbaiki kondisi hutan suaka alam dan hutan lindung. Penguatan organisasi, sdm dan profesionalisme perencanaan pembangunan hutan. Karakteristik Luas daratan: km2. Jumlah penduduk 2,2 juta jiwa, kepadatan sangat rendah (6 jiwa/km2). Rangkaian pegunungan Jaya Wijaya Infra struktur sangat kurang. Luas hutan 28,8 juta hektar (68,3% daratan). Batas kawasan hutan belum ada, kebijakan umum belum digariskan. Masih banyak lahan yang belum tergarap dengan baik. Daerah rawa dan mangrove yang luas di sebelah selatan

17 Organisasi Departemen Kehutanan
Sekretariat Jenderal Kehutanan Badan Perencanaan Nasional Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Dirjen Otonomi Kehutanan Dirjen BUMN Kehutanan Dirjen Perlindungan dan Konservasi SDA Inspektorat Jenderal kehutanan

18 Hirarki Organisasi Perencanaan
Badan Perncanaan nasional kehutanan (Eselon I/a) Kepala Brigade Perencanaan Pulau/Kepulauan (Eselon I/b)O Kepala Brigade Perencanaan Wilayah (Eselon II/a)O Kepala Balai Perncanaan (Eselon III) Tugas organisasi perencanaan Menyusun rencana nasional (25 tahun) Menyusun rencana wilayah Pulau (25 tahun) Menyusun rencana daerah (25 tahun) Menyusun rencana distrik (10 tahun) Rencana undang-undang tata batas dalam 10 tahun Sosialisasi dan koreksi tata batas di luar jawa dalam 25 tahun Pembuatan tata batas di luar Jaw dalam 75 tahun


Download ppt "SISTEM PERENCANAAN HUTAN INDONESIA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google